Apakah Alkitab Adalah Buku Immoral?
(Is the Bible an Immoral Book? *)
Oleh: Dr. W.A. Criswell
Diadaptasi: Dr. Eddy Peter Purwanto
Apakah ini berarti saya memaafkan/memaklumi pengajaran-pengajaran yang tidak pantas jika saya percaya bahwa Alkitab secara literal benar? Beberapa orang menginginkan saya berpikir demikian. Salah satu fitnahan dari sebagian orang yang menghina dan mentertawakan Alkitab adalah mengatakan bahwa Kitab Suci ini penuh dengan kecacatan moral. Para pengejek ini mengaku menjadi sangat dikejutkan oleh banyaknya pengajaran immoralitas yang ditemukan dalam Alkitab, seolah-olah para pembaca literatur modern, misalnya novel modern, cerita fiksi, dan drama dapat dikejutkan dengan apa yang mereka temukan di dalam Alkitab. Meskipun demikian, ini adalah salah satu anak panah yang melesat dengan cepat menembus tubuh dari Firman Allah yang suci ini.
Salah satu immoralitas yang mereka tunjukkan berhubungan dengan perintah Allah yang ekstrim terhadap bangsa Kanaan kuno. Perintah itu dapat ditemukan dalam Yosua 6:17. Tidak ada keraguan tentang hal itu: perang suci dilaksanakan oleh bangsa Israel sebagai perintah Tuhan adalah benar-benar mengarah kepada pemusnahan bangsa Kanaan kuno ini.
Dan kota itu dengan segala isinya akan dikhususkan bagi TUHAN untuk dimusnahkan; hanya Rahab, perempuan sundal itu, akan tetap hidup, ia dengan semua orang yang bersama-sama dengan dia dalam rumah itu, karena ia telah menyembunyikan orang suruhan yang kita suruh. (Yosua 6:17)
Alasan untuk perintah ini berasal dari Tuhan sangatlah nyata. Ini dikarenakan oleh karena kejahatan orang Kanaan sudah mencapai puncaknya. Kultur agama tanah Palestina pada milenium kedua SM dianggap telah jahat, rusak dan menyesatkan. Ini secara terus menerus diungkapkan oleh penemuan-penemuan arkeologia berhubungan dengan praktik-praktik agama Kanaan.
Pembinasaan agama dan kultur ini dipresentasikan dalam Perjanjian Lama untuk menunjukkan kemarahan suci Allah. Yang diperlukan bagi kerusakan moral yang memenuhi kehidupan orang-orang Kanaan sebelum Israel menaklukkan tanah itu bukanlah penyataan kasih Allah, namun yang diperlukan adalah manifestasi kesucian dan murka-Nya. Perawatan penyakit tertentu adalah satu-satunya kunci untuk penyembuhan. Oleh sebab itu, pembinasaan Kanaan adalah demi kelangsungan keturunan seluruh bangsa yang hidup disana supaya tidak menyembah ilah yang menyesatkan.
** Allah yang Murka dan yang Menghakimi **
Namun semua ini membawa kepada doktrin tentang berbagai penghakiman dari Allah yang mahakuasa. Apakah Allah yang adalah Allah yang murka sama dengan Allah yang mengasihi?
Jelas menurut Kitab Suci, Allah adalah kasih. Namun apakah Allah juga adalah Hakim yang menghakimi dosa?
Benar. Jika keadilan Allah ditunjukkan dengan menghukum orang-orang berdosa untuk menunjukkan kebenaran-Nya sendiri seperti dalam Roma 3:5, 19 dan 2 Tesalonika 1:5-10, itu akan membuat picik untuk memprotes menentang penghakiman terhadap orang-orang berdosa dalam Perjanjian Lama. Namun, apakah sentimental manusia adalah ukuran untuk kebenaran Allah?
Pembinasaan Kanaan adalah suatu visitasi dari sorga atas dosa-dosa umat manusia.
Tidak ada bukti bahwa Yesus menemukan kesulitan dalam mengidentifikasi Allah yang murka dari Perjanjian Lama dengan Allah Perjanjian Baru. Allah Bapa dalam Perjanjian Baru adalah Allah yang menghakimi. Kristus telah menanggalkan ide bahwa pandangan tentang Allah Perjanjian Lama dan murka-Nya berbeda dengan pandangan tentang Allah yang mengasihi dalam Perjanjian Baru.
