Sejarah Singkat Penyaliban
Disadur dari buku:
Yesus Yang Disalib Bagiku
Mengungkap Fakta Medis di Balik Penyaliban dan Kematian Yesus.
Mark A Marinella, MD., F.A.C.P.
Interlude
Meskipun penyiksaan fisik dan pembunuhan Kristus sungguh-sungguh mengerikan yang oleh nabi Yesaya dinubuatkan "... begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia ..." dalam Yesaya 52:13-15, perasaan ditinggalkan oleh Bapa dan semua sahabat-Nya seperti yang Yesus jalani untuk menebus dosa manusia. Firman yang menjadi Manusia itu telah melakukan semuanya itu dengan baik untuk menggenapi Kehendak Bapa didalam Hidup-Nya bagi setiap orang percaya dan dengan taat, menderita sampai mati (Filipi 2:8) dan memikul dosa seluruh dunia pada Tubuh-NYA sendiri (Ibrani 9:28)
Menurut Dr D. James Kennedy dan Dr Jerry Newcombe:
"Dalam Injil, sepertiga Injil Matius, Markus dan Lukas membahas penderitaan dan kematian Kristus; separuh Injil Yohanes membahas minggu terakhir kehidupan Yesus. Pengakuan Iman Rasuli yang meneguhkan fakta kehidupan Kristus, mengambil lompatan yang sangat besar dr kelahiran Kristus ke penderitaan dan kematian-NYA. Pengakuan itu melompati seluruh pelayanan-NYA. Pengakuan Iman tidak mengatakan apa-apa tentang ajaran Yesus yang agung, teladan-NYA yang sempurna atau mujizad luar biasa yang Dia lakukan. Fokus semua karya-NYA adalah menyampaikan betapa pentingnya penderitaan dan pengorbanan Kristus."
Faninus, seorang awam terpelajar, yang menjadi martir pada 1550 di Italia karena imannya mengatakan demikian pada hari eksekusinya:
"Kristus menanggung segala macam kepedihan dan konflik, serta neraka dan maut, demi kita. Dengan melalui penderitaan-NYA, Dia membebaskan orang-orang yang sungguh-sungguh percaya kepada-NYA dari ketakutan mereka"
Karena kekudusan ALLAH, dosa umat manusia, keadilan ALLAH dan kasih-NYA, Yesus dengan sukarela memikul salib untuk menyelamatkan manusia (menanggung hukuman yang seharusnya ditanggung manusia) yang percaya kepada-NYA:
"Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Ku kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39)
Cawan itu berisi seluruh dosa dunia. Kristus mengambil cawan pahit perpisahan dari ALLAH dan murka-NYA atas dosa dalam ketaatan. Dia sempurna dan kudus, dengan sukarela mempersembahkan hidup-NYA sendiri, mengambil hukuman yang seharusnya Kita pikul, dalam kematian jasmani dan rohani (ditinggalkan oleh BAPA).
Semua ini untuk menebus dosa seluruh umat manusia, baik pada masa lalu, sekarang, maupun yang akan datang, bagi orang yang percaya dan akan percaya pada penebusan Kristus, dan yang ditulari kebenaran Kristus. Juruselamat Kita, dengan penuh kemenangan menaklukan maut ketika Dia bangkit dari kematian.
Ini adalah penderitaan (passion) Yesus Kristus. Kata "passion" berasal dari bahasa Latin yang berarti "tunduk pada penderitaan." Yesus diolok dan diejek, diludahi, dipukul, serta dicambuki. Punggung-NYA terkoyak-koyak. Dahi-NYA rusak dan berdarah karena mahkota duri yang dibenamkan ke daging-NYA. Dia disalibkan dan dikutuk dgn kematian yang paling brutal dan penuh kesakitan, secara fisik maupun rohani. Semuanya itu ditanggung-NYA demi kita
Aku mengasihi Engkau, karena Engkau terlebih dahulu mengasihi aku, dan membeli pengampunanku di salib Golgota.
Aku mengasihi Engkau karena Engkau mengenakan duri-duri di dahi MU; Jika aku pernah mengasihi-MU, Yesusku, itulah sekarang.
(William R Featherstone)
Percaya kepada Kristus berarti menerima Dia sebagai Tuhan dan Tuan atas hidup Kita. Napoleon pada hari-hari terakhirnya di St. Helena berkata:
"Delapan ratus tahun
lalu, Kristus membuat tuntutan yang jauh melampaui segala hal lainnya dan sulit
untuk dipenuhi. Dia meminta sesuatu yang mungkin seringkali dicari filosof di
tangan teman-temannya, atau seorang ayah dari anak-anaknya, atau pengantin dari
pasangannya.
Dia meminta hati manusia, untuk diri-NYA sendiri, secara ekslusif menjadi
milik-NYA. Menembus tantangan waktu dan ruang, jiwa manusia dengan segala
kekuatannya digabungkan dengan Pemerintahan Kristus."
** Penyaliban **
"Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang,maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu." (Ulangan 21:22-23)
Selama masa Keluaran dan awal pendudukan Tanah Perjanjian, ALLAH memberi keputusan dan perintah untuk diikuti dengan tertib oleh bangsa Israel. Penjahat yang dihukum mati seringkali digantung dipohon untuk menghalangi orang lain melakukan pelanggaran yang sama. Namun mayat itu tidak boleh dibiarkan tergantung di pohon semalam-malaman. Sama halnya, mayat orang yang disalibkan pada malam menjelang Paskah atau Sabath, harus diturunkan sebelum matahari tenggelam.
Yesus dikutuk oleh manusia dan ALLAH untuk menyerap semua dosa masa lalu, sekarang dan yang akan datang, serta tergantung di Kayu Salib agar dilihat semua orang. Rasul Paulus menunjuk kutuk ini dalam Galatia 3:13.
Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!"
Penyaliban merupakan bentuk hukuman mati pada zaman kuno, dimana korbannya diikat atau dipaku pada tiang kayu atau salib. Alkitab menyinggung tentang ini dalam Ulangan 21:22-23.
Namun, pada zaman Musa dalam sejarah Yahudi, korbannya biasanya dilempar batu terlebih dahulu, kemudian setelah mati digantung di pohon, sebagai tontonan umum tentang kutukan ALLAH dan manusia. Tindakan penyaliban dimana tertuduh diikat di pohon, atau salib sebagai sarana kematian kemudian diperkenalkan oleh budaya non Yahudi.
Hukuman mati pada zaman kuno bisa sangat brutal. Bahkan, 3 bentuk eksekusi yang paling barbar dikatakan adalah:
- Crux (Salib, siksaan, penyaliban)
- Crematio (Membakar hidup-hidup dengan api)
- Decollatio (Penggal kepala)
Dari ketiganya, penyaliban dipandang yang paling brutal.
Cicero, politisi dan orator Romawi menyatakan bahwa penyaliban merupakan "kematian yang paling kejam dan mengerikan."
Penyaliban tampaknya berasal dari budaya Asyur dan Babel. Yang menarik, kedua bangsa inilah yang membawa orang Yahudi ke pembuangan. Bangsa Asyur menaklukan Kerajaan Utara (Israel) pada 722 SM dan bangsa Babel menaklukan Kerajaan Selatan (Yehuda) pada 605 SM.
Namun, penyaliban kemungkinan juga dipakai sebagai sarana eksekusi secara rutin oleh bangsa Persia pada abad ke 6 SM. Bangsa Persia, 600 tahun sebelum Kristus disalibkan oleh bangsa Romawi, secara khusus mengikat korban pada pohon (infelix lignum) atau menyulakan pada tiang vertikal (crux simplex). Dalam kitab Ezra, raja Persia Koresy mengeluarkan keputusan:
Selanjutnya telah dikeluarkan perintah olehku, supaya setiap orang yang melanggar keputusan ini, akan dicabut sebatang tiang dari rumahnya, untuk menyulakannya pada ujung tiang itu dan supaya rumahnya dijadikan reruntuhan oleh karena hal itu. (Ezra 6:11)
Hukuman penyulaan pada tiang atau tonggak yang brutal ini merupakan contoh crux simplex. Sama halnya dalam Ester 2, ketika raja Persia Ahasyweros mendengar persengkokolan yang direncanakan oleh 2 penjaga istana untuk membunuhnya, dia memerintahkan kedua orang itu disulakan di tiang. Itu merupakan bentuk standar penyaliban di Persia Kuno. Ayah Ahasyweros, raja Darius, suatu kali menghukum mati 3.000 orang melalui penyulaan di atas tiang (crux simplex).
Contoh lain tentang penyulaan crux simplex dicatat dalam Ester 5, Haman dan istrinya berencana menyulakan Mordekhai pada tiang setinggi 22-meter yang akan terlihat dari segala penjuru. Sama halnya dalam Ratapan 5:12, nabi Yeremia menggambarkan orang-orang muda Yahudi di pembuangan "digantung oleh tangan mereka", yang mungkin merupakan bentuk penyaliban primitif yang melibatkan penyulaan atau penggantungan di tiang kayu. Baru belakangan dalam sejarah, salib yang digunakan untuk penyaliban memakai bentuk yang Kita pandang "tradisional".
Alexander The Great (356-323 SM), raja Makedonia, yang mempopulerkan zaman Helenistik, membuat bahasa Yunani sebagai bahasa universal di pemerintahan maupun kesusasteraan. Ia diduga belajar penyaliban dari budaya yang sudah disebutkan sebelumnya, dan akibatnya memperkenalkan penyaliban di wilayah Meditarenia pada abad 4 SM. Setelah itu, penyaliban dipelajari dan dilakukan di Mesir, Fenisia, Syria, dan Kartago. Selama perang Punik antara Kartago (kota kuno di Afrika Utara dekat Tunisia Modern, Tunisia) dan Roma, bangsa Roma belajar tehnik penyaliban dan dengan cepat memakainya sebagai bentuk hukuman mati. Bangsa Romawi menggunakan penyaliban selama beberapa ratus tahun sampai akhirnya dihapuskan oleh Kaisar Konstantin I karena cara tersebut dipandang kejam. Orang Yunani sendiri tidak melakukan penyaliban karena mereka memandang hal itu terlalu brutal dan tidak manusiawi.
** Bangsa Romawi Menyempurnakan Tehnik Penyaliban**
Pada zaman Kristus, Romawi merupakan budaya yang paling dominan dan secara rutin menggunakan penyaliban sebagai metode utama hukuman mati. Cara ini terutama diterapkan pada bangsa non Romawi, kecuali dalam situasi khusus seperti desersi militer. Bangsa Romawi menyalibkan orang Kristen, orang asing, pemberontak dan budak. Di abad ke 4 SM misalnya, bangsa Romawi menyalibkan sekitar 2.000 orang Yahudi.
Yosephus, ahli sejarah abad pertama, mencatat penyaliban massal yang terjadi selama perang Yahudi, termasuk penganiayaan dibawah Kaisar Tiberius pada abad ke 19 SM, penghancuran Yerusalem pada abad 70 M yang mengakhiri negara Israel, dan akhirnya pemberontakan Bar-Kochba yang gagal untuk memulihkan negara Israel pada 135 M.
Di Palestina, pada abad pertama, yang diduduki oleh Romawi, pemberontakan terhadap pendudukan Romawi merupakan hal yang biasa, khususnya oleh para pejuang agama. Bangsa Romawi membunuh banyak orang karena memprotes pemerintah.
Tidak semuanya adalah penjahat, seperti pencuri atau pembunuh. Sesungguhnya, tuduhan terhadap Kristus mencakup pemberontakan dan rencana untuk menggulingkan pemerintah Romawi dengan meneguhkan diri-NYA sebagai Raja. Para pemimpin agama juga menuduh Dia melakukan penghujatan. Ketika Yesus berdiri di depan Pilatus, para pemimpin menyatakan,"Jikalau Ia bukan seorang penjahat, kami tidak akan menyerahkan-Nya kepadamu." (Yoh 18.30). Namun bangsa Yahudi, dibawah Romawi, tidak memiliki otoritas untuk melakukan hukuman mati sehingga mereka harus memohon kepada pemerintah Romawi. Itulah sebabnya Yesus tampil dihadapan Pilatus setelah dituduh oleh Imam Besar dan Mahkamah Agama, atau dewan pemerintahan Yahudi.
Bangsa Romawi meneruskan hukuman penyaliban lama setelah Yesus mati. Yosephus mencatat bahwa selama bangsa Romawi mengambil alih Yerusalem pada 70 M, ratusan tahanan Yahudi disalibkan setelah mereka bangkit menentang Romawi yang menawan mereka.
Mereka pertama dicambuk kemudian disiksa dengan segala macam siksaan sebelum mereka mati, dan disalibkan di depan tembok kota para prajurit, karena marah dan benci terhadap orang Yahudi, menyalibkan orang-orang yang mereka tangkap di kayu salib dengan posisi berbeda-beda, sebagai bahan lelucon. (Josephus. Jewish Antiquites. Trans. L. H. Feldman. Loeb Classocal Library. Cambridge, MA: Harvard University Press, 1957, [III:321; V:362-420]
Yosephus juga mencatat tindakan khusus tidak manusiawi yang dilakukan oleh Antiokhus IV, dimana anak korban yang tercekik digantungkan di sekeliling lehernya. Kekejaman ini terjadi selama penghancuran Yerusalem dan Bait Suci pada 70 M oleh Romawi dan telah dinubuatkan Yesus dalam Lukas 23:28-30, sementara memikul salib-NYA ke Golgota, sebagai respon terhadap perempuan-perempuan di sepanjang jalan yang meratap dan menangisi Dia:
Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: "Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui. Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami!"
Nubuat ini tidak diragukan lagi diingat oleh orang-orang yang hadir pada saat penyaliban ketika hal itu digenapi sekitar 30 tahun kemudian, saat jenderal Romawi Vespasianus menyerahkan kepemimpinan atas pengepungan Yerusalem pada 69 M kepada anaknya, Titus.
Titus merampok dan membakar kota Yerusalem. Situasinya begitu memilukan. Ibu-ibu melihat anak-anak lelaki mereka dibunuh dan mayatt mereka ditumpuk di jalan-jalan.
Dikatakan bahwa ibu-ibu yang kelaparan membunuh dan memakan bayi mereka sendiri untuk bertahan hidup. Kristus menubuatkan bahwa invasi Romawi yang akan datang begitu mengerikan sehingga kaum perempuan berharap agar mereka tidak punya anak supaya tidak melihat kematian anak mereka yang mengerikan itu. Orang yang bertahan hidup dijual sebagai budak, jika berusia dibawah 17 tahun dan yang lebih tua, disalibkan. Jumlahnya mencapai ribuan di seluruh tanah Yerusalem. Beberapa orang menyatakan bahwa Titus menyalibkan begitu banyak orang selama pembantaian besar-besaran di Yerusalem pada 70 M sehingga tidak ada cukup ruang untuk semua salib itu dan tidak cukup salib untuk seluruh tubuh mereka.
Penyaliban massal oleh tentara Romawi juga dicatat oleh Lucius Anneus Seneccca 4 SM-65 M)
"Saya melihat
salib-salib disana, bukan hanya satu jenis, tetapi terbuat dalam banyak cara yang
berbeda. Beberapa menyalibkan korban mereka dengan kepala di bawah menghadap ke
tanah, beberapa menyulakan bagian tubuh pribadi mereka, yang lain merentangkan
tangan mereka."
(Senecca, In De Consolation ad Marciam)
** Tehnik Penyaliban **
Seperti yang dicatat sebelumnya, penyaliban yang paling awal mungkin melibatkan penyulaan korban di atas tiang (crux simplex) atau mengikat di pohon (infelix lignum). Pada masa itu, bangsa Romawi secara teratur menyalibkan orang. Bentuk awal ini secara luas mulai ditinggalkan orang itu pada berbagai jenis salib. Bangsa Romawi jarang menggunakan salib berbentuk (crux decussate). Kebanyakan korban penyaliban diikat pada salib Latin yang terkenal (crux commisa) atau salib Tau (crux sublimes).
Tradisi mencatat Yesus disalibkan pada jenis salib crux commisa. Bagian vertikal salib, yang dikenal sebagai stipes, ditanamkan secara permanen di tanah, biasanya tepat di luar kota di wilayah yang ramai dilewati orang sehingga semua orang yang lewat bisa menyaksikan peristiwa yang mengerikan ini dan takut untuk melakukan kejahatan atau pemberontakan.
Bagian horizontal salib dikenal sebagai patibulum; beratnya antara 45-90 kg, dan secara khusus dibawa di atas pundak tertuduh ke tempat penyaliban. Setelah itu, patibulum diikat pada stipes dengan paku atau tali. Sometimes, penopang untuk pantat (sedile) diikatkan pada bagian tengah stipes. Namun, lebih sering hal ini tidak dilakukan karena alat ini memberi kelegaan kepada orang yang disalibkan, yang tidak ingin diberikan oleh tentara Romawi.
Setelah korban dipandang bersalah dan dihukum mati dengan cara disalibkan, satu tim tentara Romawi memimpin dia dalam prosesi yang penuh penghinaan ke tempat kematian. Hal ini dilakukan supaya orang takut, bahkan untuk memikirkan melakukan kejahatan yang sama seperti tertuduh. Prajurit pada bagian depan prosesi membawa plakat, yang dikenal dengan nama titulus, yang memuat nama korban dan kejahatannya.
Para prajurit itu
menempelkan titulus pada bagian atas tiang kayu yang panjang di tempat yang
panjang di tempat yang cukup tinggi sehingga orang yang lewat bisa melihatnya
dengan jelas.
Korban biasanya ditelanjangi saat disiksa sebelum penyaliban dan dipaksa
memikul patibulum dalam keadaan telanjang. Ini merupakan taktik yang
dimaksudkan untuk menimbulkan rasa malu lebih lanjut. Hukum Romawi mewajibkan
korban penyaliban untuk dicambuki, atau disiksa dengan cara dicambuk sebelum
dieksekusi.
Hanya perempuan yang dikecualikan. Pencambukan ini bertujuan untuk membuat korban lemah, bukan untuk membunuh. Namun beberapa orang sudah mati selama pencambukan. Selain itu, orang Romawi kadang menggunakan bentuk siksaan lain dan pemenggalan seperti memotong lidah atau mencungkil mata korban.
Setelah tertuduh dibawa ke lokasi, dipakukan di patibulum, dan dirikan di stipes, seorang perwira Romawi memimpin penyiksaan itu sampai mati, yang bisa memakan waktu 3-4 hari. Kadang orang mati itu ditinggalkan di kayu salib. Pembusukan dalam iklim hangat akan terjadi dengan cepat dan menghasilkan bau busuk yang menembus perbatasan. Namun hukum Romawi mengizinkan keluarga korban untuk menurunkan mayat itu dan melakukan penguburan yang sepantasnya jika mereka menghendakinya. Dalam kasus korban Yahudi, dan terutama malam menjelang Sabat, mayat harus diturunkan sebelum matahari tenggelam (Ulangan 21:22).
Kadang, jika kematian harus dipercepat, tulang kaki yang panjang akan dipatahkan, satu proses yang dikenal sebagai pematahan tulang. Karena orang yang disalibkan menggunakan kakinya untuk bernafas, pematahan tulang kaki (seperti femur atau tibia) membuat orang itu tidak mungkin bernafas dan mengeluarkan nafas dengan semestinya. Akibatnya, terjadi sesak nafas dan kematian yang cepat.
** Penyaliban Dihapuskan **
Penyaliban dipraktikkan selama beberapa abad sebelum Kristus dilahirkan dan tumbuh subur di seluruh kekaisaran Romawi sampai dihapuskan sebagai bentuk hukuman mati oleh kaisar Romawi yang beragama Kristen yang pertama, Konstantin I, pada 337 M.
Meskipun demikian, tidak terhitung banyaknya orang yang dihukum mati dengan cara demikian, yang tidak hanya menderita secara jasmani, melainkan juga menanggung olokan dan rasa malu secara sosial.
Sesungguhnya, karena sifat cabul dan rasa malu yang berkaitan dengan penyaliban, hal itu merupakan topik yang tidak akan dibahas dalam pertemuan sosial.
Cicero mencatat, 'kata Salib harus dijauhkan, bukan hanya dari diri warga negara Romawi, melainkan dari fikiran, mata dan telinga mereka.'
Kita, sebagai orang
Kristen, sebaiknya mengingat kutuk penyaliban yang dijalani Kristus dengan
sukarela untuk menebus semua orang yang menaruh iman mereka kepada-NYA.
Rasul Paulus meringkas semua bagian ini dengan baik dalam Galatia 3:13
Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!"
Referensi:
- Retief, F.P. Dan L. Gilliers. "The History and Pathology of Crucifixion"
- Friedrich F. "Theological Dictionary of The New Testament".
- Barbet, P. "Doctor at Calvary: The Passion of Our Lord Jesus Christ as Described by a Surgeon"
- Walvoord, J.E dan R.B Zuck. "The Bible Knowledge Commentary: Old Testament."
- Lincoln Library of Essential Information.
- Edwards W.D, W.J. Gabel dan F.E. Hosmer. "On The Physical Death of Jesus Christ."