Selama beberapa tahun ini saya mengamati tema-tema yang sering muncul dalam dialog teologis Islam Kristen. Tema-tema tersebut memang hampir-hampir tak pernah berubah. Seputar keotentikan kitab suci, dugaan adanya nubuat kenabian Muhammad dalam Alkitab, keesaan Allah (Tauhid), penebusan dan juga soal keilahian dan ketuhanan Yesus Kristus.
Tema-tema diatas memang sangat menarik bila dibicarakan dengan hati terbuka, kepala dingin dan sikap saling menghormati. Namun kenyataan yang terjadi justru berbeda sama sekali. Saling hujat dan olok antara kedua pemeluk agama, hal itu yang kerap kita jumpai. Sebabnya jelas, kedua pihak yang saling hujat dan olok tersebut bisa dipastikan memiliki pengetahuan yang tidak terlalu dalam terhadap ajaran agamanya masing-masing. Memang salah satu syarat dialog agama-agama yang berhasil, masing-masing pihak harus memahami ajaran agamanya dengan baik. Dan yang lebih penting dari itu, ada kesediaan untuk mendengar apa yang dikatakan pihak lain.
Hal di atas saya tulis sebagai pengantar sebelum memasuki tema pokok artikel ini. Sebagaimana judul yang tertera diatas, artikel ini saya tulis untuk menjawab pertanyaan atau bahkan tuntutan sebagian pihak pada umat Kristen untuk menunjukkan ayat yang berisi perkataan Yesus yang memerintahkan agar orang menyembah diri-Nya.
Tuntutan semacam itu bisa dipahami sejauh hal itu muncul dari ketidaktahuan dan keinginan untuk memahami iman Kristen lebih baik lagi. Namun bila tuntutan itu dilatarbelakangi oleh motivasi untuk mencari kesalahan agama orang, dan mengabaikan fakta-fakta penting lainnya dalam kitab suci yang berbicara tentang Kristus, maka umat Kristen tidak perlu menanggapinya serius.
Nah, tulisan saya ini jelas saya tujukan bagi kelompok pertama. Yakni bagi mereka yang memang tulus untuk mempelajari iman Kristen. Baik untuk terciptanya pemahaman yang lebih baik, ataupun mereka yang masih dalam pengembaraan iman. Yang masih merasa tidak pasti dengan apa yang sudah dimiliki saat ini.
**) Tunjukkan itu pada saya!!!
Tuntutan sebagian pihak pada umat Kristen untuk menunjukkan ayat bukti yang berisi pernyataan Yesus agar orang-orang menyembahNya, mengingatkan saya pada tuntutan Thomas, walaupun tidak persis sama, agar Yesus menyatakan tubuh kebangkitan-Nya yang secara otomatis membuktikan bahwa semua yang dikatakan Yesus itu benar.
Kitab Injil mencatat bahwa Yesus mengabulkan permintaan Thomas. Yohanes murid Kristus merekam dalam Injil yang ditulisnya, sejarah perjumpaan Thomas dengan Gurunya yang telah bangkit itu. Dalam adegan yang luar biasa itu, keluarlah pengakuan iman yang luar biasa dari mulut Thomas:
رَبِّي وَإِلَهِي
“Rabbi wa Ilahi!” (Ya Tuhanku dan Ilahku)
Sejak saat itu, Thomas Si Peragu tidak pernah sama lagi. Ia menjadi salah satu rasul Kristus yang terbukti kesetiaan imannya sampai akhir hidupnya. Keteladanan yang patut di contoh oleh setiap pengikut Kristus.
Lalu bagaimana umat Kristen sendiri harus menanggapi permintaan untuk menunjukkan satu ayat yang berisi pengakuan Yesus bahwa Dia adalah Allah dan harus disembah...?
Ada beberapa pokok pikiran di bawah ini yang bisa menjadi bahan pertimbangan bagi mereka yang jujur dan obyektif.
Pertama, Kitab Suci tidak boleh dipahami menurut kehendak sendiri tanpa memperhatikan konteks historisnya. Sebagai konsekuensinya, pemahaman kita tidak selalu cocok dengan Kitab Suci. Kita sebagai pembaca kitab suci yang harus menyesuaikan pemahaman kita dengan kitab suci. Lebih esensial lagi, manusialah yang harus tunduk pada firman Tuhan, dan bukan firman-Nya yang harus dipaksakan cocok dengan keinginan dan pikiran-pikiran kita.
Untuk memberi gambaran pada teman-teman Muslim, saya akan memberi contoh tentang mukjizat nabi Muhammad. Di dalam Islam, soal kemukjizatan Muhammad ini masih menjadi topik yang kontroversial. Sarjana-sarjana Islam modern, berdasarkan telaah terhadap Qur’an, meyakini bahwa nabi Muhammad sama sekali tidak melakukan mukjizat (nabiyyun bilâ mu`jizah/nabi tanpa mukjizat). Husayn Haikal misalnya, penulis sejarah hidup Muhammad yang berjudul “Hayat Muhammad”, menolak kisah-kisah mukjizat yang disandarkan pada Muhammad. Menurutnya, mukjizat Muhammad adalah kitab suci al-Qur’an.
Pernyataan Haikal tersebut berdasarkan catatan Qur’an sendiri dalam surah al‘Ankabut ayat 50 yang berbunyi:
Dan orang-orang kafir Mekah berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu terserah kepada Allah. Dan sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata".
Tantangan orang kafir Mekkah kepada Muhammad untuk melakukan mukjizat tersebut hanya dijawab oleh nabi Muhammad bahwa itu adalah urusan Tuhan. Sedang beliau hanyalah pemberi peringatan. Tantangan tersebut muncul beberapa kali dalam Qur’an yang juga dijawab dalam redaksi yang kurang lebih hampir sama seperti ayat diatas.
Dalam hal ini, saya mencoba memberikan contoh bagaimana pemahaman orang kafir Mekkah, bahwa bukti kenabian itu haruslah melakukan mukjizat. Kalau Muhammad tidak melakukan mukjizat, berarti dia bukanlah seorang nabi. Dalam hal ini, cara kerja Tuhan (menurut teologi Islam), dipaksa harus cocok dengan keyakinan orang kafir Mekkah. Kalau Tuhan (sekali lagi menurut teologi Islam) menghendaki bukti kenabian Muhammad dengan cara yang berbeda dengan yang dipahami oleh orang kafir Mekkah, lalu mereka mau apa...?
Contoh diatas saya berikan bukan berarti saya setuju dengan konsep kenabian dalam Islam. Namun saya hanya ingin memberikan gambaran pada mereka yang menuntut agar Tuhan harus cocok dengan pola pikir dan kemauan mereka. Manusia tidak mungkin membatasi penyataan diri Allah dalam sejarah maupun melalui firman-Nya.
Demikian juga terkait tuntutan sebagian kelompok yang memang biasanya hanya setengah-setengah dalam berteologi. Alkitab memang tidak pernah mencatat pernyataan Yesus: Ana Huwa Allah fa’buduni! (Aku adalah Allah, maka sembahlah Aku). Namun dalam cara-Nya yang sesuai dengan konteks historisnya, Alkitab berulang kali mencatat pengakuan Yesus akan keilahian-Nya.
Kenyataan ini justru membuktikan bahwa Alkitab bukanlah kitab dongeng, karena sesuai dengan konteks historis pada jamannya. Dan juga membuktikan bahwa kitab Injil berasal dari latar belakang Perjanjian Lama dan ditulis pada abad pertama dalam lingkungan keagamaan Perjanjian Lama. Fakta ini harus dipahami oleh mereka yang sungguh-sungguh ingin mempelajari iman Kristen secara jujur.
Menurut keseluruhan teologi Perjanjian Lama, tidak ada yang Ilah kecuali Allah sendiri. Hal ini sesuai dengan perintah Tuhan dalam kitab Taurat:
לא יהיה־לך אלהים אחרים על־פני
Lo Yihye lekha Elohim Akherim al-panay (Jangan ada padamu ilah lain di hadapan-Ku)
Berdasarkan ayat diatas, segala penyataan ilahi dalam Perjanjian Lama harus dipandang sebagai penyataan diri Allah sendiri. Dengan demikian justru menegaskan keesaan Allah, bahwa tidak ada ilah lain selain Allah Yang Esa. Sehingga jika Yesus menyatakan sifat-sifat Ilahi, maka Yesus harus dipandang sebagai manifestasi Allah sendiri. Lebih konkrit lagi, Yesus Kristus adalah Allah sendiri.
(As-Sayyid al-Masih huwa al-Ilah al-Kalimatu al-Mutajassid / Tuhan Yesus Kristus adalah Allah, Sang Firman Yang Menjadi Manusia).
** Berikut adalah sabda-sabda Yesus yang menyatakan Keilahian-Nya **
1. Yesus Kristus Menyatakan Kekekalan-Nya
Kitab Injil menceritakan sebuah peristiwa ketika Yesus menegur sikap orang Yahudi dari kelompok Farisi yang menolak pewartaan Yesus. Mereka menolak Yesus karena Yesus menyatakan bahwa siapa saja yang mendengarkan firman-Nya (percaya pada Yesus), maka tidak akan mengalami maut selama-lamanya. Menurut mereka, Abraham dan para nabi telah mati. Sehingga apakah Yesus lebih besar dari Abraham, leluhur jasmani dari orang Yahudi.
Lalu dalam percakapan tersebut, Yesus menyatakan hakekat keilahian-Nya pada orang-orang Farisi:
“الْحَقَّ الْحَقَّ أَقُولُ لَكُمْ: قَبْلَ أَنْ يَكُونَ إِبْرَاهِيمُ أَنَا كَائِنٌ
al-haqqo al-haqqo aqulu lakum: Qabla an yakuna Ibrohim Ana Ka’inu
Artinya:
Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, sebelum Ibrahim jadi (genesthai), Aku Ada (Ego Eimi)
Perkataan yang keluar dari lisan Kristus itu jelas mengagetkan sebagian orang Farisi yang hanya sibuk mengurusi detail-detail hukum-hukum agama, tetapi tidak pernah mempelajari dengan cermat Hakekat Sang Mesias menurut Kitab Suci. Demi mendengar perkataan Yesus itu, orang-orang Farisi hendak melempari Yesus dengan batu, hukuman yang diperuntukkan bagi mereka yang menghujat Tuhan dengan cara menyamakan diri-Nya dengan Allah (Imamat 24:16).
Ya, pernyataan Yesus yang dicatat dalam Injil Yohanes 8:58 itu memang menyatakan hakekat keilahian-Nya sebagai Firman Allah (Kalimatullah) yang adalah Allah sendiri. Untuk membantu melihat latar belakang teologis ayat tersebut, kita bisa melacaknya dari Targum, terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Aramaik yang sering digunakan oleh orang Yahudi pada jaman Yesus sendiri.
Namun sebelum itu kita akan melihat ungkapan Yesus yang oleh Yohanes ditulis dalam bahasa Yunani, yang ternyata sejajar dengan pernyataan Allah sendiri dalam Perjanjian Lama.
Keluaran 3:14
ויאמר אלהים אל־משׁה אהיה אשׁר אהיה ויאמר כה תאמר לבני ישׂראל אהיה שׁלחני אליכם
Wayyomer Elohim el-moshe: Ehyeh Asyer Ehyer, wayyomer koh tomar livne Yisra'el Ehyeh syelakhani aleykem
Artinya:
Firman Allah kepada Musa: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu."
Kita akan membandingkan ayat diatas dalam Septuaginta, terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani yang juga digunakan oleh Jemaat Kristen mula-mula.
καὶ εἶπεν ὁ θεὸς πρὸς Μωυσῆν ἐγώ εἰμι ὁ ὤν καὶ εἶπεν οὕτως ἐρεῖς τοῖς υἱοῖς Ισραηλ ὁ ὢν ἀπέσταλκέν με πρὸς ὑμᾶς
Kai eipen ho theos pros Mousen Ego Eimi Ho On kai eipen outos ereis tois huios Israel Ho On apestalken me pros humas
Dalam Septuaginta, pernyataan Allah “Ehyeh Asyer Ehyeh” di dalam bahasa Ibrani dibaca “Ego Eimi Ho On”. Selanjutnya dalam seluruh teks Perjanjian Lama, ungkapan Ego Eimi (Yunani) atau Ani Hu (Ibrani), menjadi ungkapan khas yang digunakan untuk menunjuk Hakekat Allah sendiri dengan segenap kuasa dan kemuliaan-Nya. Satu contoh lagi tentang hal ini dapat dilihat dalam kitab Ulangan 32:39
ראו עתה כי אני אני הוא ואין אלהים עמדי אני אמית ואחיה מחצתי ואני ארפא ואין מידי מציל
re'u 'atta ki Ani Hu we'eyn Elohim 'immadi ani amit wa'akhayyeh makhatsti wa ani erfa wa eyn miyyadi matstsil
Artinya:
Lihatlah sekarang, bahwa Aku, Akulah Dia. Tidak ada Allah kecuali Aku. Akulah yang mematikan dan yang menghidupkan, Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan, dan seorangpun tidak ada yang dapat melepaskan dari tangan-Ku.
Dalam ayat diatas, ungkapan “Akulah Dia (Ani Hu)”, diterjemahkan menjadi “Ego Eimi” dalam Septuaginta. Anda bisa melihat contoh-contoh lain tentang hal ini dalam Keluaran 7:5; 14:4; 16:2; 29:46. Pernyataan Yesus bahwa Dia adalah Sang Ego Eimi itulah yang menyebabkan orang Yahudi hendak melempari-Nya dengan batu.
Tentu yang dimaksud Yesus bukan menunjuk kemanusiaan dalam inkarnasi-Nya. Tetapi menunjuk Kodrat asal-Nya sebagai Sang Firman Allah sendiri yang kekal. Kajian historis-teologis tentang makna dari frase ‘Firman Allah’ dalam Injil Yohanes ini sangat menarik dilakukan. Para ahli dulu pernah menyangka bahwa Injil Yohanes terpengaruh oleh filsafat Yunani terkait ungkapan ‘Logos’ di awal Injilnya. Namun ternyata dibuktikan, bahwa Yohanes hanya menggunakan terminologi tersebut tanpa memaknainya sama seperti ‘Logos’ dalam filsafat Yunani yang jelas-jelas jauh berbeda dengan ‘Logos’ dalam Alkitab. Istilah yang sama memang belum membuktikan bahwa makna dibalik penggunaan istilah tersebut juga sama diantara masing-masing kelompok.
Sekarang justru dibuktikan bahwa ungkapan ‘Logos (Firman)’ dalam Injil Yohanes itu dilatarbelakangi oleh Targum, terjemahan Perjanjian Lama berbahasa Aramaik. Di dalam Targum, ketika ada ayat-ayat yang berbicara tentang Allah yang berelasi dekat dengan umat-Nya, maka kata ‘YHWH’ itu diterjemahkan menjadi ‘Memra Alaha (Firman Allah)’. Maksudnya untuk menjaga transendensi Allah yang benar-benar dijaga dalam Yudaisme.
Ketika saya mempelajari sendiri kitab Targum tersebut, saya memang menjumpai ungkapan ‘Memra Alaha’ (The Word of The Lord), untuk menerjemahkan kata ‘YHWH’. Seperti misalnya ayat dalam Keluaran 3:14, Targum Yerusalem menerjemahkan teks Ibrani tersebut sebagai berikut:
And the Word of the Lord said to Mosheh, He who spake to the world, Be, and it was; and who will speak to it, Be, and it will be. And he said, thus shalt thou speak to the sons of Israel, EHEYEH hath sent me unto you.
Anda dapat membandingkan terjemahan Targum diatas dengan teks Ibrani dari Keluaran 3:14. Teks Ibrani menuliskan ‘Dan Elohim berkata kepada Musa’. Tetapi di dalam Targum, ayat tersebut diterjemahkan ‘and The Word of The Lord (Memra Alaha/Kalimatullah) berbicara kepada Musa’. Melaluinya kita bisa melihat bahwa ungkapan ‘Firman Allah’ itu menunjuk kepada ‘YHWH/Elohim’ sendiri dalam pernyataan diri-Nya pada umat-Nya.
Jadi disimpulkan bahwa ketika Yesus berkata ‘Ego Eimi’, Yesus hendak menyatakan pada orang Farisi bahwa Ia adalah ‘Sang Firman YHWH’ seperti yang dinyatakan dalam Targum. Ungkapan itu jelas menunjuk pada Pribadi YHWH sendiri dalam hakekat-Nya yang kekal. Tidak ada seorang manusia atau nabi besar manapun yang pernah menyatakan hal sedemikian kecuali Yesus Kristus sendiri. Menurut Anba Yuanis, seorang Teolog dari gereja Orthodoks Koptik: ‘’Allah wahdahu yattashifu bi al‘azaliyyah wa al-‘abadiyyah (artinya: Hanya Allah sendirilah yang memiliki sifat kekal dan abadi).’’
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa Yesus mengakui keilahian-Nya. Dan seperti yang saya tuliskan diatas, pengakuan Yesus tersebut harus dilihat dalam kerangka monotheisme Perjanjian Lama. Bahwa tidak ada seorangpun yang disebut Ilahi dalam makna yang sebenarnya, kecuali Allah sendiri. Sehingga jika Yesus menyatakan sifat keilahian-Nya, maka itu berarti Yesus mengakui bahwa Ia adalah Allah sendiri dalam hakekat-Nya.
2. Yesus menyatakan bahwa Ia Maha Hadir
Sifat Maha Hadir adalah sifat yang yang hanya dimiliki oleh Allah sendiri. Tidak ada seorang makhluk atau ciptaan yang dapat berada di tempat yang berbeda-beda pada waktu bersamaan (Fi kulli makan fi waqt wahid). Kitab Injil berulangkali mencatat sabda Yesus yang menyatakan kesanggupan-Nya untuk senantiasa hadir dimanapun orang percaya ada.
Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka. (Matius 18:20)
Paling tidak ada dua hal dari sabda Yesus diatas yang bisa kita cermati sehubungan dengan keilahian-Nya. Pertama, berkumpul dalam nama Yesus. Tidak pernah ada tradisi kenabian Perjanjian Lama yang menyatakan hal sedemikian. Sebab ungkapan “berkumpul dalam nama” itu berkaitan dengan hubungan pada Tuhan sendiri. Dengan demikian, Yesus menyatakan diri-Nya lebih dari sekedar manusia. Ia adalah manifestasi Allah sendiri dalam daging.
Kedua adalah pernyataan-Nya bahwa Ia akan hadir dimanapun orang percaya berada. Hal ini jelas menyatakan keilahian-Nya sebagai yang Maha Hadir. Terlebih lagi kalau kita melihat latar belakang keagamaan Yahudi dari perkataan Yesus tersebut. David Stern, seorang Yahudi yang percaya pada Yesus sebagai Mesias, menulis latar belakang sabda Yesus tersebut dalam komentarinya: Jewish New Testament Commentary. Menurut Dr. Stern, sabda Yesus tersebut dilatar belakangi oleh literature keagamaan dalam Mishnah yang tertulis:
Bila dua orang duduk bersama, dan kata-kata yang mereka ucapkan adalah Torah, maka Shekinah ada di tengah-tengah mereka.
Shekinah adalah manifestasi kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya. Ternyata Yesus menafsirkan kembali perkataan para rabbi Yahudi dan menerapkannya pada diri-Nya sendiri. Bahwa Ia sendirilah Shekinah Allah yang kini hadir dalam di tengah-tengah umat-Nya. Pernyataan ini jelas membuktikan bahwa Yesus menyatakan diri-Nya adalah Allah sendiri. Tentu sekali lagi bukan menunjuk wujud Manusia-Nya yang baru ada ketika inkarnasi-Nya.
** Penjelasan sederhana tentang Shekinah **
Firman
itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat
kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal
Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. (Yohanes 1:14)
Ungkapan diatas menggenapi janji Tuhan kepada umat-Nya dalam kitab Taurat. Pada jaman Musa, Tuhan menjanjikan bahwa Ia akan tinggal di tengah-tengah umat-Nya.
Keluaran 29:45
ושׁכנתי בתוך בני ישׂראל והייתי להם לאלהים
We syakanti betokh bene Yisra'el we hayiti lahem le'lohim.
Artinya:
Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel dan Aku akan menjadi Allah mereka.
Janji Tuhan pada umat-Nya tersebut berdimensi historis pada jaman mereka, tetapi sekaligus berdimensi eskatologis. Yakni terkait akan hadirnya Sang Juruselamat yang akan memulihkan seluruh tatanan ciptaan Allah yang telah rusak akibat kejatuhan. Kalimat ‘diam diantara kita’ dalam Injil Yohanes 14, adalah ‘eskenosen’ dalam bahasa Yunani. Berasal dari kata kerja ‘skeno’. Di dalam Septuaginta, terjemahan Perjanjian Lama berbahasa Yunani, kata skeno digunakan untuk menerjemahkan kata kerja Ibrani ‘syakan’, dan kata bendanya ‘misykan’ yang diterjemahkan menjadi ‘tabernacle’ dalam bahasa Inggris.
Selain itu dalam Targum, terjemahan paraphrase berbahasa Aram dari Perjanjian Lama, kata Shekinah bermakna kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya yang bisa dirasakan secara inderawi oleh umat-Nya dengan cara yang istimewa. Berikut saya sajikan dua kutipan dalam Targum Onkelos dan Targum Jonathan yang bisa dibandingkan dengan teks Ibrani dari Keluaran 29:45 diatas:
And I will cause My Shekinah to dwell in the midst of the sons of Israel, and I will be their God. (Targum Onkelos)
And My Shekinah shall dwell in the midst of the sons of Israel, and I will be their God. (Targum Jonathan)
Pernyataan Tuhan dalam kitab Taurat yang berbunyi: ‘Aku akan diam ditengah-tengah orang Israel’, diterjemahkan dalam Targum menjadi: ‘Shekinah-Ku akan diam ditengah-tengah anak-anak Israel’. Melalui terjemahan Targum diatas, kita bisa melihat bahwa ‘Shekinah’ identik dengan Tuhan sendiri dalam pernyataan-Nya yang bisa diindera oleh umat-Nya. Dalam konteks inilah, Roh Kudus memberikan pengilhaman pada Yohanes sesuai dengan latar belakang Perjanjian Lama, bahwa ‘Firman yang menjadi Manusia’ itulah Shekinah Allah yang menyejarah ditengah-tengah umat-Nya. Lebih gamblang lagi, inkarnasi (Arab: Tajassud) Yesus Kristus adalah manifestasi kehadiran Allah secara penuh ditengah-tengah umat-Nya.
Melalui Yesus Kristus, umat manusia merasakan kehadiran Allah secara nyata. Allah yang bersemayam dalam terang tak terhampiri (1 Timotius 6:6), kini dekat menyapa umat-Nya melalui Pribadi Yesus Kristus (Yohanes 14:9). Inkarnasi Sang Firman Allah menggenapi semua janji Allah dalam Perjanjian Lama. Peristiwa akbar ini memang menarik untuk direnungkan oleh semua manusia. Menarik jika kita melihat ungkapan dari St. Kirilos dari Yerusalem ketika menyinggung hal ini dalam kotbahnya:
wal yurannimu lahu kullu lisan, wal yusabbihu al-jami’ wa yumajjidu ath-thifl al-Ilah. Ath-Thiflu ash-shagir wa huwa (Qadim al-ayyam Dan 7:9). Ath-Thiflu ar-radhi’u wa huwa (Khaliq al-alamiin: Ibrani 1:2).
Artinya:
Nyanyilah bagi Dia hai segala lidah, bertasbihlah dan muliakanlah Bayi yang adalah (Firman) Allah itu sendiri. Bayi mungil namun sekaligus Dia yang disebut “Attiq Yomim”, yang hari-hari-Nya tak berkesudahan (Daniel 7:9). Bayi yang menyusu itu jugalah Dia Sang Pencipta alam semesta (Ibrani 1:2).
Melalui peristiwa tersebut, seolah-olah Tuhan hendak menantang kesombongan manusia yang selalu menempatkan akal diatas segalanya. Manusia lupa bahwa Tuhanlah yang menciptakan akal yang seharusnya digunakan juga untuk melayani-Nya. Melalui Natal, manusia yang bodoh ini harus berhadapan dengan kejeniusan Sang Pencipta. Manusia yang kecil dan lemah ini harus berhadapan dengan kebesaran dan keperkasaan Allah. Sebaliknya dari pihak Allah, Dia yang tak terbatas memilih untuk membatasi diri-Nya. Dia yang tak tersentuh oleh maut memilih untuk merasakan maut demi kita manusia.
Contoh kedua dapat kita lihat dalam Matius 28:20, perkataan yang diucapkan Yesus sebelum kenaikan-Nya ke Surga.
dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku perintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.
Setelah perintah untuk memberitakan Injil pada semua suku-suku bangsa (panta ta ethne), Yesus memberikan jaminan penyertaan-Nya pada mereka. Bahwa Ia tidak hanya akan bersama murid-murid-Nya, tetapi juga murid-murid dan orang percaya pada generasi-generasi selanjutnya sampai kesudahan jaman. Sekali lagi tidak ada seorang nabi besar manapun di dunia ini yang berani berkata seperti Yesus. Sekali lagi Yesus menyatakan keilahian-Nya.
Dua hal diatas (Kekekalan dan Kemahahadiran) saya kira cukup untuk menjadi bahan renungan bagi mereka yang mempertanyakan pengakuan Yesus sebagai Allah. Hanya mereka yang memiliki hati yang jujurlah yang akan berhenti mengajukan tuntutannya soal pengakuan Yesus bahwa diri-Nya Allah.
Kedua, tuntutan sebagian kelompok agar umat Kristen membuktikan pengakuan Yesus adalah Allah, bisa dijawab dengan merujuk pada Perjanjian Lama sendiri yang berbicara tentang hakekat Sang Mesias. Siapakah Sang Mesias yang dinyatakan dalam Perjanjian Lama. Ia digelari dengan gelar-gelar Ilahi. Seperti Yang Kekal (Mikha 5:1). Allah Yang Perkasa dan Ajaib (Yesaya 9:5). Memiliki kekuasaan kekal yang tidak pernah berakhir (Daniel 7:13-14). Hal-hal ini jelas tidak mungkin diterapkan pada manusia atau nabi siapapun. Hanya Sang Mesias yang adalah inkarnasi dari Firman Allah sendirilah yang berhak menyandang gelar-gelar tersebut.
** Kesimpulan **
Apa yang sudah dinyatakan diatas kiranya bisa menjadi bahan kajian lebih mendalam bagi kita semua. Baik yang sudah percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah sendiri dalam hakekat-Nya sebagai Memra Alaha (Kalimatullah). Ataupun bagi mereka yang ingin mengetahui lebih dalam lagi ajaran iman Kristen, terutama tentang sosok Yesus Kristus yang menjadi sentral dalam iman Kristen.
Pada akhirnya, saya mengajak seluruh umat Kristen di bawah kolong langit ini, untuk bersama-sama satu suara membaca Pengakuan Iman yang sejak semula diteruskan tanpa putus oleh rasul-rasul Kristus pada gereja-Nya sampai hari ini:
نؤمن ان ربنا و الهنا ومخلصنا يسوع المسيح, الكلمة المتجسد, هو كامل فى لاهوته, و كامل فى ناسوته
"Nu'minu anna Rabbana wa Ilahana wa Mukhallishona Yasu' Al-Masih, A-Kalimah al-Mutajassad, Huwa Kamilun fi Lahutihi, wa Kamilun fi nasutihi"
Artinya:
"Kami Percaya Bahwa Yesus Kristus yang adalah Tuhan, Allah dan Juruselamat Kami, Yakni Sang Firman Yang Menjadi Manusia, Sempurna Dalam Keilahian-Nya (Firman Allah), dan Juga Sempurna Dalam Kemanusiaan-Nya"
TUHAN Yesus memberkati
**) Dirangkum dari artikel Leonardo Winarto yang berjudul Tunjukan Pada Saya Dimana Kristus berkata "Aku adalah Allah maka sembahlah Aku".
Sekarang setelah Anda merasa berhasil menjawab permintaan "Tunjukkan kepada saya..." silakan jawab: Jika pemujaan terhadap "ketuhanan" Yesus begitu sentral dalam ajaran Kristen, mengapa mencari dalilnya seperti mencari jarum di antara jerami? Sesuatu yang sentral harusnnya berada di sekujur tubuh kitab. Toh bila mukjizat2 Muhammad selain Al-Qur'an bisa ditolak keberadaannya, maka mukjizat2 yg lain itu memang tidak sentral dalam doktrin tauhid Islam. Please, berhentilah mencari jarum-jarum lain di tumpukan jerami. Bisa2 ada kobra di sana.
BalasHapusMencari dalil penyembahan kpd Kristus didalam Alkitab dibutuhkan oleh mereka yg meragukan Ketuhanan dan Keilahian Yesus termasuk kelompok2 yg selalu menolak eksistensi Yesus sebagai Anak Allah.
HapusBahkan mereka yg baru mengenal Yesus pun membutuhkan dalil0dalil itu sebagai bahan ajaran.