Dalam beberapa peristiwa, bahkan setelah wahyu tentang pribadi Allah dan keberadaan-Nya di dalam Kristus lebih penuh, kita akan menemukan dalam Perjanjian Baru bahwa murka Allah bahkan lebih jelas lagi di dalam Perjanjian Baru dari pada dalam Perjanjian Lama. Kita dapat membaca perkataan-perkataan Kristus dalam Matius 23 dan perkataan-perkataan dalam Kitab Wahyu untuk melihat bahwa Allah yang benar atas sorga dan bumi adalah satu-satunya yang benar yang berhak menghakimi orang-orang fasik.
Kritik moral lain terhadap Alkitab ditemukan dalam Keluaran yang berhubungan dengan pengerasan hati Firaun. Para pengkritik berkata bahwa jika Allah telah mengeraskan hati Firaun, maka konsekuwensi dari fakta ini adalah bahwa Allah sendiri yang harus bertanggung jawab atas dosa Firaun dan bahwa tidaklah adil menuntut pertanggungjawaban dari dosa itu kepada Firaun dan menghukumnya karena alasan itu. Jika Allah yang telah melakukannya, kata mereka, maka Allah yang bertanggung jawab dan harus dimintai pertanggungjawaban. Karena Allah yang membuat orang yang rindu mengenal dan melakukan kehendak Allah itu, menjadi mengeraskan hatinya, dan kemudian menundukkan dia untuk tidak melakukan kehendak Allah, maka sesungguhnya tidaklah mungkin untuk membenarkan sebagian tindakan Allah ini.
Bagaimanapun, ketika kita membaca kisah ini kita berada di dunia yang sama sekali berbeda dengan apa yang para pengritik katakan.
Pertama, Firaun bukanlah orang yang ingin atau rindu mentaati Allah. Mula-mula bukan Allah yang mengeraskan hati Firaun, namun Firaun sendirilah yang mengeraskan hatinya. Dalam Keluaran 5:1-2 kita diberitahu bahwa Musa dan Harun menghadap Firaun dengan membawa berita dari Yehova dan Firaun menolak dengan tegas dan menentang untuk mempertimbangkan atau mentaati Allah. Responnya terhadap keramahan Musa, Firaun memberi dirinya sendiri untuk bertindak lebih kejam dan mengerikan terhadap bangsa Israel (ayat 5-14). Dalam Keluaran 7:10 dan ayat-ayat berikutnya kita melihat Musa dan Harun melakukan tanda-tanda mujizat di depan Firaun untuk membuktikan bahwa mereka adalah para utusan dari Allah. Firaun tidak mau memperhatikannya, namun malah sebaliknya, ia semakin mengeraskan hatinya menentang Tuhan.
Allah tidak mengeraskan hati Firaun, namun Firaun sendiri yang terlebih dahulu mengeraskan hatinya sendiri. Allah membiarkan Firaun untuk meningkatkan kehendaknya yang suka melawan itu. Ini adalah berita yang bersifat universal. Jika manusia memilih untuk melakukan yang salah, Allah menyerahkan mereka kepada kesesatan itu (2 Tesalonika 2:9-12). Jika, dengan kekerasan hati dan keinginan hati yang cemar, manusia memilih dosa, maka akhirnya Allah menyerahkan mereka kepada dosa itu dengan diikuti oleh penghukuman atas semua itu (Roma 1:24-26).
Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis, dan akan disertai rupa-rupa perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-mujizat palsu, dengan rupa-rupa tipu daya jahat terhadap orang-orang yang harus binasa karena mereka tidak menerima dan mengasihi kebenaran yang dapat menyelamatkan mereka. Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta, supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan. (2 Tesalonika 2:9-12)
Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka. Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. (Roma 1:24-26)
** Mazmur Kutukan **
Sanggahan yang seringkali diajukan untuk menentang Alkitab didasarkan pada beberapa ucapan yang terdapat dalam apa yang disebut sebagai Mazmur kutukan. Mereka menunjukkan contoh seperti dalam Mazmur 58-59, 69, 79, 109, dan 137. Mereka berkata bahwa mereka melihat dalam Mazmur-Mazmur ini semangat balas dendam dan keinginan untuk melihat musuhnya dibinasakan bertentangan dengan pengajaran Tuhan kita. Di sini lagi, bagaimanapun, kita masuk ke dalam diskusi tentang doktrin murka dan penghakiman Allah. Perhatikanlah Roma 3:10-18. Di sana Paulus sendiri menggunakan bahasa dari Mazmur-Mazmur ini untuk menuntut musuh-musuh Allah yang berdosa dengan menyerahkan mereka kepada murka Allah.
Kita harus ingat bahwa kadang-kadang di dalam Mazmur kita menemukan apa yang Allah katakan kepada manusia dan kadang-kadang kita juga menemukan apa yang manusia katakan kepada Allah. Dalam semua perikop dari apa yang disebut Mazmur kutukan ini adalah apa yang manusia ungkapkan kepada Allah. Kepada Allah mereka mengungkapkan penderitaan dan kesusahan hati mereka dan kepada Allah mereka berseru agar Allah yang membalaskan kejahatan musuh-musuh mereka.
Contoh ini persis seperti apa yang Perjanjian Baru perintahkan kepada kita yaitu untuk menyerahkan orang-orang yang berbuat salah kepada kita: yaitu kita harus berseru kepada Allah dan menyerahkan masalah kita itu kepada Tuhan. Pembalasan adalah milik yang Mahakuasa dan Ia yang akan membalaskan.
Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. (Roma 12:19).
Dalam Mazmur-Mazmur kutukan ini, banyak kasus bila bukan semua, yang menggunakan tensis imperative dalam terjemahan bahasa Inggris, membuat kata-kata dalam ungkapan ini nampak seperti suatu kutukan murni, namun di dalam tensis bahasa Ibraninya adalah future. Ini mengindikasikan bahwa kata-kata ini berisi nubuatan peringatan berhubungan dengan berbagai macam penghakiman yang pasti akan terjadi suatu hari nanti yang akan dijatuhkan atas orang-orang jahat, entah itu secara individu maupun bagi bangsa-bangsa, kecuali mereka bertobat. Seluruh nada dari Mazmur ini mengarah ke arah ini. Mazmur-Mazmur kutukan mengumumkan nasib orang-orang fasik atau yang tidak mengenal Allah ketika penghakiman akhir tiba.
Hai puteri Babel, yang suka melakukan kekerasan, berbahagialah orang yang membalas kepadamu perbuatan-perbuatan yang kaulakukan kepada kami!
Berbahagialah orang yang menangkap dan memecahkan anak-anakmu pada bukit batu!
Mazmur 137:8-9
Kata-kata diatas kedengarannya seperti kejam menentang musuh-musuh Israel. Ucapan yang sesungguhnya adalah nubuatan tentang akan datangnya hari kejatuhan atas bangsa-bangsa yang bersukacita atas penghancuran yang mereka lakukan terhadap Israel. Khususnya di dalam Mazmur ini mengumumkan visitasi yang sangat mengerikan yang akan menimpa Babel oleh karena cara Babel memperlakukan umat Allah. Babel sama seperti Edom yang menuai apa yang mereka telah tabur. Mereka akan diperbudak oleh bangsa lain sebagaimana mereka pernah memperbudak Israel. Ini adalah cara mengungkapkan nubuatan tentang apa yang sesungguhnya akan terjadi di Babel. Kita menemukan nubuatan tentang penghukuman atas Babel yang persis seperti itu dan bahkan lebih mengerikan dalam Yesaya 13:13-18. Renungkanlah Wahyu 18:1-24.
Para pengkritik segera mengajukan dugaan kecacatan moral lain dalam Alkitab berhubungan dengan kisah Saul dan khususnya dalam 1 Samuel 16:14 dimana Alkitab berkata bahwa "Tetapi Roh TUHAN telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang dari pada TUHAN."
Apa yang dimaksud dengan "roh jahat" yang dari pada Tuhan ini?
Menurut konteksnya jelas bahwa ini adalah roh ketidakpuasan, kegelisahan, dan depresi. Konteks dari cerita ini sangatlah jelas dalam mempresentasikan penghukuman ini atas raja Israel itu. Saul telah menunjukkan pemberontakannya kepada Allah.
Ia dengan kehendaknya sendiri tidak mentaati Allah (1 Samuel 15:4-26). Sebagai konsekuensi dari ketidaktaatannya kepada Allah menyebabkan "Roh Tuhan" undur dari padanya, roh ketidakpuasan dan kegelisahan menghukumnya. Ketika kita membandingkan ini dengan apa yang kita ketahui tentang kehidupan manusia, kita menemukan bahwa tidak akan ada ketenangan ketika orang-orang berpaling dari Allah.
Ini adalah salah satu penghukuman dari Yang Mahakuasa bahwa ketika kita tidak mentaati hukum-hukum-Nya dan menolak kehendak-Nya, kita menjadi tidak tenang, tidak ada damai, patah semangat, dan penuh dengan keputus-asaan di dalam dosa kita. Seperti sakit di dalam tubuh kita, penghukuman ini memperingatkan kita bahwa kita telah melakukan sesuatu yang salah. Selanjutnya, jika kita menanggapi dengan benar tentang roh kegelisahan dan keputus-asaan ini, pertobatan akan mengikuti dan membawa kita kembali kepada Allah dan menikmati sukacita dari Roh Kudus.
Ada banyak orang pada hari ini yang telah mengenal sesuatu dari Roh Tuhan dan sukacita oleh karena melayani Kristus namun kemudian jatuh ke dalam dosa. Maka ia akan sangat menderita mengetahui kebenaran kata-kata dalam Alkitab bahwa roh jahat yang membuatnya tidak puas, gelisah, dan putus asa membawa mereka masuk ke dalam kesengsaraan karena perasaan tidak layak di hadapan Tuhan. Ketika kita tidak mentaati Allah, kita pasti menghadapi penghukuman. Ketika kita mentaati Allah dan bertobat berbalik kepada Allah, kita akan dipenuhi dengan sukacita oleh kesucian yang datang dari Allah.
** Kecacatan moral para tokoh Alkitab **
Ada orang yang mengaku sangat terganggu dengan apa yang disebut immoralitas yang ditemukan dalam diri para tokoh Alkitab. Alkitab tidak menyembunyikan sejarah dari beberapa orang yang menyimpang dari kebenaran Kitab Suci. Nuh yang mabuk, Abraham berbohong, Lot melakukan perbuatan yang memalukan, Yakub menipu saudaranya, Musa memukul karang, Daud berzinah, Petrus mengutuk dan bersumpah, dan bahkan Paulus dan Barnabas bertengkar berhubungan dengan Markus, dengan jujur dan terbuka ditunjukkan oleh Firman Allah. Allah tidak berusaha menyembunyikan semua itu untuk memuliakan para pahlawan iman.
Alkitab menghukum dosa dimanapun itu ditemukan (1 Yohanes 2:15-17; Roma 3:10-12). Ini termasuk kepada tokoh-tokoh besar Alkitab. Manusia mungkin memahami dosa hanya sebagai suatu kekhilafan, ketidak-sengajaan, namun Allah tidak melihatnya dengan cara seperti itu. Allah memandang dosa sebagai pelanggaran terhadap hukum-Nya di alam semesta ini. Manusia selalu mencoba untuk memaklumi pelanggaran-pelanggarannya. Namun Allah tidak demikian. Allah segera dan langsung mengumumkan penghukuman atas semua kejahatan kita, entah itu atas Adam ataupun Musa ataupun Daud. Tidak seperti semua buku lainnya, Alkitab menelanjangi manusia dari setiap alasan yang membenarkan perbuatan dosa dan menekankan tanggung jawab dan atas kejahatannya.
Penggambaran para tokoh Alkitab yang menyimpang dari tuntutan Kitab Suci menunjukkan kejujuran dan kebenaran Alkitab dalam setiap respeknya.
Allah tidak berusaha menyembunyikan ketidaksempurnaan dan kecacatan mereka. Tentu saja, manusia berusaha untuk menunjukkan keagungannya dengan menyembunyikan kekurangannya, namun Allah tidak demikian.
Hannibal, seorang jendral Kartago yang terkenal yang hidup kira-kira 200 SM, kehilangan salah satu matanya dalam suatu kampanye berbahaya yang membuat ia menjadi sangat terkenal. Kemudian dua orang seniman diminta untuk melukis dia, dan mereka ingin sekali menyembunyikan kecacatan fisik pada pahlawan mereka itu. Seniman yang satu melukis wajah pahlawan itu secara penuh namun memberikan dua mata yang indah untuk lukisan itu. Dan pelukis kedua melukis wajah pahlawannya yang terlihat dari samping dengan salah satu mata yang masih ada padanya. Namun sebenarnya kedua hasil lukisan itu adalah suatu penipuan. Anda tidak akan menemukan hal seperti itu di dalam Firman Allah. Allah merepresentasikan para tokoh Alkitab persis seperti apa mereka yang sebenarnya.
* Diterjemahkan dari Dr. W.A. Criswell, Why I Preach That the Bible Is Literally True, Nashville: Tennessee, 1965, hal. 55-61.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar