** Otoritas Kitab Suci didalam Teologi Kristen **
Inti dari iman Kristen adalah keyakinan bahwa Alkitab memiliki keunggulan dalam semua masalah iman dan perilaku. Kitab Suci adalah Kabar Baik yang ditulis dan diilhami secara ilahi tentang Yesus Kristus dan karena itu merupakan aturan otoritatif tertinggi untuk seluruh hidup kita. Apa yang diajarkan Alkitab, orang Kristen harus percaya. Apa yang Alkitab katakan kepada kita, harus kita lakukan. Tidak ada otoritas yang lebih tinggi dari Kitab Suci dan segala sesuatu yang orang Kristen percaya dan lakukan perlu disesuaikan dengan Alkitab.
Katolik Roma adalah sistem agama yang memiliki dasar yang berbeda. Ia memiliki Kitab Suci sampai batas tertentu, dan pada saat yang sama ia memiliki tradisinya sendiri. Alkitab hanyalah salah satu otoritas – tetapi bukan satu-satunya dan juga bukan yang tertinggi. Ini adalah salah satu di antara otoritas lainnya. Dalam doktrin Katolik Roma, seperti yang dijelaskan dalam Dei Verbum, dokumen Vatikan II tahun 1965 tentang Wahyu:
Wahyu Tuhan datang kepada kita dalam bentuk tradisi lisan yang mengambil dua bentuk: teks tertulis dari Alkitab dan suara hidup dari ajaran resmi gereja Katolik Roma.
Menurut pandangan ini, tradisi lebih dulu daripada Alkitab, lebih besar dari Alkitab, dan suaranya saat ini bukanlah teks Alkitab saja, melainkan ajaran gereja yang terus-menerus, apa pun yang diperjuangkannya. Alkitab tidak bisa menjadi otoritas tertinggi, tidak bisa mengajar, menegur, mengoreksi dan melatih karena itu bukan wahyu terakhir. Ada sesuatu yang lebih besar dari itu, dan ada sesuatu yang lebih relevan dari itu, yaitu tradisi yang disuarakan oleh gereja. Menurut Katolik Roma, Alkitab itu penting, tetapi tidak meyakinkan. Itu dikutip tetapi tidak menentukan. Ini adalah salah satu bentuk wahyu, tetapi bukan yang terakhir.
Terlebih lagi, pandangan Katolik tentang tradisi adalah "berkembang". Ia tumbuh dari waktu ke waktu dan "cenderung terus-menerus menuju kepenuhan kebenaran ilahi". Alkitab adalah titik awal tetapi bukan titik akhir. Tradisi diidentifikasikan seperti oleh denyut vital yang membuatnya berkembang dan berkembang. Mariologi adalah contoh yang sangat jelas tentang bagaimana tradisi tumbuh dalam Katolik Roma. Apa yang dapat diketahui dari Kitab Suci tentang Maria bukanlah akhir dan konteks Mariologi tetapi hanya permulaannya. Mariologi bekerja dan mengembangkan apa yang diketahui dalam hal apa yang benar sejauh menyangkut empat prinsip tradisi Mariologis.
Alkitab memberi kita gambaran yang jelas tentang ibu Yesus. Namun, Mariologi Katolik Roma berkembang menjadi doktrin yang sangat canggih yang menyebutnya "Pengacara, Auxiliatrix, Adjutrix dan Mediatrix". Ini semua adalah gelar Kristologis yang diturunkan kepada Maria. Apa yang Alkitab anggap berasal dari Yesus saja, gereja Roma menganggap Maria. Mengapa? Karena tradisi lebih diutamakan daripada Alkitab maka perkembangan Mariologis dapat mengalihkan perhatian umat Katolik Roma dari Tuhan Yesus. Tidak mengherankan bahwa dibanyak wilayah mayoritas Katolik Roma, kultus Maria dipraktekkan dan diutamakan lebih dari pada berdoa kepada Yesus.
Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa Yesus tidak berdosa, tetapi umat manusia lainnya berada dalam dosa. Gereja Katolik Roma, percaya bahwa Maria ibu-Nya juga dilindungi (dibebaskan) dari dosa asal sejak dalam kandungan ibunya. Ini bukanlah apa yang Alkitab katakan kepada kita, tetapi gereja Roma tidak bergantung pada Alkitab saja.
Menurut Roma, Wahyu Tuhan sedang berlangsung dan sepertinya diperlukan waktu 1900 tahun untuk menyatakan sebuah dogma baru, seperti halnya dengan dua dogma Maria, tetapi fakta bahwa Kitab Suci bukanlah otoritas final membuat sistem Katolik Roma menjadi sistem yang terus berkembang melampaui batas-batas alkitabiah. Intinya cukup jelas. Mariologi Katolik Roma tidak didasarkan pada Alkitab saja, Firman Tuhan yang tertulis, tetapi pada reservoir Wahyu ilahi yang jauh lebih luas dan lebih cair. Seperti yang dikatakan oleh pengkhotbah besar Welsh Martyn Lloyd-Jones (1899-1981), dalam Katolik Roma "bukanlah penyangkalan kebenaran yang terjadi melainkan penambahan kebenaran yang menjadi penyimpangan darinya".
Iman Protestan siap mengakui fakta bahwa perkembangan teologis terjadi dalam arti tertentu. Namun, seperti yang ditegaskan dengan tepat oleh Pengakuan Iman Westminster tahun 1647 (1,6):
Seluruh rencana Allah mengenai segala sesuatu yang perlu demi kemuliaan-Nya sendiri dan demi keselamatan, iman, serta kehidupan manusia, tercantum secara tersurat dalam Alkitab atau dapat dijabarkan dari Alkitab melalui penalaran yang tepat dan tak terelakkan.
Kapan pun, tidak satu pun boleh ditambahkan padanya, apakah oleh wahyu-wahyu baru dari Roh, atau oleh tradisi-tradisi manusia. Meskipun demikian, kami mengakui bahwa diperlukan penerangan batin oleh Roh Allah agar kita memahami hal-hal yang dinyatakan dalam Firman dan dengan demikian memperoleh keselamatan. Kami mengakui pula bahwa dalam ibadah kepada Allah dan dalam pemerintahan oleh Gereja terdapat situasi yang serupa dengan yang pada galibnya muncul dalam urusan manusiawi dan dalam masyarakat umum. Hal-hal seperti itu harus diatur dengan memakai terang kodrati dan kebijaksanaan Kristen, menurut kaidah-kaidah umum dalam Firman, yang senantiasa perlu diperhatikan.
Menurut pandangan ini, perkembangan dapat terjadi dalam pengertian "konsekuensi yang baik dan perlu" dan "pengurangan dari Kitab Suci", tetapi tidak ada penambahan yang dapat terjadi sejauh apa yang diajarkan oleh Alkitab dengan jelas.
** Perkembangan Mariologi **
Maria, ibu Yesus, tidak diragukan lagi adalah figur utama wanita dalam gereja Katolik Roma dan Ortodoks. Pengaruh religius Maria jauh melampaui bagian-bagian yang relatif sedikit di mana ia muncul di halaman-halaman Alkitab Kristen. Pada akhir abad kedua, Maria muncul sebagai sosok yang menarik dalam dirinya sendiri. Objek spekulasi teologis dan pernyataan doktrinal tentang dia mulai berkembang, Maria mulai dijadikan objek penerima doa dan tempat perlindungan yang terus berkembang hingga saat ini didalam gereja Katolik Roma dan Orthodox.
Sebelum membahas lebih jauh, saya akan memberikan doktrin Mariologi dalam gereja Katolik Roma yang berkembang disepanjang abad setelah kematian para rasul Kristus.
Dogma utama Mariologi:
- Maria perawan abadi (Perpetual Virgin)
- Maria bunda Allah (Theotokos) -- Konsili Efesus (431)
- Maria dikandung tanpa noda dosa (Immaculate Conception) -- Ineffabilis Deus (Paus Pius IX, 1854)
- Maria diangkat ke Surga -- Munificentissimus Deus (Paus Pius XII, 1950)
Doktrin Mariologi:
- Maria sebagai ratu surga
- Maria sebagai Tabut Perjanjian Baru
- Maria sebagai Co-Mediatrix (Bekerjasama dengan Yesus sebagai perantara Allah dan manusia)
- Maria sebagai Co-Redemptrix (Bekerjasama dengan Yesus sebagai Penebus Dosa)
Sebagai rasul terakhir yang meninggal, Yohanes meninggalkan jejak pengajaran yang menjadi dasar berkelanjutan Teologi Kekristenan dalam menghadapi rupa-rupa pengajaran, sebagian diantaranya sebagai berikut:
**) Tentang penyampaian ajaran tertulis
Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup--itulah yang kami tuliskan kepada kamu.
Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada kami.
Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus.
Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna.
1 Yohanes 1:1-4
**) Tentang penebusan dosa didalam Darah Kristus
Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. (1 Yohanes 1:7)
** Tentang perantara antara Allah Bapa dan manusia
Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia. (1 Yohanes 2:1-2)
**) Tentang anti Kristus
Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita. (1 Yohanes 2:18-19)
**) Tentang Docetisme yang menolak inkarnasi Firman sebagai manusia
Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah. (1 Yohanes 4:1-2)
**) Tentang Sabelianisme/Modalisme yang mengajarkan Allah Bapa adalah Yesus
Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia. Barangsiapa mengaku, bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah. (1 Yohanes 4:14-15)
Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. (1 Yohanes 5:11)
Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal. (1 Yohanes 5:20)
Surat Yohanes diatas, ditulis sekitar tahun 95-110 AC, beberapa tahun sebelum rasul Yohanes meninggal. Dengan demikian, Jemaat Kristus sudah memiliki pengajaran lengkap untuk menghadapi ajaran-ajaran sesat yang mungkin akan berkembang pesat setelah kematiannya.
Sejak berakhirnya era Apostolik yakni ketika rasul Yohanes meninggal, Kekristenan masih berada sepenuhnya dijalur ajaran yang benar karena setiap terjadi permasalan didalam Jemaat mendapat jawaban langsung dari surat-surat penginjilan yang saat ini disebut Perjanjian Baru dan masih berupa tulisan pertama yang disalin langsung dari tulisan para rasul sehingga kemurniannya tetap terjaga disebarluaskan didalam Persekutuan/Komunitas umat Kristen. Karena itulah kita tidak perlu heran mengapa terdapat banyak salinan naskah Perjanjian Baru yang ditemukan oleh para Arkeolog. Selain itu, rasul terakhir yang meninggal yang menjadi murid Yesus masih hidup, jadi setiap permasalahan Jemaat bisa disampaikan langsung kepada beliau.
Berkaitan dengan Mariologi, saya tidak akan mengupas keseluruhan dari doktrin tersebut melainkan mengambil beberapa yang berasal dari sebelum abad ke-16.
**) Mariologi sebelum konsili Efesus 431 Masehi
1. Maria (ibu Yesus) Perawan Abadi (Perpetual Virginity)
Salah satu ajaran yang berkembang pada akhir abad kedua paska kematian para rasul adalah tentang perawan Maria, ibu Yesus. Jika kita menyelidiki Perjanjian Baru, tidak ada satupun ajaran Rasuliyah yang mengatakan Maria itu perawan abadi. Alkitab sudah menutup segala kemungkinan tentang pernyataan tentang itu. Namun kita tidak bisa menyangkali fakta bahwa Jemaat Kristen dibeberapa tempat, sudah menerima ajaran-ajaran yang berasal dari luar Kekristenan yang berusaha dimasukan kedalam ajaran Kristen, sinkretisasi berperan disini.
Dogma Maria (ibu Yesus) perawan abadi berkembang dari zaman ke zaman melalui setiap keputusan resmi Kepausan sehingga hal ini ditetapkan sebagai dogma bagi gereja Katolik Roma. Saya akan menuliskan beberapa ketetapan gereja Roma terkait hal ini:
Paus Leo 1 menyatakan:
... the Virgin Mother, who gave birth to Him in such a way that her virginity was undiminished (Bunda Perawan, yang melahirkan-Nya sedemikian rupa sehingga keperawanannya tidak berkurang) [A Letter to Flavian, or Tome (449)]
... He was brought forth from the womb of the mother in such a way that her fertility gave birth while her virginity remained (Dia dilahirkan dari rahim seorang ibu sedemikian rupa sehingga keperawanannya tetap) [Letter of Leo to Julianus of Cos, 13 June 449]
Pope Hormisdas menyatakan:
... opening the mother’s womb by His birth and yet not damaging the virginity of the mother by the power of the Godhead. (membuka rahim ibu dengan kelahiran-Nya namun tidak merusak keperawanan ibu dengan kekuatan Tuhan). [Letter Inter ea quae to Emperor Justinian, 26 March 521]
Pengakuan iman Pope Pelagius (AD 557) menyatakan:
[H]e was born preserving the integrity of the mother’s virginity: since she bore him while remaining a Virgin just as she conceived him as a Virgin. (Dia (Yesus) lahir dengan menjaga integritas keperawanan bunda: sejak ia melahirkan-Nya sambil tetap menjadi perawan sama seperti ia mengandungnya sebagai perawan.]
Sinode (lokal) Lateran tahun 649 M, yang dipimpin oleh Paus Martin I, menyatakan bahwa Maria:
... gave birth to Him without corruption, her virginity remaining equally inviolate after His birth. (melahirkan-Nya tanpa korupsi, keperawanannya tetap sama tanpa cela setelah kelahiran-Nya)
Puncak dari semua rumusan doktrin "Perpetual Virginity" ini dinyatakan dalam sebuah konsili di abad 16 oleh Paus Paulus IV dengan sebuah "bulla":
... that the same most blessed Virgin Mary is not the true Mother of God and did not always persist in the integrity of virginity, namely, before giving birth, in giving birth, and perpetually after giving birth.
Terjemahan:
... bahwa Perawan Maria yang terberkati yang sama bukanlah Bunda Allah yang sejati dan tidak selalu bertahan dalam keperawanan, yaitu, sebelum melahirkan, saat melahirkan, dan terus-menerus setelah melahirkan.
Tidak cukup sampai disitu, Paus Clement VIII masih diabad yang sama tepatnya tahun 1598 didalam "Motu proprio" menyatakan:
... the Son of God came out of the womb of the mother at the end of the ninth month, without pain or loss on the part of the mother herself, leaving no sign whatsoever of his emergence…and therefore it is said that the mother of our Lord Jesus Christ was virgin before the birth, in the birth and after the birth.
Terjemahan:
... Anak Allah keluar dari rahim ibu pada akhir bulan kesembilan, tanpa rasa sakit atau kehilangan sesuatu yang berasal dari ibu itu sendiri ... dan oleh karena itu dikatakan bahwa ibu Tuhan kita Yesus Kristus adalah perawan sebelum kelahiran, dalam kelahiran dan setelah kelahiran.
- Motu proprio (Bahasa Latin untuk "berdasarkan keinginannya sendiri") adalah sebuah dokumen yang dikeluarkan oleh Paus atas dasar prakarsanya sendiri dan secara pribadi ditandatangani oleh dirinya.
Demikianlah sekelumit panjang perjalanan dogma Perpetual Viriginity yang terus digaungkan oleh gereja Katolik Roma sampai menemukan bentuk resminya di abad ke – 16. Pertanyaannya tentu saja, mengapa hal ini perlu digaungkan terus-menerus oleh Kepausan jika Kekristenan saat itu hingga abad ke-16 meyakini keperawanan abadi Maria?
Karena ketika pengetahuan Kitab Suci dan Kekristenan semakin berkembang, umat Kristen menyadari sebuah fakta bahwa doktrin Perpetual Virginity ini menyesatkan. Bahkan sejarah panjang tulisan-tulisan bapa gereja tidak semua menyatakan Maria adalah perawan abadi.
Hippolitus dari Roma (170-235 AC), seorang penulis pada masa awal gereja Kristen. Ia terpilih sebagai Anti-Paus pertama pada tahun 217, akan tetapi kemudian berdamai dengan gereja Roma, dan tewas pada tahun 235 sebagai martir. Merupakan orang pertama yang menyatakan Maria adalah perawan abadi namun asumsi yang dia berikan sama sekali tidak berasal dari pernyataan Kitab Suci.
But the pious confession of the believer is that, with a view to our salvation, and in order to connect the universe with unchangeableness, the Creator of all things incorporated with Himself a rational soul and a sensible body from the all-holy Mary, ever-virgin, by an undefiled conception, without conversion, and was made man in nature, but separate from wickedness: the same was perfect God, and the same was perfect man; the same was in nature at once perfect God and man.
Terjemahan:
Tetapi pengakuan saleh dari orang percaya adalah bahwa, dengan pandangan untuk keselamatan kita ... Pencipta segala sesuatu menggabungkan dengan diri-Nya, tubuh dan jiwa yang berasal dari Maria yang mahakudus, perawan abadi, dengan konsepsi yang tidak tercemar, tanpa pertobatan, dan menjadi manusia secara alami, tetapi terpisah dari kejahatan ...
(Against Beron and Helix: Fragment VIII)
Kemudian ada Teolog Timur, yakni Origens (182-251 AC) dari Aleksandria yang dikenal karena mengsinktretisasikan ajaran Plato dengan Kristen, juga dikenal sebaagi Teolog yang mengenalkan penafsiran Alkitab berdasarkan alegori dan itu masih diikuti oleh beberapa gereja hingga saaat ini, Teolog yang juga menyatakan Yesus adalah Ilah kedua setelah Allah Bapa yang ajarannya dinyatakan sesat oleh otoritas gereja Katolik saat itu, mengutip dari Injil Non Kanonik (Protoevangelium Yakobus) menyatakan:
"The Book [the Protoevangelium] of James [records] that the brethren of Jesus were sons of Joseph by a former wife, whom he married before Mary. Now those who say so wish to preserve the honor of Mary in virginity to the end, so that body of hers which was appointed to minister to the Word . . . might not know intercourse with a man after the Holy Spirit came into her and the power from on high overshadowed her.
And I think it in harmony with reason that Jesus was the first fruit among men of the purity which consists in chastity, and Mary was among women. For it were not pious to ascribe to any other than to her the first fruit of virginity"
Terjemahan:
Kitab [Protoevangelium] Yakobus [mencatat] bahwa saudara-saudara Yesus adalah anak-anak Yusuf dari seorang mantan istri yang dinikahinya sebelum Maria. Sekarang mereka yang berkata demikian ingin mempertahankan kehormatan Maria dalam keperawanan sampai akhir sehingga tubuhnya yang ditunjuk untuk melayani Sabda ... mungkin tidak mengetahui hubungan intim dengan seorang pria setelah Roh Kudus masuk ke dalam dirinya dan kuasa dari atas menaungi dia.
Dan saya pikir itu selaras dengan alasan bahwa Yesus adalah buah pertama di antara laki-laki dari kemurnian yang terdiri dalam kesucian bagi Maria di antara perempuan ...
(Commentary on Matthew 2:17).
Dalam tulisannya, Origens mengatakan bahwa mereka yang berusaha mempertahankan doktrin Maria perawan abadi hanyalah usaha untuk menjaga kehormatan Maria karena telah mengandung Yesus, Anak Allah didalam rahimnya.
Athanasius (293-373 AC) dalam perdebatannya dengan Arianisme menuliskan:
"Let those, therefore, who deny that the Son is by nature from the Father and proper to His essence deny also that he took true human flesh from the ever-virgin Mary"
Terjemahan:
Karena itu, biarlah mereka yang menyangkal bahwa Anak pada dasarnya berasal dari Ayah dan sesuai dengan esensinya, juga menyangkal bahwa ia mengambil daging manusia sejati dari Maria yang selalu perawan.
(Discourses Against the Arians 2:70).
Menurut Athanasius, keperawanan abadi Maria dihubungkan dengan asal-muasal Yesus yang berasal dari Bapa namun Kitab Suci dan para rasul sama sekali tidak pernah mengajarkan hal ini.
Pada tahun 383 Masehi, Jerome (Eusebius Sophronius Hieronymus, 342-420 AC) menulis bahwa "menurut" Ignatius, Polikarpus, Yustinus Martir, dan Irenaeus "semuanya memiliki pandangan yang sama" tentang keperawanan abadi Maria dalam bukunya yang berjudul "The Perpetual Virginity of Blessed Mary: Against Helvidius", bagian 19. Tidak ada tulisan dari 4 orang ini yang secara jelas mengidentifikasi kepercayaan mereka pada doktrin ini, tetapi disumsikan bahwa Jerome memiliki akses ke beberapa dari banyak karya mereka yang tidak bertahan hingga zaman modern namun itu semua masih berupa asumi yang tidak bisa dibuktikan karena semua tulisan tentang Maria (Ibu Yesus) hanya mengatakan, Yesus dilahirkan oleh perawan Maria. Surat yang ditujukan kepada Helvidius ini ditulis ketika keduanya berada di Roma dan Damasus menjadi uskup (pemimpin tertinggi) Jemaat Katolik di Roma, saat itu belum ada jabatan Paus.
Untuk mendukung preferensinya tentang keperawanan, Jerome berpendapat bahwa tidak hanya Maria tetapi Yusuf juga tetap dalam keadaan perawan. Namun jika kita membaca dengan baik tulisan Jerome, sebenarnya tidak ada pengalimatan yang pasti dan jelas bahwa Maria ibu Yesus adalah perawan abadi, mari kita perhatikan:
You say that Mary did not continue a virgin: I claim still more, that Joseph himself on account of Mary was a virgin, so that from a virgin wedlock a virgin son was born. For if as a holy man he does not come under the imputation of fornication, and it is nowhere written that he had another wife, but was the guardian of Mary whom he was supposed to have to wife rather than her husband, the conclusion is that he who was thought worthy to be called father of the Lord, remained a virgin.
Terjemahan:
Anda (Helvidius) mengatakan bahwa Maria tidak perawan (setelah melahirkan Yesus): Saya lebih mengklaim, bahwa Yusuf sendiri karena Maria adalah seorang perawan (read: perjaka), sehingga dari pernikahan perawan seorang anak perawan lahir. Karena jika sebagai orang suci dia tidak termasuk dalam tuduhan percabulan, dan tidak tertulis dimana pun bahwa dia memiliki istri lain ... kesimpulannya adalah bahwa dia yang dianggap layak disebut bapa Tuhan, tetap perawan.
(Against Helvidius: The Perpetual Virginity of Mary 21).
Tertullianus (155-230 AC) yang hidup sezaman dengan Hippolitus dari Roma dan Origens adalah salah satu penulis gerejawi yang menyangkal keperawanan abadi Maria meskipun tetap menegaskan bahwa Yesus dilahirkan dari seorang perawan. Mari kita lihat tulisan Tertullianus tentang itu:
And indeed, it was a virgin, about to marry once for all after her delivery, who gave birth to Christ, in order that each title of sanctity might be fulfilled in Christ's parentage, by means of a mother who was both virgin, and wife of one husband. Again, when He is presented as an infant in the temple, who is it who receives Him into his hands? who is the first to recognize Him in spirit? A man just and circumspect,' and of course no digamist, (which is plain) even (from this consideration), lest (otherwise) Christ should presently be more worthily preached by a woman, an aged widow, and the wife of one man;' who, living devoted to the temple, was (already) giving in her own person a sufficient token what sort of persons ought to be the adherents to the spiritual temple, --that is, the Church. Such eye-witnesses the Lord in infancy found; no different ones had He in adult age.
Terjemahan:
Dan memang itu adalah seorang perawan, yang hanya menikah sekali untuk selamanya setelah melahirkan Kristus, agar setiap gelar kesucian dapat dipenuhi dalam keturunan Kristus, melalui seorang ibu yang masih perawan, dan istri dari satu suami. Sekali lagi, ketika Dia ditampilkan sebagai bayi di Bait Suci, siapakah yang menerima Dia ke dalam tangannya? siapa yang pertama mengenali Dia dalam roh? Seorang pria adil dan berhati-hati,' ...
(Tertullian, On Monogamy,8)
Kita memiliki serangkaian tulisan dari bapa-bapa gereja dan Teolog awal Kekristenan yang tidak menyangkal Yesus dikandung dan dilahirkan dari seorang perawan namun tidak semua dari mereka mengajarkan Maria (ibu Yesus) adalah perawan abadi sehingga tidak ada alasan dari gereja Katolik Roma untuk mengatakan bahwa pengajaran ajaran yang demikian (Maria, perawan abadi) berasal dari ajaran para rasul Kristus yang diteruskan ke setiap generasi Kekristenan, sebagian besar pengajaran tentang itu hanyalah bersifat asumsi pribadi yang tidak memperoleh dukungan dari Kitab Suci dan ajaran para rasul Kristus.
Memang ada usaha yang coba dilakukan oleh sebagian teolog Katolik Roma untuk mengatakan maria perawan abadi karena Yusuf adalah seorang duda yang telah memiliki anak sebelum menikahi Maria dan ini ditemukan dalam Protoevangelium Yakobus, namun apa hubungannya?
Tidak ada.
Karya abad kedua yang awalnya dikenal sebagai "The Nativity of Mary", kemudian dikenal sebagai Protoevangelium Yakobus memberikan perhatian khusus pada keperawanan Maria. Menurut pendapat Johannes Quasten, "Tujuan utama dari seluruh tulisan ini adalah untuk membuktikan keperawanan Maria yang abadi dan tidak dapat diganggu gugat sebelum, selama, dan setelah kelahiran Kristus." Dalam teks tersebut, sebuah pernyataan menegaskan keperawanan Maria sebelum, kelahiran, dan tidak adanya nyeri persalinan, dan pemeriksaan bidan, menunjukkan keperawanan Maria selama kelahiran. Karya tersebut juga mengklaim bahwa "saudara laki-laki" dan "saudara perempuan" Yesus adalah anak-anak Yusuf dari pernikahan sebelum dia menikah dengan Maria.
Teks ini tidak secara eksplisit menegaskan keperawanan abadi Maria setelah kelahiran Yesus. Tetapi buku lain, "The History of Joseph the Carpenter", menyajikan Yesus berbicara, pada saat kematian Yusuf, tentang Maria sebagai "ibu saya, perawan yang tidak tercemar". Dengan demikian, tidak ada satupun naskah abad kedua yang menegaskan keperawanan abadi Maria.
Masalah utama yang dihadapi para teolog yang ingin mempertahankan keperawanan seumur hidup Maria adalah bahwa surat-surat Paulus, keempat Injil, dan Kisah Para Rasul, semuanya menyebutkan saudara-saudara (adelphoi) Yesus, dengan Markus dan Matius mencatat nama mereka dan Markus menambahkan saudari perempuan yang tidak disebutkan namanya. Sementara keterangan mengenai saudara-saudara Yesus yang berasal dari pernikahan Yusuf sebelumnya hanya berasal dari Protoevangelium Yakobus yang ditolak oleh otoritas Kepausan sendiri sebagai bagian dari Injil kanonik.
Kesulitan menghadapi pernyataan Kitab Suci lebih lanjut ditambahkan oleh Lukas 2:6, yang menyebut Yesus sebagai "anak sulung" putra Maria dan Matius 1:25, yang menambahkan bahwa Yusuf tidak bersetubuh dengan istrinya sampai dia melahirkan putra sulungnya. Hal inilah yang menyebabkan terutama sekali setelah Konsili Efesus 431 Masehi, Kepausan disepanjang abad selalu menentang pernyataan Kitab Suci yang dengan tegas menolak keperawanan abadi Maria.
**) Pandangan Teolog Gereja Protestan tentang keperawanan Maria.
Dalam pandangan Teologia Protestan yang diwakili oleh Lutheran dan Calvinist, tidak ada satupun dari mereka yang menyatakan Maria adalah perawan abadi namun keduanya tidak menolak bahwa Yesus dikandung dan dilahirkan oleh seorang perawan dan perdebatan berhenti sampai disitu karena tidak ada petunjuk dari Kitab Suci dan ajaran para rasul yang berbicara tentang keperawanan abadi Maria.
Marthin Luther dalam risalah teologinya yang berjudul "That Jesus Christ Was Born a Jew" (1523), menuliskan:
"Scripture does not quibble or speak about the virginity of Mary after the birth of Christ, a matter about which the hypocrites are greatly concerned, as if it were something of the utmost importance on which our whole salvation depended. Actually, we should be satisfied simply to hold that she remained a virgin after the birth of Christ because Scripture does not state or indicate that she later lost her virginity... But the Scripture stops with this, that she was a virgin before and at the birth of Christ; for up to this point God had need of her virginity in order to give us the promised blessed seed without sin"
"Kitab Suci tidak berdalih atau berbicara tentang keperawanan Maria setelah kelahiran Kristus, suatu hal yang sangat diperhatikan oleh orang-orang munafik, seolah-olah itu adalah sesuatu yang paling penting yang menjadi sandaran seluruh keselamatan kita. Sebenarnya, kita harus puas hanya untuk menyatakan bahwa dia tetap perawan setelah kelahiran Kristus karena Kitab Suci tidak menyatakan atau menunjukkan bahwa dia kemudian kehilangan keperawanannya ... Tetapi Kitab Suci berhenti dengan ini, bahwa dia adalah seorang perawan sebelum dan pada saat kelahiran Kristus; karena sampai saat ini Tuhan membutuhkan keperawanannya untuk memberi kita benih berkat yang dijanjikan tanpa dosa"
Sementara Yohanes Kalvin dalam risalah teologinya yang berjudul "Harmony of Matthew, Mark & Luke, sec. 39 (Geneva, 1562)]", menuliskan:
"Helvidius displayed excessive ignorance in concluding that Mary must have had many sons, because Christ's 'brothers' are sometimes mentioned"; " [On Matt 1:25:] The inference he [Helvidius] drew from it was, that Mary remained a virgin no longer than till her first birth, and that afterwards she had other children by her husband ... No just and well-grounded inference can be drawn from these words ... as to what took place after the birth of Christ. He is called 'first-born'; but it is for the sole purpose of informing us that he was born of a virgin ... What took place afterwards the historian does not inform us ... No man will obstinately keep up the argument, except from an extreme fondness for disputation."
Terjemahan:
"Helvidius menunjukkan ketidaktahuan yang berlebihan dalam menyimpulkan bahwa Maria pasti memiliki banyak anak laki-laki, karena 'saudara-saudara' Kristus kadang-kadang disebutkan. Kesimpulan yang dia [Helvidius] tarik darinya adalah, bahwa Maria tetap perawan tidak lebih lama dari sampai kelahirannya yang pertama, dan bahwa setelah itu dia memiliki anak-anak lain dari suaminya ... Tidak ada kesimpulan yang adil dan beralasan yang dapat ditarik dari kata-kata ini ... tentang apa yang terjadi setelah kelahiran Kristus. Dia disebut 'sulung'; tetapi itu hanya untuk memberi tahu kami bahwa dia lahir dari seorang perawan ... Apa yang terjadi setelahnya, sejarawan tidak memberi tahu kami ... Tidak ada orang yang dengan keras kepala mempertahankan argumen, kecuali dari kesukaan yang ekstrim untuk perdebatan."
Berbeda dengan Luther dan Calvin, Huldrych Zwingli menuliskan demikian:
"I firmly believe that [Mary], according to the words of the gospel as a pure Virgin brought forth for us the Son of God and in childbirth and after childbirth forever remained a pure, intact Virgin."
Terjemahan:
"Saya sangat percaya bahwa [Maria], menurut kata-kata Injil adalah Perawan murni yang melahirkan bagi kita Anak Allah dan saat melahirkan dan setelah melahirkan selamanya tetap murni, perawan utuh."
Sementara John Wesley menuliskan:
"I believe that He was made man, joining the human nature with the divine in one person; being conceived by the singular operation of the Holy Ghost, and born of the blessed Virgin Mary, who, as well after as before she brought Him forth, continued a pure and unspotted virgin."
Terjemahan:
"Saya percaya bahwa Dia menjadi manusia, menggabungkan kodrat manusia dengan yang ilahi dalam satu pribadi; dikandung oleh karya tunggal Roh Kudus dan lahir dari Perawan Maria yang terberkati, yang juga sesaat sebelum dia melahirkan-Nya, tetap seorang perawan yang murni dan tak bernoda."
Frasa "murni dan tak bernoda" dikonotasikan sebagai perawan abadi karena sebagian Teolog Kekristenan sampai pada saat itu, memandang ketidakperawanan Maria setelah melahirkan Yesus adalah sebuah dosa. Sesuatu yang kemungkinan besar melihat dari sudut pandang asketisme, sebuah sekte yang mempengaruhi Kekristenan yang menyatakan bahwa ketidaksucian seseorang perempuan dipandang dari statusnya, perawan atau tidak. Jika demikian, bagaimana dengan umat Kristen yang perempuan dan memiliki anak, apakah selamanya mereka dinyatakan berdosa, tidak kudus dan suci?
Dengan demikian benarlah yang dimaksud oleh biarawan Jovinian (yang meninggal sekitar tahun 405), yang menyangkal bahwa keperawanan adalah status yang lebih tinggi daripada pernikahan juga menyangkal keperawanan abadi Maria. Dia adalah penentang asketisme Kristen pada abad ke-4 dan dikutuk sebagai bidat di sinode yang diadakan di Roma di bawah Paus Siricius dan di Milan oleh uskup Ambrose pada tahun 393.
Bagi Jovinian, kehidupan perawan, janda dan wanita yang sudah menikah, bahkan janda yang menikah lagi, memiliki jasa yang sama dalam komunitas Kristen. Dia menyampaikan hal itu didalam suratnya kepada Jerome, demikian ditulis:
I do you no wrong, Virgin: you have chosen a life of chastity on account of the present distress: you determined on the course in order to be holy in body and spirit: be not proud: you and your married sisters are members of the same Church…
Now concerning virgins, I have no commandment of the Lord: but I give my judgement, as one that hath obtained mercy of the Lord to be faithful. I think therefore that this is good by reason of the present distress, namely, that it is good for a man to be as he is…
See, the Apostle confesses that as regards virgins he has no commandment of the Lord, and he who had with authority laid down the law respecting husbands and wives, does not dare to command what the Lord has not enjoined. And rightly too.
For what is enjoined is commanded, what is commanded must be done, and that which must be done implies punishment if it be not done. For it is useless to order a thing to be done and yet leave the individual free to do it or not do it. If the Lord had commanded virginity, He would have seemed to condemn marriage, and to do away with the seed-plot of mankind, of which virginity itself is a growth.
If He had cut off the root, how was He to expect fruit? If the foundations were not first laid, how was He to build the edifice, and put on the roof to cover all! Excavators toil hard to remove mountains; the bowels of the earth are pierced in the search for gold. And, when the tiny particles, first by the blast of the furnace, then by the hand of the cunning workman have been fashioned into an ornament, men do not call him blessed who has separated the gold from the dross but him who wears the beautiful gold.
Do not marvel then if, placed as we are, amid temptations of the flesh and incentives to vice, the angelic life be not exacted of us, but merely recommended. If advice be given, a man is free to proffer obedience; if there be a command, he is a servant bound to compliance.
Terjemahan:
Saya tidak salah, Perawan: Anda telah memilih kehidupan kesucian karena kesusahan saat ini: Anda bertekad untuk menjadi suci dalam tubuh dan roh: jangan sombong: Anda dan saudara perempuan Anda yang sudah menikah adalah anggota Gereja yang sama.
Sekarang tentang perawan, saya tidak memiliki perintah Tuhan: tetapi saya memberikan penilaian saya, sebagai salah satu yang telah memperoleh belas kasihan Tuhan untuk setia. Oleh karena itu, saya pikir ini baik karena kesusahan saat ini, yaitu, baik bagi seseorang untuk menjadi apa adanya…
Lihat, Rasul mengakui bahwa sehubungan dengan perawan, dia tidak memiliki perintah Tuhan, dan dia yang memiliki otoritas menetapkan hukum tentang suami dan istri, tidak berani memerintahkan apa yang tidak diperintahkan Tuhan. Dan benar juga.
Karena apa yang diperintahkan adalah perintah, apa yang diperintahkan harus dilakukan, dan apa yang harus dilakukan mengandung hukuman jika tidak dilakukan. Karena tidak ada gunanya memerintahkan sesuatu untuk dilakukan namun membiarkan individu bebas melakukannya atau tidak melakukannya. Jika Tuhan telah memerintahkan keperawanan, Dia akan mengutuk pernikahan dan menghapuskan benih umat manusia, di mana keperawanan itu sendiri adalah pertumbuhan.
Jika Dia telah memotong akarnya, bagaimana Dia mengharapkan buah? Jika fondasinya tidak pertama kali diletakkan, bagaimana Dia membangun gedung itu, dan meletakkan di atas atap untuk menutupi semuanya! ...
Jangan heran jika, ditempatkan seperti kita, di tengah godaan daging dan dorongan untuk kejahatan, kehidupan malaikat tidak dituntut dari kita, tetapi hanya direkomendasikan. Jika nasihat diberikan, seorang pria bebas untuk menawarkan ketaatan; jika ada perintah, dia adalah seorang hamba yang terikat pada kepatuhan.
Jovinian juga berpendapat bahwa berpantang tidak lebih baik daripada makan dengan cara yang benar. Dari surat sinode di Milan kepada Paus Siricius (Ambrose, Epistle xlii) dan dari buku Agustinus (Contra Julian. Ii), jelas bahwa Jovinian juga menyangkal keperawanan abadi Maria.
Jawaban dari Jerome untuk "Epicurus (teman/rekan) Kekristenan" ini mengambil seluruh buku untuk memuji keperawanan dan meremehkan status pernikahan, berdasarkan pernyataan Paulus dalam 1 Korintus 7. Karya itu ditulis secara berlebihan dalam memuji keperawanan dan menurunkan derajat pernikahan. Jerome tidak menyetujui kebahagiaan dalam kehidupan pernikahan. Menjawab pernyataan Jovinianus, Jerome mengatakan:
Perhaps those who have been married twice or thrice ought not to complain, for the same whoremonger if penitent is made equal in the kingdom of heaven even to virgins. (Mungkin mereka yang telah menikah dua atau tiga kali tidak boleh mengeluh, demikian juga bagi pelacur, jika pertobatan mereka disamakan dengan perawan didalam kerajaan sorga.
Uskup Ambrose adalah seorang yang hidup selibat, terkait hal ini, Augustinus dari Hippo menyatakan bahwa kehidupan selibat (Ambrose) tampak sangat menyakitkan bagi dirinya (Augustine. Confessions Book Six, Chapter Three.)
Terlepas dari tuduhan Ambrose, ajaran Jovinian bukanlah ajaran Manichean, tetapi ia menghadirkan tantangan Alkitabiah dan teologis yang signifikan terhadap ajaran tentang pernikahan, seksualitas, dan pengudusan yang telah menjadi populer pada akhir abad keempat. Meskipun karyanya telah hilang, Jerome mempertahankan sejumlah besar argumennya di Against Jovinian. Dalam tanggapan ini, Jerome dengan rapi merangkum pernyataan lawannya dalam empat proposisi, yakni:
- Jovinian menyatakan, "Perawan, janda, dan wanita yang sudah menikah, yang pernah melewati bejana Kristus, jika mereka setara dalam hal lain, memiliki jasa yang sama."
- Jovinian menyatakan, "Mereka yang dengan keyakinan penuh iman telah dilahirkan kembali dalam baptisan, tidak dapat digulingkan oleh iblis."
- Jovinian menyatakan, "Tidak ada perbedaan antara pantang makanan, dan penerimaannya dengan ucapan syukur."
- Jovinian menyatakan, "Ada satu upah di kerajaan surga bagi semua orang yang menepati janji baptisnya".
Inilah yang tidak bisa dijelaskan dengan benar oleh Jerome dan sebagian besar Teolog Katolik Roma yang mendukung doktrin "Perpetual Virginity" karena mereka menilai keberdosaan seorang perempuan hanya didasari pada statusnya sebagai perawan atau tidak. Sebuah pandangan yang dinyatakan sesat oleh Tuhan Yesus dan para rasul Kristus karena menikah dan memiliki anak adalah sebuah karunia, sama halnya dengan mereka yang memilih untuk tidak menikah.
Ketika anda melihat pandangan sejarahwan Teolog Kristen tentang itu dimulai dari Ignatius, Polikarpus, Yustinus Martir, dan Irenaeus; tidak ada satupun dari mereka yang menyatakan Maria adalah perawan abadi (perpetual virgin – ever virgin).
Doktrin Mariologi dan teologi asketis semakin terjalin di akhir abad keempat di Barat, terutama dalam tulisan-tulisan Ambrose dan Jerome. Helvidius dan Jovinian adalah dua orang Kristen yang menentang perkembangan baru ini. Helvidius menolak doktrin virginitas Maria "post-partum"; Jovinian menolak keperawanannya saat melahirkan. Bagi keduanya, ajaran Maria mewakili gagasan yang salah tentang dosa, seksualitas, dan gereja. Jika dibandingkan dengan ide-ide para penulis sebelumnya, posisi Helvidius dan Jovinian tampaknya sangat sesuai dengan tradisi Kristen sebelumnya yang menolak keperawanan abadi Maria.
- Periode nifas atau yang biasa disebut post-partum adalah suatu peristiwa atau keadaan kembalinya organ-organ reproduksi perempuan pada kondisi tidak hamil setelah menjalani masa kelahiran, dengan membutuhkan waktu sekitar 6 minggu (Farrer, 2001).
**) Maria (ibu Yesus) adalah Hawa Baru
Sejarah Mariologi kembali ke abad kedua. Setelah era Kerasulan berakhir, sebagian umat Kristen mulai memusatkan kesalehan mereka kepada para martir dan tokoh yang dianggap kudus di sekitar mereka. Mereka melihat dalam diri Maria. Pada abad kedua, Justin Martyr (100-165 AC) membandingkan Maria dengan Hawa dimana dia menuliskan dalam Dialogue with Trypho:
For Eve, who was a virgin and undefiled, having conceived the word of the serpent, brought forth disobedience and death. But the Virgin Mary received faith and joy, when the angel Gabriel announced the good tidings to her that the Spirit of the Lord would come upon her, and the power of the Highest would overshadow her: wherefore also the Holy Thing begotten of her is the Son of God; and she replied, ‘Be it unto me according to thy word.’ And by her has He been born, to whom we have proved so many Scriptures refer, and by whom God destroys both the serpent and those angels and men who are like him; but works deliverance from death to those who repent of their wickedness and believe upon Him.
Terjemahan:
Karena Hawa, yang masih perawan dan tidak ternoda, setelah memahami dan menerima perkataan ular, melahirkan ketidaktaatan dan kematian. Tetapi perawan Maria menerima iman dan sukacita, ketika malaikat Gabriel mengumumkan kabar baik kepadanya bahwa Roh Tuhan akan turun atas dirinya, dan kuasa Yang Mahatinggi akan menaungi dia: oleh karena itu juga Yang Kudus yang dilahirkan darinya adalah Anak Tuhan; dan dia menjawab, 'Jadilah padaku menurut perkataanmu.' Dan olehnya Dia telah lahir, yang kepadanya kita telah membuktikan begitu banyak Kitab Suci merujuk, dan olehnya Allah menghancurkan ular dan para malaikat dan orang-orang yang seperti dia; tetapi melakukan pembebasan dari kematian bagi mereka yang bertobat dari kejahatan mereka dan percaya kepada-Nya.
Selanjutnya kita melihat bagaimana Irenaeus dari Lyons (140-202 AC) didalam Against Heresies (Book III, Chapter 22) membandingkan Hawa dan Maria dimana ketika Hawa percaya kepada kata-kata iblis, Maria percaya kepada kata-kata malaikat. Gereja Katolik Roma menyimpulkan bahwa Irenaeus telah mengajarkan Maria sebagai "Hawa kedua" meskipun tidak pernah tertulis demikian. Sebenarnya yang terjadi adalah, Maria dengan ketaatannya bersedia mengandung dan melahirkan Yesus dan melalui peristiwa ini, Tuhan memperbaiki kerusakan yang dilakukan oleh Hawa karena telah memakan buah terlarang.
In accordance with this design, Mary the Virgin is found obedient, saying, "Behold the handmaid of the Lord; be it unto me according to thy word". But Eve was disobedient; for she did not obey when as yet she was a virgin. And even as she, having indeed a husband, Adam, but being nevertheless as yet a virgin (for in Paradise "they were both naked, and were not ashamed, inasmuch as they, having been created a short time previously, had no understanding of the procreation of children: for it was necessary that they should first come to adult age, and then multiply from that time onward"), having become disobedient, was made the cause of death, both to herself and to the entire human race; so also did Mary, having a man betrothed [to her], and being nevertheless a virgin, by yielding obedience, become the cause of salvation, both to herself and the whole human race. … And thus also it was that the knot of Eve’s disobedience was loosed by the obedience of Mary. For what the virgin Eve had bound fast through unbelief, this did the virgin Mary set free through faith.
Terjemahan:
Sesuai dengan rencana ini, Maria sang Perawan dengan taat mengatakan, "Lihatlah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu" sebaliknya Hawa; dia tidak taat ketika masih perawan. Dan bahkan ketika dia, yang memang memiliki seorang suami, Adam, tetapi masih perawan (karena di Firdaus "mereka berdua telanjang, dan tidak malu, karena mereka, yang telah diciptakan beberapa waktu sebelumnya, tidak memiliki pemahaman tentang prokreasi [hubungan suami istri yang bertujuan menghasilkan keturunan, sebagai generasi penerus] anak-anak: karena pertama-tama mereka harus mencapai usia dewasa, dan kemudian berkembang biak sejak saat itu dan seterusnya), ketidaktaatan Hawa telah menyebabkan kematian, baik untuk dirinya sendiri maupun bagi seluruh umat manusia. Demikian juga Maria, yang bertunangan dengan seorang pria dan tetap perawan, ketataan Maria menghasilkan keselamatan, baik bagi dirinya sendiri maupun seluruh umat manusia ... Dan dengan demikian disimpulkan ketidaktaatan Hawa dilonggarkan oleh ketaatan Maria. Untuk apa yang telah diikat oleh perawan Hawa melalui ketidakpercayaan, inilah yang dibebaskan oleh perawan Maria melalui iman
Setelah membaca pengajaran Irernaeus diatas, nyatalah bahwa dia dengan jujur mengatakan bahwa salah satu penyebab ketidaktaatan Hawa adalah karena dia sepenuhnya belum memiliki pengetahuan dengan benar karena baik Adam maupun Hawa diciptakan dalam keadaan dewasa, bandingkan dengan kehidupan Maria yang sejak kecil sudah menerima ajaran Taurat dari kedua orang tuanya.
Gereja Katolik Roma ternyata telah dengan sengaja, memutarbalikan pernyataan Yustinus Martir dan Irenaeus dan mengajarkan yang salah kepada umatnya sehingga mereka mengira Maria ibu Yesus adalah Hawa baru padahal tidak demikian, kedua tokoh gereja ini sebenarnya hanya membandingkan kehidupan Hawa dan Maria.
Doa yang tercatat paling awal ditujukan oleh komunitas Kristen kepada Maria adalah "sub tuum presidium", dalam bentuknya yang paling awal diperkirakan sekitar tahun 250 yang ditemukan dalam John Rylands papyrus 470 dan tersimpan di museum Manchester.
Sub Tuum Praesidium (We Fly to Thy Patronage -- Di bawah perlindunganmu)
Teks dalam bahasa Latin yang digunakan di gereja Katolik ritus Romawi
Sub tuum praesidium confugimus, Sancta Dei Genetrix. Nostras deprecationes ne despicias in necessitatibus (nostris), sed a periculis cunctis libera nos semper, Virgo gloriosa et benedicta.
Terjemahan (English):
We fly to thy patronage, O holy mother of God; despise not our petitions in our necessities, but deliver us always from all dangers, O glorious and blessed virgin.
Terjemahan (Bahasa Indonesia):
Maria, bunda Allah, kami berlindung padamu. Janganlah mengabaikan doa kami, bila kami dirundung nestapa. Bebaskanlah kami selalu dari segala mara bahaya, ya perawan mulia yang terpuji.
Implikasi dari doa yang menyesatkan iman ini telah berkembang ke arah yang mengkhawatirkan sehingga kita mendengar bahwa ada sekte yang bernama Collyridians sekitar abad ketiga atau keempat yang berkembang di Tanah Arab yang pengikutnya tampaknya menyembah perawan Maria, ibu Yesus, sebagai dewi. Penulis Protestan Samuel Zwemer menunjukkan bahwa satu-satunya sumber informasi tentang sekte tersebut berasal dari Epiphanius dari Salamis (310-403 AC) dalam bukunya yang berjudul Panarion yang diterbitkan sekitar tahun 376 Masehi.
Dalam bukunya yang berjudul "The Virgin", sejarawan Geoffrey Ashe mengajukan hipotesis bahwa Collyridians mewakili agama Marian yang memiliki hubungan dengan Kristen, yang didirikan oleh pengikut generasi pertama Perawan Maria, yang doktrinnya kemudian dimasukkan oleh gereja Katolik di Konsili Efesus di 431 Masehi.
Sampai abad ke 4, belum ada devosi khusus yang diberikan kepada Maria meskipun doktrin-doktrin penyesatan tentang Maria juga berkembang, tahun 324 Masehi, Kaisar Konstantine menjadikan kristen sebagai agama negara. Orang-orang kafir lalu terpaksa menjadi Kristen dan mereka membawa praktek-praktek kafir masuk ke dalam gereja, termasuk penyembahan berhala yang kita kenal sebagai sinkretisasi. Hal ini terimplikasi langsung kepada gereja Kristen pada masa itu, gedung-gedung gereja mulai dihiasi patung pahatan Yesus, Maria dan orang-orang kudus.
2. Maria (ibu Yesus) sebagai bunda Allah
Istilah "bunda Allah" yang berkembang di Tanah Arab khususnya Mesir sejak pertengahan abad kedua telah mempengaruhi Konsili Kristen di Efesus yang pada saat itu sedang terjadi perdebatan Teologia antara Nestorianisme dan gereja Katolik (saat itu Orthodox dan Roma masih bersatu secara organisasi). Pada saat itu, sekte Nestorianisme yang berpendapat bahwa Kristus itu terdiri dari 2 (dua) pribadi namun menolak istilah "bunda Allah" (Theotokos) bagi Maria, karena mereka berpendapat bahwa Maria bukan melahirkan Allah, tetapi hanya melahirkan manusia biasa yang lalu menjadi 'tempat' dimana Allah diam/tinggal. Mereka lalu mengusulkan istilah 'bunda Kristus' (Christotokos) bagi Maria.
Mengapa istilah Theotokos diperdebatkan, saya mengajak anda untuk melihat sekilas tentang frasa "Theotokos" dan penggunaanya didalam Teologia Kristen. Definisi untuk "Theotokos" adalah "yang melahirkan Allah" atau "bunda Allah". Theotokos (Θεοτόκος) adalah gabungan dari dua kata Yunani, θεός (Tuhan) dan τόκος (melahirkan). Secara harfiah, ini diterjemahkan sebagai "Pembawa Tuhan" atau "orang yang melahirkan Tuhan."
Namun, "bunda Allah" dan "Theotokos" tidak sepenuhnya sinonim, karena "bunda Allah" menggambarkan hubungan keluarga sementara "Theotokos" tidak harus dipahami melahirkan anak secara fisik. Ini berarti bahwa "bunda Allah" harus dipahami oleh orang yang dikenakan istilah itu, tidak juga mengacu kekekalan Ilahi melainkan hanya mengacu pada kelahiran Yesus, yaitu kelahiran Allah di bumi dalam daging. Sebaliknya, istilah "Theotokos" menegaskan kesalahpahaman tentang Keilahian Maria. Karena itulah dalam penggunaan liturgi, "Theotokos" sering dibiarkan tidak diterjemahkan atau diparafrasekan sebagai "bunda Allah."
**) Ajaran Nestorianisme
Nestorianisme berasal dari abad kelima sebagai upaya untuk secara rasional menjelaskan dan memahami inkarnasi dari Logos Ilahi (Davar Hashem), Pribadi Kedua dari Tritunggal Mahakudus sebagai manusia Yesus Kristus. Ini mengajarkan bahwa esensi manusia dan ilahi Kristus terpisah dan bahwa ada dua pribadi, manusia Yesus Kristus dan Logos Ilahi (Davar Hashem) yang berdiam di dalam Tubuh Yesus sebagai manusia. Akibatnya, kaum Nestorian menolak istilah seperti "Allah menderita" atau "Allah disalibkan" karena kemanusiaan Yesus Kristus yang menderita itu terpisah dari keilahian-Nya. Demikian pula, mereka menolak istilah Theotokos sebagai gelar Maria ibu Yesus, sebaliknya mereka mengusulkan gelar Christotokos (Yang melahirkan Kristus/ibu Kristus), karena menurut mereka, Maria melahirkan hanya untuk pribadi manusia Yesus dan bukan yang ilahi.
Nestorius (386-451 AC) adalah murid Theodore dari Mopsuestia di Antiokhia, dan kemudian menjadi Patriark Konstantinopel. Dia mengajarkan bahwa aspek manusiawi dan ilahi Kristus adalah kodrat yang berbeda, tidak bersatu. Dia berkhotbah menentang penggunaan gelar bunda Allah (Theotokos) untuk perawan Maria dan hanya akan memanggilnya bunda Kristus (Christotokos). Dia juga berargumen bahwa Tuhan tidak bisa menderita di kayu salib, karena Dia mahakuasa. Oleh karena itu, bagian manusia dari Kristus mati di kayu salib, tetapi bukan yang ilahi. Hal ini menyebabkan lawan-lawannya menentang ajaran Nestorius karena menuduh dia telah mengajarkan 2 (dua) pribadi Yesus yang terpisah. Nestorius menjawab bahwa dia percaya bahwa Kristus memang satu pribadi namun lawan-lawannya menuduh sebaliknya.
Konsili Efesus (431 M) mempertahankan istilah 'bunda Allah' karena satu pribadi yang dilahirkan oleh Maria itu bukan hanya betul-betul manusia, tetapi juga betul-betul adalah Allah. Jadi perlu ditekankan bahwa Konsili Efesus mempertahankan istilah 'bunda Allah' untuk Maria, dengan tujuan untuk menekankan Keilahian Yesus. Tetapi akhirnya istilah 'bunda Allah' itu lalu disalahgunakan untuk meninggikan/mempermuliakan Maria. Terlebih lagi, dengan gelar ini maka sebagian besar jemaat Orthodox dan Katolik Roma mengatakan bahwa Keilahian Yesus sangat bergantung dengan gelar Maria sebagai Theotokos.
Di sisi lain, orang Kristen percaya bahwa Anak Allah dilahirkan (lahir) dari Allah Bapa dari segala kekekalan, tetapi lahir sebagai manusia pada zaman Maria. Istilah "Theotokos" mengacu pada inkarnasi, ketika pribadi ilahi dari Anak Allah mengambil kodrat manusia di samping kodrat ilahi yang sudah ada sebelumnya.
Karena Kekristenan arus utama memahami Yesus Kristus sebagai sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, mereka menyebut Maria "Theotokos" untuk menegaskan kepenuhan inkarnasi Allah. Cyril dari Alexandria menuliskan,
"I am amazed that there are some who are entirely in doubt as to whether the holy Virgin should be called Theotokos or not. For if our Lord Jesus Christ is God, how is the holy Virgin who gave [him] birth, not God-bearer [Theotokos]?"
Terjemahan:
"Saya heran bahwa ada beberapa orang yang sepenuhnya ragu apakah perawan suci harus disebut Theotokos atau tidak. Karena jika Tuhan kita Yesus Kristus adalah Tuhan, bagaimana perawan suci yang melahirkan [Tuhan Yesus] tidak disebut pembawa Tuhan [Theotokos]?"
(Epistle 1, to the monks of Egypt; Patrologia Graeca 77:13B)
Jadi, arti penting gelar "Theotokos" lebih terletak pada apa yang dikatakannya tentang Yesus, bukan apa yang dikatakannya tentang Maria.
Dalam suratnya kepada Nestorius, Cyril menuliskan:
Confessing the Word to have been united with the flesh according to the hypostasis, we worship one Son and Lord, Jesus Christ. We do not divide him into parts and separate man and God as though they were united with each other [only] through a unity of dignity and authority nor do we give the name Christ in one sense to the Word from God, and in another to him who [was born] from woman, but we know only one Christ, the Word from God the Father with his own flesh but we do not say that the Word from God dwelt as in an ordinary human born of the holy virgin.
For…we understand that, when he became flesh, the manner in which he indwells is not defined in the same way as he is said to dwell among the saints; he was united by nature and not turned into flesh.
There is, then, one Christ and Son and Lord, not with the sort of conjunction that a human being might have with God as in a unity of dignity or authority; for equality of honor does not unite natures. For Peter and John were equal to each other in honor, both of them being apostles and holy disciples, but the two were not one. Nor do we understand the manner of conjunction to be one of juxtaposition, for this is insufficient in regard to natural union.
Rather we reject the term 'conjunction' as being inadequate to express the union…[T]he holy virgin gave birth in the flesh to God united with the flesh according to hypostasis, for that reason we call her Theotokos.
If anyone does not confess that Emmanuel is, in truth, God, and therefore that the holy virgin is Theotokos (for she bore in a fleshly manner the Word from God become flesh), let him be anathema."
Pada akhir hidupnya, Nestorius telah menyetujui gelar Theotokos.
Konsili Efesus sama sekali tidak mengakhiri isu-isu kristologis yang telah dibahas. Dalam menentang Nestorius, Cyril dari Aleksandria dan beberapa pendukungnya telah mencirikan kesatuan kodrat ilahi dan manusiawi Kristus sedemikian rupa sehingga mengaburkan perbedaan di antara mereka. Doktrin ini kemudian dikenal sebagai Monofisitisme. Ia menegaskan bahwa hanya ada satu kodrat di dalam Kristus, yang merupakan kesatuan keilahian dan kemanusiaan. Ide ini pada akhirnya akan dikutuk sebagai sama kelirunya, jika berlawanan, dengan Nestorianisme. Konsili Kalsedon (451) menyelesaikan masalah ini, untuk sementara waktu, dengan menekankan "dua kodrat", tetapi "tanpa kebingungan, perubahan, pembagian, atau pemisahan".
Pada tahun 1994, Paus Yohanes Paulus II dan Patriark Gereja Asyur di Timur Mar Dinkha IV menandatangani deklarasi ekumenis, yang saling mengakui keabsahan gelar "bunda Allah" dan "bunda Kristus." Deklarasi tersebut mengulangi rumusan Kristologis Konsili Kalsedon sebagai ekspresi teologis dari iman yang dimiliki oleh kedua gereja, sekaligus menghormati preferensi masing-masing gereja dalam menggunakan gelar-gelar ini dalam kehidupan liturgi dan kesalehan mereka.
3. Maria (ibu Yesus) dianggap tidak berdosa seumur hidupnya - Immaculate Conception (1854)
Doktrin Immaculate Conception ini artinya Maria dikandung dan lahir tanpa dosa asal. Maria juga tidak berbuat dosa dalam sepanjang hidupnya. Maria bahkan dianggap sebagai 'tidak bisa berbuat dosa' (non posse peccare (not possible to sin). Doktrin ini dikeluarkan oleh Paus Pius IX (8 Desember 1854), disana dinyatakan:
"The blessed virgin Mary in the first instance of her conception, by a singular privilege and grace granted by God, in view of the merits of Jesus Christ, the Savior of the human race, was preserved exempt from all stain of original sin."
Terjemahan:
Perawan Maria yang diberkati, didalam peristiwa pembuahannya, dengan hak istimewa dan anugerah tunggal yang diberikan oleh Allah, mengingat jasa Yesus Kristus, Juruselamat umat manusia, terpelihara bebas dari segala noda dosa asal.
Gereja Protestan sangat mengutuk pengumuman Inefabilis Deus karena doktrin itu sendiri tidak memiliki dasar dalam Kitab Suci yang dengan berani telah menyangkal bahwa semua orang telah berbuat dosa. Gereja Protestan, oleh karena itu, mengajarkan bahwa Maria adalah orang berdosa yang diselamatkan melalui kasih karunia seperti semua orang percaya.
Pernyataan Lutheran-Katolik ekumenis tentang Orang Suci, Maria, dikeluarkan pada tahun 1990 setelah tujuh tahun studi dan diskusi, mengakui bahwa Lutheran dan Katolik tetap terpisah "oleh pandangan yang berbeda tentang hal-hal seperti doktrin Maria Dikandung Tanpa Noda dan Maria Diangkat ke Surga. Laporan akhir Komisi Internasional Anglikan–Katolik Roma (ARCIC), yang dibuat pada tahun 1969 untuk memajukan kemajuan ekumenis antara gereja Katolik Roma dan Persekutuan Anglikan, juga mencatat ketidaksetujuan orang Anglikan dengan doktrin tersebut.
Sumber:
Alkitab berkata bahwa sejak kejatuhan Adam ke dalam dosa semua manusia dikandung dan lahir dalam dosa dan bahkan berbuat dosa (Ayub 25:4, Mazur 51:7, 58:4 Pengkhotbah 7:20 Roma 3:10-12,23; Roma 5:12,19). Yang dikecualikan hanyalah Tuhan Yesus sendiri (2 Korintus 5:21 Ibrani 4:15). Karena itu haruslah disimpulkan bahwa Maria adalah manusia berdosa seperti kita.
Dalam Lukas 1:46-47, Maria menyebut Allah sebagai Juruselamatnya. Mengapa Maria membutuhkan Juruselamat kalau ia memang sama sekali tidak berdosa?
Dalam Lukas 2:22-24, Maria mempersembahkan korban penghapus dosa (bdk. Imamat 12:1-8). Sekalipun kenajisan / ketidaktahiran karena melahirkan anak itu bukanlah suatu dosa moral, tetapi bagaimanapun tidak tahir / najis sangat kontras dengan suci / tidak berdosa.
Mengapa Maria harus mati (Catatan: orang Roma Katolik pun percaya bahwa Maria mengalami kematian) kalau ia tidak berdosa?
Kematian adalah upah dosa (Kejadian 2:16-17; 3:19, Roma 5:12; 6:23). Kristus memang juga mati meskipun Ia tidak berdosa, tetapi Ia mati untuk menebus dosa umat manusia. Bagaimana dengan Maria?
Yesus kudus karena Maria mengandung dari Roh Kudus, tetapi Maria dikandung oleh seorang perempuan yang mengandung dari laki-laki biasa. Bagaimana mungkin ia dikandung tanpa dosa dan dilahirkan tanpa dosa pula?
Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:
- Bagaimana manusia benar di hadapan Allah, dan bagaimana orang yang dilahirkan perempuan itu bersih? (Ayub 25:4)
- Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. (Roma 3:23)
- Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa (Roma 5:12)
- Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, ... (Roma 5:19a)
Kalau Maria dikandung dan lahir tanpa dosa, maka semua ayat-ayat di atas ini adalah salah.
Orang Roma Katolik menekankan kesucian Maria karena mereka berpendapat bahwa kalau Yesus itu suci, maka Maria, yang melahirkan-Nya, juga harus suci. Tetapi doktrin ini mempunyai konsekwensi logis sebagai berikut: kalau karena Yesus itu suci maka Maria harus suci, maka karena Maria suci kedua orang tua Maria harus suci. Dan kalau kedua orang tua Maria suci, maka seluruh generasi Maria sampai ke Adam harus suci. Ini adalah konsekwensi logis yang orang Roma Katolik pun tidak akan mau menerimanya.
Doktrin Immaculate Conception ini baru muncul pada tanggal 8 Desember 1854. Mengapa dibutuhkan 18 abad untuk menemukan doktrin ini?
Jelas karena memang tidak pernah ada dalam Kitab Suci.
4. Maria dianggap telah berada di Sorga / Assumption of Mary (1950)
Doktrin tentang The Assumption of Mary (Kenaikan Maria ke surga secara jasmani) dikeluarkan oleh Paus Pius XII dengan embel-embel 'ex cathedra' (dari kursinya) pada tanggal 1 November 1950, menyatakan hal itu dalam Munificentissimus Deus sebagai dogma gereja Katolik Roma yang menuliskan: "bahwa bunda Allah yang tak bernoda, perawan Maria, yang telah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat tubuh dan jiwa ke dalam kemuliaan surgawi." Sebagai sebuah dogma, pengangkatan adalah keyakinan yang diwajibkan bagi semua umat Katolik Roma; siapa pun yang secara terbuka tidak setuju dengan dogma tersebut, Paus Pius menyatakan, "telah jatuh sepenuhnya dari iman ilahi dan Katolik."
Kepercayaan mereka tentang hal ini:
Tubuh Maria dibangkitkan sesaat setelah kematiannya, jiwa dan tubuhnya dipersatukan kembali dan ia diangkat ke surga, dan menjadi ratu Surga. Doktrin tentang kebangkitan Maria ini merupakan kesimpulan logis: karena Maria tidak berdosa, maka ia tidak dapat tetap ada dalam kebinasaan. Tradisi mereka dalam hal ini berkata:
On the third day after Mary's death, when the apostles gathered together around her tomb, they found it empty. The sacred body had been carried up to the celestial paradise. Jesus himself came to conduct her hither; the whole court of heaven came to welcome with songs of triumph the mother of the divine Lord. What a chorus of exaltation. Hark how they cry. Lift up your gates, o ye princes, and be ye lifted up, o eternal gates, and the Queen of glory shall enter in.
Terjemahan:
Pada hari yang ketiga setelah kematian Maria, ketika rasul-rasul berkumpul di sekitar kuburannya, mereka mendapati kubur itu kosong. Tubuh yang suci itu telah diangkat ke surga. Yesus sendiri datang untuk memimpin Maria kesana; seluruh surga datang untuk menyambut dengan nyanyian kemenangan ibu dari Tuhan yang ilahi. Alangkah indahnya pujian pemuliaan itu. Dengarlah bagaimana mereka berseru. Angkatlah pintu-pintu gerbangmu, ya kamu pangeran-pangeran, dan terangkatlah, ya pintu-pintu gerbang yang kekal, dan Ratu Kemuliaan akan masuk. - Loraine Boettner, 'Roman Catholicism', hal 162.
Catatan:
Bandingkan kemiripan bagian terakhir dari kutipan ini dengan Mazmur 24:7-10.
"Raja Kemuliaan" yang menunjuk kepada Tuhan, diganti dengan "Ratu Kemuliaan" yang menunjuk kepada Maria. Seorang yang bernama Gregory of Tours (Perancis) menulis buku yang berjudul 'In Gloriam Martyrum'. Dalam buku itu ada cerita sebagai berikut:
"As Mary lay dying with the apostles gathered around her bed, Jesus appeared with His angels, committed her soul to the care of Gabriel, and her body was taken away in a cloud"
Terjemahan:
Ketika Maria terbaring dalam keadaan sekarat/hampir mati dengan rasul-rasul berkumpul di sekeliling tempat tidurnya, Yesus menampakkan diri dengan malaikat-malaikat-Nya, menyerahkan jiwanya pada pemeliharaan/penjagaan Gabriel, dan tubuhnya diangkat ke awan-awan) - Loraine Boettner, 'Roman Catholicism', hal 163.
Catatan:
Perhatikan bahwa cerita ini tidak sama dengan tradisi di atas. Lalu yang mana yang benar?
Seorang kristen yang bernama Edwards J. Tanis berkata:
"There is no more evidence for the truth of this legend than for the ghost stories told by our grandfathers" (Tak ada lebih banyak bukti untuk kebenaran dari dongeng ini dari pada untuk dongeng-dongeng tentang hantu yang diceritakan oleh kakek-kakek kita) - Loraine Boettner, 'Roman Catholicism', hal 163.
Di surga, menurut doktrin Katolik Roma, Maria menduduki tempat yang lebih tinggi dari para orang suci atau penghulu malaikat. Ia dinobatkan sebagai ratu Surga oleh Allah Bapa sendiri dan ia diberi tahta di sebelah kanan Anak-Nya.
Bukankah ini sebuah penghujatan ilahi?
Tidak ada tahta bagi Maria didalam surga karena Kitab Suci menegaskan bahwa yang bertahta disana adalah Yesus Kristus, Anak Allah.
Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. (Ibrani 12:2)
Bahkan didalam penglihatannya ketika menerima Wahyu dari Kristus, rasul Yohanes sama sekali tidak melihat Maria berdiri disebelah kanan Anak-Nya, Yesus.
Segera aku dikuasai oleh Roh dan lihatlah, sebuah takhta terdiri di sorga, dan di takhta itu duduk Seseorang. Dan Dia yang duduk di takhta itu nampaknya bagaikan permata yaspis dan permata sardis; dan suatu pelangi melingkungi takhta itu gilang-gemilang bagaikan zamrud rupanya. (Wahyu 4:2-3)
Dan mengapa pula, ketika Gabriel menemui Maria dalam peristiwa dia akan mengandung Yesus, malaikat ini mengatakan:
Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya (Lukas 1:32)
Bahkan semasa Dia masih ebrada didalam dunia, Yesus sama sekali tidak pernah menyatakan bahwa ibu-Nya (Maria) akan bersama dengan Dia duduk diatas Takhta Surgawi.
Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. (Matius 25:31)
Selain daripada itu, tidak ada satupun catatan dari bapa-bapa gereja abad kedua yang menyatakan bahwa Maria telah diangkat ke surga, seandainya jika gereja Katolik Roma meyakini bahwa ajarannya merupakan tradisi yang diteruskan dari para rasul Kristus.
Saya ingin menutup pembahasan tentang Maria ini dengan memberikan 2 (dua) pesan:
Kalau Roma Katolik mengambil pandangan extrim kiri dengan memuliakan Maria lebih dari seharusnya, janganlah orang Kristen Protestan lalu mengambil pandangan yang extrim kanan dengan menghina atau merendahkan Maria. Maria tetap adalah orang beriman yang saleh, yang rela dipakai Tuhan sebagai alat-Nya untuk melahirkan Kristus.
Kalau ada mujizat-mujizat yang berhubungan dengan Maria dan mendukung pandangan Roma Katolik tentang Maria (misalnya: bahwa Maria menampakkan diri dan mengaku sebagai Perawan tanpa dosa), maka sadarilah bahwa mujizat yang bertentangan dengan Kitab Suci itu pasti datang dari setan. Kitab Suci mengatakan bahwa Iblis bisa menyamar sebagai malaikat terang (2 Korintus 11:14), dan karena itu tidak terlalu mengherankan kalau ia bisa menyamar sebagai Maria atau bahkan Yesus sendiri.
Daftar Pustaka:
- https://feet-europe.org/posts/2018-where-does-mariology-come-from
- https://www.oxfordhandbooks.com/view/10.1093/oxfordhb/9780199935420.001.0001/oxfordhb-9780199935420-e-62
- https://religion.fandom.com/wiki/History_of_Roman_Catholic_Mariology#Mary_in_the_Early_Church
- https://www.newworldencyclopedia.org/entry/Theotokos
- https://www.encyclopedia.com/philosophy-and-religion/christianity/christianity-general/theotokos
- https://www.newworldencyclopedia.org/entry/Nestorianism
- https://www.churchfathers.org/mary-ever-virgin
- https://www.sbts.edu/family/2013/05/01/marriage-celibacy-and-the-hierarchy-of-merit-in-the-jovinian-controversy/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar