06 September 2012

Kajian Kritis Tentang Ajaran Api Penyucian (Purgatory)

Penggambaran purgatorium yang bernyala-nyala api oleh Annibale Carracci
https://id.wikipedia.org/wiki/Purgatorium

** Latar Belakang Doktrin Purgatory (Api Penyucian) **

Purgatory merupakan salah satu doktrin gereja Katolik Roma yang mengajarkan bahwa setiap jiwa yang sudah meninggal akan menerima pemurnian disebuah tempat antara sorga dan neraka melalui api. Pada awalnya, Jemaat Kristen hanya mengenal doa-doa yang dipersembahkan kepada keluarga mereka yang telah meninggal, sesuatu yang tetap menjadi Tradisi disepanjang sejarah perkembangan ajaran Kekristenan hingga saat ini termasuk didalam Gereja Protestan. Namun doa-doa yang disampaikan biasanya berupa ungkapan kerinduan kepada mereka yang telah berada didalam Firdaus (bandingkan Lukas 23:43) yang oleh Yesus disebut sebagai Pangkuan Abraham (Lukas 16:22-23). Dengan demikian Gereja Protestan percaya didalam iman bahwa keluarga mereka yang telah meninggal telah beristirahat dengan damai dan tenang bersama dengan Yesus didalam Firdaus dan suatu saat nanti akan berkumpul bersama di Langit dan Bumi yang baru sesuai janji yang diberikan Tuhan Yesus kepada para pengikut-Nya.

Berbanding terbalik dengan ajaran yang diajarkan oleh gereja Katolik Roma, mereka percaya bahwa setiap jiwa umat Katolik Roma yang telah meninggal akan berada didalam Purgatory, menerima siksaan api kudus dalam jangka waktu yang tidak ditentukan sehingga diperlukan doa dan persembahan kepada gereja Katolik Roma supaya siksaan mereka berkurang (entah itu menurut durasi atau jenis siksaan) dengan demikian, mereka yang telah meninggal harus mengalami siksaan kudus karena dosa-dosa yang belum tertebus oleh Darah Yesus meskipun telah percaya (beriman) kepada-Nya. Namun, gereja Katolik Roma mengklaim bahwa ajaran ini berasal dari Tuhan Yesus dan para rasul yang diteruskan ke dalam gereja mereka, pertanyaannya sekarang, benarkah demikian? Benarkah bapa-bapa Gereja paska Kerasulan mengajarkan doktrin Purgatory? Mengapa harus menunggu hingga era Reformasi Gereja abad 16 supaya ajaran ini disahkan menjadi sebuah doktrin?

Tulisan ini akan membahas bahwa klaim gereja Katolik Roma tidaklah benar (menyesatkan) dan tentu saja, Reformasi Gereja dimulai oleh peristiwa indulgensi yang merupakan bagian dari ajaran Purgatory.

** Purgatory Dalam Tradisi Pagan Kuno **

Alexander Hislop, Teolog "The free Church of Scotland" menjelaskan bagaimana orang-orang Yunani dan peradaban kuno (pra-Katolik) lainnya mengajarkan doktrin Purgatory. Hislop menjelaskan (The Two Babylons, hal 139-140):

In Greece the doctrine of a purgatory was inculcated [taught] by the very chief of the philosophers. Thus Plato, speaking of the future judgment of the dead, holds out the hope of final deliverance for all, but maintains that, of "those who are judged," "some" must first "proceed to a subterranean place of judgment, where they shall sustain the punishment, they have deserved"; while others, in consequence of a favorable judgment, being elevated at once into a certain celestial place, "shall pass their time in a manner becoming the life they have lived in a human shape.

Terjemahan:

Di Yunani Kuno, doktrin Purgatory ditanamkan [diajarkan] oleh kepala para filosof. Jadi Plato, berbicara tentang penghakiman masa depan orang mati, mengulurkan harapan pembebasan akhir untuk semua, tetapi mempertahankan, dari "mereka yang diadili," "beberapa" pertama-tama harus "melanjutkan ke tempat penghakiman bawah tanah, di mana mereka akan mempertahankan hukuman yang pantas mereka terima"; sementara yang lain, sebagai konsekuensi dari penilaian yang menguntungkan, diangkat sekaligus ke tempat surgawi tertentu, "akan melewatkan waktu mereka dengan cara menjadi kehidupan yang mereka jalani dalam bentuk manusia.

Romawi Kuno mengajarkan kepercayaan Purgatory sebelum agama Katolik ada. Hislop menuliskan:

Di Roma Pagan, api penyucian sama-sama dijunjung di hadapan pikiran manusia; tetapi di sana, tampaknya tidak ada harapan untuk pembebasan dari rasa sakitnya. Oleh karena itu, Virgil, menggambarkan siksaan yang berbeda, demikian:

Nor can the groveling mind, in the dark dungeon of the limbs confined, Assert the native skies, or own its heavenly kind. 

Nor death itself can wholly wash their stains; but long-contracted filth, even in the soul, remains the relics of inveterate vice they wear, and spots of sin obscene in every face appear. 

For this are various penances enjoined; And some are hung to bleach upon the wind, some plunged in waterothers purged in fires, till all the dregs are drained, and all the rust expires. 

All have their Manes, and those Manes bear. 

The few so cleansed to these abodes repair, and breathe in ample fields the soft Elysian air, then are they happy, when by length of time The scurf is worn away of each committed crime. 

No speck is left of their habitual stains, But the pure ether of the soul remains." 

Para pendeta Mesir Kuno mengajarkan doktrin api penyucian jauh sebelum Roma menjadi sebuah kerajaan. Hislop menulis:

In Egypt, substantially the same doctrine of purgatory was inculcated [taught]. Prayers for the dead ever go hand in hand with purgatory; but no prayers can be completely efficacious [effective] without the interposition of the priests; [interposition: to go between the god(s) and the people] and no priestly functions can be rendered unless there be special pay for them. Therefore, in every land we find the Pagan priesthood "devouring widows' houses," and making merchandise of the tender feelings of sorrowing relatives of the beloved dead. 

In Egypt the exactions [money charged] of the priests for funeral dues and masses for the dead were far from being trifling. "The priests," says Wilkinson, "induced the people to expend large sums on the celebration of funeral rites; [many people saved] something for the expenses of their death. For, beside the embalming process, which sometimes cost a talent of silver, the tomb itself was purchased at an immense expense; and numerous demands were made upon the estate of the deceased, for the celebration of prayer and other services for the soul." 

"The ceremonies," we find him elsewhere saying, "consisted of a sacrifice similar to those offered in the temples, vowed for the deceased to one or more gods (as Osiris, Anubis, and others connected with Amenti); incense and libation were also presented; and a prayer was sometimes read, the relations and friends being present as mourners. They even joined their prayers to those of the priest.

Such was the operation of the doctrine of purgatory and prayers for the dead among avowed and acknowledged Pagans; and in what essential respect does it differ from the operation of the same doctrine in Papal Rome? There are the same extortions in the one as there were in the other. The doctrine of purgatory is purely Pagan, and cannot for a moment stand in the light of Scripture. For those who die in Christ no purgatory is, or can be, needed; for "the blood of Jesus Christ, God's Son, cleanest from ALL sin."   

Terjemahan:

Di Mesir, doktrin api penyucian yang pada dasarnya sama ditanamkan [diajarkan]. Doa untuk orang mati selalu berjalan seiring dengan api penyucian; tetapi tidak ada doa yang dapat sepenuhnya manjur [efektif] tanpa campur tangan para imam; [interposisi: untuk pergi antara dewa(-dewa) dan orang-orang] dan tidak ada fungsi imamat yang dapat diberikan kecuali ada bayaran khusus untuk mereka. Oleh karena itu, di setiap negeri kita menemukan imamat Pagan "melahap rumah para janda", dan membuat barang dagangan dari sanak saudara dari orang-orang terkasih yang telah meninggal.

Di Mesir, pungutan [uang yang dibebankan] dari para imam untuk iuran pemakaman dan misa untuk orang mati jauh dari hal yang sepele. "Para imam," kata Wilkinson, "mendorong orang-orang untuk mengeluarkan banyak uang untuk perayaan upacara pemakaman; [banyak orang menabung] sesuatu untuk biaya kematian mereka. Karena, selain proses pembalseman, yang terkadang menghabiskan satu talenta perak, makam itu sendiri dibeli dengan biaya yang sangat besar; dan banyak tuntutan dibuat atas harta orang yang meninggal, untuk perayaan doa dan layanan lain untuk jiwa."

"Upacara" (Api Penyucian) yang kami temukan, "terdiri dari pengorbanan serupa dengan yang ditawarkan di kuil-kuil, bersumpah untuk almarhum kepada satu atau lebih dewa (seperti Osiris, Anubis, dan lain-lain berhubungan dengan Amenti); dupa dan persembahan anggur juga dipersembahkan, dan doa kadang-kadang dibacakan, kerabat dan teman-teman yang hadir sebagai pelayat, mereka bahkan bergabung dengan doa-doa imam.

Begitulah pelaksanaan doktrin api penyucian dan doa untuk orang mati di antara orang-orang kafir yang diakui dan dilakukan; dan dalam hal penting apa perbedaannya dengan pengoperasian doktrin yang sama di Roma Kepausan? Ada pemerasan yang sama di tempat yang satu dengan yang lain. Doktrin api penyucian adalah murni Pagan, dan untuk sesaat tidak dapat berdiri dalam terang Kitab Suci. Bagi mereka yang mati di dalam Kristus tidak ada api penyucian, atau dapat, dibutuhkan; untuk "darah Yesus Kristus, Anak Allah, ditebus dan dibersihkan dari SEMUA dosa."

Hislop memberi tahu kita lebih banyak tentang ini (The Two Babylons, hlm. 140-141)

Di api penyucian Pagan, api, air, angin, digambarkan (seperti yang dapat dilihat dari garis Virgil) sebagai kombinasi untuk membersihkan noda dosa. Di api penyucian Kepausan, sejak zaman Paus Gregorius, api sendiri telah menjadi sarana penyucian yang agung (Catechismus Romanus). Jadi, sementara api penyucian dunia masa depan hanyalah pelaksanaan prinsip yang terkandung dalam api Baal yang menyala dan memurnikan, mereka membentuk hubungan lain dalam mengidentifikasi sistem Roma dengan sistem Tammuz atau Zoroaster, dewa Api.

Sekarang, jika dihakimi oleh perbuatan baik, penitensi sebagai bentuk kepuasan keadilan Allah, pengorbanan Misa yang tidak berdarah dan api penyucian, semuanya berasal dari Babel, rasa terima kasih seperti apa yang harus kita berikan kepada Tuhan karena telah dari sistem sinkretisasi Paganisme - Katolik Roma melalui Reformasi Protestan?

Dalam sebuah film fiksi berjudul "Gods of Egypt", terlihat bahwa mereka yang sudah meninggal memberikan persembahan berupa harta kepada dewa kematian supaya jiwa mereka tidak dimasukan ke dalam penderitaan di alam baka. Demikian juga ketika kita melihat film-film fiksi tentang dewa-dewi Yunani/Romawi, hal yang sama berlaku bagi jiwa-jiwa yang sudah meninggal, harta mereka diberikan kepada para dewa sebagai ganti hidup kekal. Penggambaran yang diberikan dalam film-film fiksi ini sesungguhnya adalah gambaran tentang purgatory dalam doktrin Katolik Roma, kita akan sampai kesana ketika sudah membahas Indulgensi.

** Purgatory Dalam Sejarah Perkembangan Kekristenan **

Konsep Purgatory (Purgatorium) muncul dalam sumber-sumber pra-Kristen, Plato menyebutkan konsep itu dalam "Phaedo", sebuah dialog yang memengaruhi banyak filsuf kuno. Meskipun doktrin ini hanya diterima di gereja Katolik Roma pada tahun 1274, praktik-praktik awal, sebelum Yesus Kristus, seperti orang-orang yang berdoa untuk orang mati, mungkin menyimpulkan kepercayaan akan Purgatory.

Sumber-sumber Kekristenan paling awal menyatakan bahwa Clement dari Roma mengacu pada orang-orang percaya yang telah meninggal, dia selalu mengacu pada mereka yang berada di Surga, tidak pernah di Purgatory (First Clement, 5-6, 44, 50). Hal yang sama berlaku untuk sumber-sumber awal lainnya, seperti Polikarpus (Epistle To The Philippians, 9) dan sebuah dokumen yang ditulis oleh gereja Smirna setelah kemartiran Polikarpus (The Martyrdom Of Polycarp, 19).

**) Clement dari Roma (30-96 AC) menuliskan:

Dalam 1 Clement 5-6:

But, to pass from the examples of ancient days, let us come to those champions who lived nearest to our time. Let us set before us the noble examples which belong to our generation.

By reason of jealousy and envy the greatest and most righteous pillars of the Church were persecuted, and contended even unto death.

Let us set before our eyes the good Apostles.

There was Peter who by reason of unrighteous jealousy endured not one not one but many labors, and thus having borne his testimony went to his appointed place of glory.

By reason of jealousy and strife Paul by his example pointed out the prize of patient endurance. After that he had been seven times in bonds, had been driven into exile, had been stoned, had preached in the East and in the West, he won the noble renown which was the reward of his faith, having taught righteousness unto the whole world and having reached the farthest bounds of the West; and when he had borne his testimony before the rulers, so he departed from the world and went unto the holy place, having been found a notable pattern of patient endurance. (Dia memenangkan kemasyhuran mulia yang merupakan hadiah dari imannya, setelah mengajarkan kebenaran kepada seluruh dunia dan telah mencapai batas terjauh Barat; dan ketika dia telah memberikan kesaksiannya di hadapan para penguasa, maka dia pergi dari dunia dan pergi ke tempat kudus)

Unto these men of holy lives was gathered a vast multitude of the elect, who through many indignities and tortures, being the victims of jealousy, set a brave example among ourselves.

By reason of jealousy women being persecuted, after that they had suffered cruel and unholy insults as Danaids and Dircae, safely reached the goal in the race of faith, and received a noble reward feeble though they were in body. (Dengan selamat mencapai tujuan dalam perlombaan iman, dan menerima hadiah mulia meskipun mereka lemah secara fisik.)

Jealousy hath estranged wives from their husbands and changed the saying of our father Adam, this now is bone of my bones and flesh of my flesh.

Jealousy and strife have overthrown great cities and uprooted great nations.

Dalam 1 Clement 44:

And our Apostles knew through our Lord Jesus Christ that there would be strife over the name of the bishop's office.

For this cause therefore, having received complete foreknowledge, they appointed the aforesaid persons, and afterwards they provided a continuance, that if these should fall asleep, other approved men should succeed to their ministration. Those therefore who were appointed by them, or afterward by other men of repute with the consent of the whole Church, and have ministered unblameably to the flock of Christ in lowliness of mind, peacefully and with all modesty, and for long time have borne a good report with all these men we consider to be unjustly thrust out from their ministration.

For it will be no light sin for us, if we thrust out those who have offered the gifts of the bishop's office unblameably and holily.

Blessed are those presbyters who have gone before, seeing that their departure was fruitful and ripe: for they have no fear lest anyone should remove them from their appointed place.

For we see that ye have displaced certain persons, though they were living honorably, from the ministration which had been respected by them blamelessly.

Dalam 1 Clement 50 dituliskan:

Ye see, dearly beloved, how great and marvelous a thing is love, and there is no declaring its perfection.

Who is sufficient to be found therein, save those to whom God shall vouchsafe it? Let us therefore entreat and ask of His mercy, that we may be found blameless in love, standing apart from the factiousness of men. All the generations from Adam unto this day have passed away: but they that by God's grace were perfected in love dwell in the abode of the pious; and they shall be made manifest in the visitation of the Kingdom of God.

For it is written; Enter into the closet for a very little while until Mine anger and Mine wrath shall pass away, and I will remember a good day and will raise you from your tombs.

Blessed were we, dearly beloved, if we should be doing the commandments of God in concord of love, to the end that our sins may through love be forgiven us.

For it is written; Blessed are they whose iniquities are forgiven, and whose sins are covered. Blessed is the man to whom the Lord shall impute no sin, neither is guile in his mouth.

This declaration of blessedness was pronounced upon them that have been elected by God through Jesus Christ our Lord, to whom be the glory for ever and ever. Amen.

**) Polikarpus (69-155 AC) menuliskan:

I exhort you all to yield obedience to the word of righteousness and to exercise all patience, such as you have seen before your eyes not only in the case of the blessed Ignatius, Zosimus, Rufus, and also among yourselves, but also in Paul himself and the rest of the apostles. We are assured that these all have not run in vain, but in faith and righteousness, and that they are now in their due place in the presence of the Lord, with whom they also suffered. For they did not love not this present world, but him who died for us and for our sakes and was raised again by God from the dead.

Terjemahan:

Saya menasihati Anda semua untuk tunduk pada firman kebenaran dan untuk melatih semua kesabaran, seperti yang telah Anda lihat di depan mata Anda tidak hanya dalam kasus Ignatius, Zosimus, Rufus yang diberkati, dan juga di antara Anda sendiri, tetapi juga dalam diri Paulus sendiri dan para rasul lainnya. Kami diyakinkan bahwa semua ini tidak berjalan dengan sia-sia, tetapi dalam iman dan kebenaran, dan bahwa mereka sekarang berada di tempat yang semestinya di hadirat Tuhan, yang bersama-Nya mereka juga menderita. Karena mereka tidak mencintai dunia ini, tetapi Dia yang mati untuk kita dan demi kita dan yang telah dibangkitkan oleh Allah dari kematian.

(The Epistle of Polycarp to the Philippians, Chapter 9)

Sumber-sumber awal lainnya merujuk pada semua orang percaya yang pergi ke Surga atau wilayah surgawi Hades yang tidak memiliki penderitaan yang terkait dengan Purgatory: Justin Martyr (Dialogue With Trypho, 5), Athenagoras (A Plea For The Christians, 31), Irenaeus (Against Heresies, 5:5:1, 5:31:2), Hippolytus (Against Plato, On The Cause Of The Universe, 1-2) dan Cyprian (Treatises, 7, On The Mortality, 6-7, 26). Harus ditekankan bahwa ketika seseorang seperti Irenaeus mengacu pada semua orang Kristen yang telah meninggal berada di Firdaus, pandangan seperti itu bukanlah awal mula doktrin Purgatory yang belum berkembang. Ini adalah kontradiksi langsung dari Purgatory. Juga patut dicatat adalah bahwa Irenaeus mengutip para penatua dari generasi sebelumnya, yang mengenal satu atau lebih dari para rasul, untuk mendukung pandangannya yang anti-Purgatory.

**) Justin Martyr (100-165 AC) dalam Dialogue with Trypho 5: How the Angels Transgressed, menuliskan:

Old Man: But I do not say, indeed, that all souls die; for that were truly a piece of good fortune to the evil. What then? The souls of the pious remain in a better place, while those of the unjust and wicked are in a worse, waiting for the time of judgment. Thus, some which have appeared worthy of God never die; but others are punished so long as God wills them to exist and to be punished.

Justin: Is what you say, then, of a like nature with that which Plato in Timæus hints about the world, when he says that it is indeed subject to decay, inasmuch as it has been created, but that it will neither be dissolved nor meet with the fate of death on account of the will of God? Does it seem to you the very same can be said of the soul, and generally of all things? For those things which exist after God, or shall at any time exist, these have the nature of decay, and are such as may be blotted out and cease to exist; for God alone is unbegotten and incorruptible, and therefore He is God, but all other things after Him are created and corruptible.

For this reason, souls both die and are punished: since, if they were unbegotten, they would neither sin, nor be filled with folly, nor be cowardly, and again ferocious; nor would they willingly transform into swine, and serpents, and dogs and it would not indeed be just to compel them, if they be unbegotten.

For that which is unbegotten is similar to, equal to, and the same with that which is unbegotten; and neither in power nor in honor should the one be preferred to the other, and hence there are not many things which are unbegotten: for if there were some difference between them, you would not discover the cause of the difference, though you searched for it; but after letting the mind ever wander to infinity, you would at length, wearied out, take your stand on one Unbegotten, and say that this is the Cause of all.

Did such escape the observation of Plato and Pythagoras, those wise men, who have been as a wall and fortress of philosophy to us?

**) Athenagoras dari Athena (133-190 AC) menuliskan:

For if we believed that we should live only the present life, then we might be suspected of sinning, through being enslaved to flesh and blood, or overmastered by gain or carnal desire; but since we know that God is witness to what we think and what we say both by night and by day, and that He, being Himself light, sees all things in our heart, we are persuaded that when we are removed from the present life we shall live another life, better than the present one, and heavenly, not earthly (since we shall abide near God, and with God, free from all change or suffering in the soul, not as flesh, even though we shall have flesh, but as heavenly spirit), or, falling with the rest, a worse one and in fire; for God has not made us as sheep or beasts of burden, a mere by-work, and that we should perish and be annihilated. On these grounds it is not likely that we should wish to do evil, or deliver ourselves over to the great Judge to be punished.

Terjemahan:

Karena jika kita percaya bahwa kita harus menjalani kehidupan sekarang saja, maka kita mungkin dicurigai berdosa, karena diperbudak oleh darah dan daging, atau dikuasai oleh keuntungan atau keinginan duniawi; tetapi karena kita tahu bahwa Allah adalah saksi atas apa yang kita pikirkan dan apa yang kita katakan baik di malam hari maupun di siang hari, dan bahwa Dia, sebagaimana diri-Nya adalah Terang, melihat segala sesuatu di dalam hati kita, kita diyakinkan bahwa ketika kita disingkirkan dari kehidupan sekarang, kita akan menjalani kehidupan yang lain, lebih baik dari yang sekarang, dan surgawi, bukan duniawi (karena kita akan tinggal di dekat Tuhan, dan bersama Tuhan, bebas dari semua perubahan atau penderitaan dalam jiwa, bukan sebagai daging, meskipun kita akan memiliki daging, tetapi sebagai roh surgawi), atau jatuh bersama yang lain, yang lebih buruk dan dalam api; karena Tuhan tidak menjadikan kita sebagai domba atau binatang beban, hanya pekerjaan sampingan, dan bahwa kita harus binasa dan dimusnahkan. Atas dasar ini, tidak mungkin kita ingin melakukan kejahatan, atau menyerahkan diri kita kepada Hakim Agung untuk dihukum.

(A Plea for The Christians, 31)

**) Irenaeus (130-202 AC) menuliskan:

  1. Wherefore also the elders who were disciples of the apostles tell us that those who were translated were transferred to that place (for paradise has been prepared for righteous men, such as have the Spirit; in which place also Paul the apostle, when he was caught up, heard words which are unspeakable as regards us in our present condition -2 Corinth 12:4-), and that there shall they who have been translated remain until the consummation [of all things], as a prelude to immortality. (Oleh karena itu juga para penatua yang menjadi murid para rasul memberi tahu kita bahwa mereka yang diselamatkan, dipindahkan ke tempat itu (karena surga telah disiapkan untuk orang-orang benar; di tempat itu juga rasul Paulus, ketika dia ditangkap, mendengar kata-kata yang tak terkatakan sehubungan dengan kita dalam kondisi kita saat ini -2 Korintus 12:4-), dan bahwa mereka yang telah diselamatkan akan tetap ada sampai penyempurnaan [dari semua hal], sebagai awal dari keabadian.) -- Against Heresies, 5:5:1
  2. For as the Lord went away in the midst of the shadow of death, where the souls of the dead were, yet afterwards arose in the body, and after the resurrection was taken up [into heaven], it is manifest that the souls of His disciples also, upon whose account the Lord underwent these things, shall go away into the invisible place allotted to them by God, and there remain until the resurrection, awaiting that event; then receiving their bodies, and rising in their entirety, that is bodily, just as the Lord arose, they shall come thus into the presence of God. (Karena sama seperti Tuhan pergi di tengah-tengah bayang-bayang maut, di mana jiwa-jiwa orang mati berada, tetapi kemudian bangkit dalam tubuh, dan setelah kebangkitan diangkat [ke surga], nyatalah bahwa jiwa-jiwa para murid-Nya juga, yang karena Tuhan telah mengalami hal-hal ini, akan pergi ke tempat yang tidak terlihat yang diberikan kepada mereka oleh Allah, dan tinggal di sana sampai kebangkitan, menunggu peristiwa itu; kemudian menerima tubuh mereka, dan bangkit secara keseluruhan, yaitu secara jasmani, sama seperti Tuhan telah bangkit, mereka akan datang dengan cara demikian ke hadirat Allah.) -- Against Heresies, 5:31:2

Hippolytus dari Roma (170-235 AC) yang juga dikenal sebagai anti-Pope yang pertama dalam sejarah gereja Katolik Roma, menuliskan:

  1. And this is the passage regarding demons. But now we must speak of Hades, in which the souls both of the righteous and the unrighteous are detained. Hades is a place in the created system, rude, a locality beneath the earth, in which the light of the world does not shine; and as the sun does not shine in this locality, there must necessarily be perpetual darkness there. This locality has been destined to be as it were a guard-house for souls, at which the angels are stationed as guards, distributing according to each one's deeds the temporary punishments for (different) characters. And in this locality, there is a certain place set apart by itself, a lake of unquenchable fire, into which we suppose no one has ever yet been cast; for it is prepared against the day determined by God, in which one sentence of righteous judgment shall be justly applied to all. And the unrighteous, and those who believed not God, who have honored as God the vein works of the hands of men, idols fashioned (by themselves), shall be sentenced to this endless punishment. But the righteous shall obtain the incorruptible and un-fading kingdom, who indeed are at present detained in Hades, but not in the same place with the unrighteous. For to this locality there is one descent, at the gate whereof we believe an archangel is stationed with a host. And when those who are conducted by the angels appointed unto the souls have passed through this gate, they do not proceed on one and the same way; but the righteous, being conducted in the light toward the right, and being hymned by the angels stationed at the place, are brought to a locality full of light. And there the righteous from the beginning dwell, not ruled by necessity, but enjoying always the contemplation of the blessings which are in their view, and delighting themselves with the expectation of others ever new, and deeming those ever better than these. And that place brings no toils to them. There, there is neither fierce heat, nor cold, nor thorn; but the face of the fathers and the righteous is seen to be always smiling, as they wait for the rest and eternal revival in heaven which succeed this location. And we call it by the name Abraham's bosom. But the unrighteous are dragged toward the left by angels who are ministers of punishment, and they go of their own accord no longer, but are dragged by force as prisoners. And the angels appointed over them send them along, reproaching them and threatening them with an eye of terror, forcing them down into the lower parts. And when they are brought there, those appointed to that service drag them on to the confines or hell. And those who are so near hear incessantly the agitation, and feel the hot smoke. And when that vision is so near, as they see the terrible and excessively glowing spectacle of the fire, they shudder in horror at the expectation of the future judgment, (as if they were) already feeling the power of their punishment. And again, where they see the place of the fathers and the righteous, they are also punished there. For a deep and vast abyss is set there in the midst, so that neither can any of the righteous in sympathy think to pass it, nor any of the unrighteous dare to cross it.
  2. Thus far, then, on the subject of Hades, in which the souls of all are detained until the time which God has determined; and then He will accomplish a resurrection of all, not by transferring souls into other bodies, but by raising the bodies themselves. And if, O Greeks, you refuse credit to this because you see these (bodies) in their dissolution, learn not to be incredulous. For if you believe that the soul is originated and is made immortal by God, according to the opinion of Plato, in time, you ought not to refuse to believe that God is able also to raise the body, which is composed of the same elements, and make it immortal. To be able in one thing, and to be unable in another, is a word which cannot be said of God. We therefore believe that the body also is raised. For if it became corrupt, it is not at least destroyed. For the earth receiving its remains preserves them, and they, becoming as it were seed, and being wrapped up with the richer part of earth, spring up and bloom. And that which is sown is sown indeed bare grain; but at the command of God the Artificer it buds, and is raised arrayed and glorious, but not until it has first died, and been dissolved, and mingled with earth. Not, therefore, without good reason do we believe in the resurrection of the body. Moreover, if it is dissolved in its season on account of the primeval transgression, and is committed to the earth as to a furnace, to be molded again anew, it is not raised the same thing as it is now, but pure and no longer corruptible. And to everybody its own proper soul will be given again; and the soul, being endued again with it, shall not be grieved, but shall rejoice together with it, abiding itself pure with it also pure. And as it now sojourns with it in the world righteously, and finds it in nothing now a traitor, it will receive it again (the body) with great joy. But the unrighteous will receive their bodies unchanged, and unransom from suffering and disease, and unglorified, and still with all the ills in which they died. And whatever manner of persons they (were when they) lived without faith, as such they shall be faithfully judged.

Hippolytus (Against Plato, On The Cause Of The Universe, 1-2)

**) Cyprianus dari Carthage (200-258 AC) menuliskan:

What an advantage it is to depart from the world Christ Himself the teacher of our salvation and welfare makes manifest, who, when His disciples were sorrowful because He said that He was now about to go away, spoke to them saying: “If you loved me, you would indeed be glad, because I go to the Father” (John 14:28), thus teaching and showing that there should be rejoicing rather than sorrowing when the dear ones whom we love depart from the world. And mindful of this fact, the blessed Apostle Paul sets this down in his Epistle and says: “For to me to live is Christ; and to die is gain” (Phillip 1:21), counting it the greatest gain to be no longer held by the snares of the world, to be no longer subject to any sins and faults of the flesh, but, released from tormenting afflictions and freed from the poisoned jaws of the devil, to set out, at Christ’s summons, for the joy of eternal salvation. (7)

We should consider, beloved brethren, and we should reflect constantly that we have renounced the world and as strangers and foreigners we sojourn here for a time. Let us embrace the day which assigns each of us to his dwelling, which on our being rescued from here and released from the snares of the world, restores us to paradise and the kingdom. What man, after having been abroad, would not hasten to return to his native land? Who, when hurrying to sail to his family, would not more eagerly long for a favorable wind that he might more quickly embrace his dear ones? We account paradise our country, we have already begun to look upon the patriarchs as our parents. Why do we not hasten and run, so that we can see our country, so that we can greet our parents? A great number of our dear ones there await us, parents, brothers, children; a dense and copious throng longs for us, already secure in their safety but still anxious for our salvation. How great a joy it is both for them arid for us in common to come into their sight and embrace! What pleasure there in the heavenly kingdom without fear of death, and with an eternity of life the highest possible and everlasting happiness! (26)

Cyprian (Treatises, 7, On the Mortality, 7, 26).

Umat ​​Katolik Roma sering menggunakan komentar yang dibuat oleh para bapa Gereja seperti Tertullianus dan Origenes, dan mereka mengacu pada dokumen apokrif dan prasasti katakombe. Tetapi semua argumen ini bermasalah. Prasasti katakombe, misalnya, berasal dari orang yang tidak kita kenal banyak, seperti seberapa ortodoksnya atau seberapa luas pandangan mereka. Banyak prasasti yang terlambat atau tidak dapat diberi tanggal. Dan ketika seseorang seperti Tertullianus menganjurkan berdoa untuk orang mati, doktrin Purgatory belum tentu mengikuti hal itu. Jika berkat surgawi diharapkan dari doa-doa ini tidak serta merta dapat disebut sebagai bukti untuk doktrin Purgatory. Sejarawan Philip Schaff menulis:

These views of the middle state in connection with prayers for the dead show a strong tendency to the Roman Catholic doctrine of Purgatory, which afterwards came to prevail in the West through the great weight of St. Augustin and Pope Gregory I. But there is, after all, a considerable difference. The ante-Nicene idea of the middle state of the pious excludes, or at all events ignores, the idea of penal suffering, which is an essential part of the Catholic conception of purgatory. It represents the condition of the pious as one of comparative happiness, inferior only to the perfect happiness after the resurrection. Whatever and wherever Paradise may be, it belongs to the heavenly world; while purgatory is supposed to be a middle region between heaven and hell, and to border rather on the latter. The sepulchral inscriptions in the catacombs have a prevailingly cheerful tone, and represent the departed souls as being 'in peace' and 'living in Christ,' or 'in God.'

The same view is substantially preserved in the Oriental church, which holds that the souls of the departed believers may be aided by the prayers of the living, but are nevertheless 'in light and rest, with a foretaste of eternal happiness.' Yet alongside with this prevailing belief, there are traces of the purgatorial idea of suffering the temporal consequences of sin, and a painful struggle after holiness. Origen, following in the path of Plato, used the term 'purgatorial fire,' by which the remaining stains of the soul shall be burned away; but he understood it figuratively, and connected it with the consuming fire at the final judgment, while Augustin and Gregory I. transferred it to the middle state."

Terjemahan:

Pandangan-pandangan tentang "middle state" sehubungan dengan doa untuk orang yang telah meninggal memberikan pengaruh yang kuat pada doktrin Purgatory milik Katolik Roma, yang kemudian meluas di Barat melalui pengaruh Augustinus dan Paus Gregorius I.

Tapi, bagaimanapun, ada perbedaan yang cukup besar. Gagasan ante-Nicea tentang "middle state" bagi orang saleh dikecualikan, atau sama sekali mengabaikan gagasan penderitaan hukuman, yang merupakan bagian penting dari konsepsi Katolik Roma tentang Purgatory.... Apa pun dan di mana pun Firdaus berada, itu milik dunia surgawi; sementara Purgatory seharusnya menjadi wilayah tengah antara surga dan neraka ... Prasasti makam di katakombe memiliki nada ceria yang dominan, dan mewakili jiwa yang meninggal 'dalam damai' dan 'hidup di dalam Kristus,' atau 'di dalam Tuhan.'

Pandangan yang sama secara substansial dipertahankan di gereja Oriental, yang berpendapat bahwa jiwa orang-orang percaya yang telah meninggal dapat dibantu oleh doa-doa orang yang hidup, tetapi tetap 'dalam terang dan istirahat, dengan mencicipi kebahagiaan abadi. Namun di samping kepercayaan yang berlaku ini, ada jejak gagasan Purgatory untuk menderita sebagai akibat sementara dari dosa, dan perjuangan yang menyakitkan demi kekudusan.

Origenes, mengikuti jalan Plato, menggunakan istilah "Purgatory", yang dengannya noda-noda jiwa yang tersisa akan dibakar; tetapi dia memahaminya secara kiasan, dan menghubungkannya dengan api yang menghanguskan pada penghakiman terakhir, sementara Augustin dan Gregory I. memindahkannya ke "middle state".

Sumber:

History of the Christian Church Chapter XII: The Development of Catholic Theology in Conflict with Heresy. Section 156. Between death and resurrection.

Scholar Purgatory Jacques Le Goff, ketika mengomentari pandangan Cyprianus pada abad ketiga (seorang bapa gereja yang sering disalahartikan sebagai percaya pada Purgatory, meskipun ia menolak konsep tersebut), menyatakan bahwa doktrin Purgatory "belum ada" (The Birth of Purgatory [Chicago, Illinois: The University of Chicago Press, 1986], hlm. 58). Mengenai perbandingan ke katakombe, dokumen apokrif, Origen, Le Goff menjelaskan:

The abundant epigraphic and liturgical evidence available for the first few centuries of the Christian era has often been used to prove that belief in Purgatory is very ancient indeed. But it seems to me that the interpretation goes beyond the evidence. The favors that God is urged to grant the dead essentially involve the pleasures of Paradise, or at any rate a state defined by "pax et lux", peace and light.

A Greek apocryphal work from the late second century, "The Acts of Paul and Thekla", speaks of prayers for a dead young girl. The pagan queen Tryphena asks her adopted daughter, the Christian virgin Thekla, to pray for her real daughter Phalconilla, who has died. Thekla prays to God for eternal salvation for Phalconilla.

The importance of the "Passion of Perpetua and Felicitas" in the prehistory of Purgatory should neither be exaggerated nor minimized. It is not Purgatory as such that is being discussed here, and none of the images contained in Perpetua's two visions recur in medieval imagery associated with Purgatory. The garden in which Dinocratus [the dead boy being prayed for] finds himself is almost paradisaical in nature; it is neither a valley nor a plain nor a mountain. The thirst and feebleness from which he suffers are described as psychological rather than moral defects. He suffers psychic and physical pain rather than the pain of punishment for a wrong, labor rather than *) poena ("pain, punishment, penalty"), whereas the texts that foreshadow Purgatory or that concern Purgatory per se prefer the latter term to the former.

The Passion makes no mention of either judgment or punishment. In this vision of the other world [advocated by Clement of Alexandria and Origen] a number of ingredients of the true Purgatory are lacking, however. No clear distinction is made between time in Purgatory and the time of the Last Judgment. This confusion is so troublesome that Origen is forced both to expand the end of the world and to collapse it into a single moment, while at the same time making its prospect imminent. Purgatory is not really distinguished from Hell, and there is no clear awareness that Purgatory is a temporary and provisional abode.

The responsibility for postmortem (after death) purification is shared by the dead, with their weight of sin, and God, the benevolent judge of salvation; the living plays no part. Finally, no place is designated as the place of purgatory. By making the purifying fire not only 'spiritual' but also 'invisible,' Origen prevented the imagination of the faithful from gaining a purchase on it."

Terjemahan:

Bukti epigrafik dan liturgi yang melimpah yang tersedia untuk beberapa abad pertama era Kristen sering digunakan untuk membuktikan bahwa kepercayaan akan Purgatory memang sangat kuno. Tetapi bagi saya tampaknya interpretasi itu melampaui bukti. Nikmat yang Tuhan berikan kepada orang mati pada dasarnya melibatkan sukacita surga, atau setidaknya keadaan yang didefinisikan oleh "pax et lux", kedamaian dan cahaya.

Sebuah karya apokrifa Yunani dari akhir abad kedua, "Kisah Paulus dan Thekla", berbicara tentang doa untuk seorang gadis muda yang sudah meninggal. Ratu kafir Tryphena meminta putri angkatnya, perawan Kristen Thekla, untuk berdoa bagi putri kandungnya Phalconilla, yang telah meninggal. Thekla berdoa kepada Tuhan untuk keselamatan abadi bagi Phalconilla.

Pentingnya "Kisah Sengsara Perpetua dan Felicitas" dalam prasejarah Purgatory tidak boleh dilebih-lebihkan atau diminimalkan. Bukan Purgatory seperti yang dibahas di sini, dan tidak satu pun gambaran yang terkandung dalam dua penglihatan Perpetua muncul kembali dalam gambaran abad pertengahan yang terkait dengan Purgatory. Taman di mana Dinocratus [anak laki-laki yang mati sedang didoakan] menemukan dirinya hampir seperti berada di alam surga; itu bukan lembah atau dataran atau gunung. Rasa haus dan lemah yang dideritanya digambarkan sebagai cacat psikologis daripada cacat moral. Dia menderita sakit psikis dan fisik daripada rasa sakit hukuman karena kesalahan ... sedangkan teks-teks yang menandakan Purgatory atau yang menyangkut Purgatory itu sendiri lebih memilih istilah "rasa sakit atas hukuman" daripada "sakit psikis dan fisik".

"The Passion of Perpetua and Felicitas" tidak menyebutkan penghakiman atau hukuman. Namun, dalam visi dunia lain ini [didukung oleh Clement dari Alexandria dan Origen], sejumlah dukungan untuk doktrin Purgatory sebenarnya masih kurang. Tidak ada perbedaan yang jelas dibuat antara waktu di Purgatory dan waktu Penghakiman Terakhir. Kebingungan ini sangat menyusahkan sehingga Origen terpaksa memperluas ujung dunia dan meruntuhkannya menjadi "peristiwa sesaat", sementara pada saat yang sama membuat keadaannya menjadi "mungkin segera terjadi".

Purgatory tidak benar-benar dibedakan dari Neraka, dan tidak ada pengetahuan (read "pernyataan") yang jelas bahwa Purgatory adalah "tempat tinggal sementara" dan "sesaat".

Tanggung jawab untuk pemurnian postmortem (setelah kematian) diberikan kepada orang mati, dengan beban dosa mereka, dan Tuhan, hakim keselamatan yang murah hati; yang hidup tidak memiliki peran apapun. Akhirnya, tidak ada tempat yang ditetapkan sebagai tempat Purgatory. Dengan membuat Purgatory tidak hanya 'spiritual' tetapi juga 'tidak terlihat', Origenes mencegah imajinasi orang beriman untuk memperolehnya."

  • Dalam mitologi Romawi, *Poena (juga Poine) adalah roh penghukuman dan petugas penghukuman kepada Nemesis, dewi pembalasan. Kata Latin "poena" yang berarti "sakit, hukuman, hukuman", memunculkan kata-kata bahasa Inggris seperti panggilan pengadilan dan rasa sakit. Kata aslinya adalah poinḗ (ποινή) dalam bahasa Yunani Kuno, yang juga berarti "hukuman".

Antara pernyataan Tertullianus tentang "refrigerium interim" (suatu wilayah akhirat yang dikunjungi beberapa orang percaya) dan Purgatory ada perbedaan tidak hanya jenisnya - bagi Tertullianus itu adalah masalah penantian yang tenang sampai Penghakiman Terakhir, sedangkan Purgatory merupakan pengadilan yang menyucikan atas hukuman dan pendamaian; jiwa-jiwa tetap berada di "refrigerium" sampai kebangkitan tetapi di Purgatory hanya selama diperlukan untuk menebus dosa-dosa mereka.

Tertullianus melihat beberapa orang percaya pergi ke wilayah yang berbeda di dalam Surga, tempat kenikmatan yang berlangsung sampai saat penghakiman. Purgatory, di sisi lain, adalah tempat penderitaan yang dapat berakhir sebelum penghakiman. Tertullianus menulis:

"There is some determinate place called Abraham's bosom, and that it is designed for the reception of the souls of Abraham's children, even from among the Gentiles (since he is 'the father of many nations,' which must be classed amongst his family), and of the same faith as that wherewithal he himself believed God, without the yoke of the law and the sign of circumcision. This region, therefore, I call Abraham's bosom. Although it is not in heaven, it is yet higher than hell, and is appointed to afford an interval of rest to the souls of the righteous, until the consummation of all things shall complete the resurrection of all men with the 'full recompense of their reward."

Terjemahan:

Ada tempat tertentu yang disebut pangkuan Abraham, dan tempat itu dirancang untuk menerima jiwa anak-anak Abraham, bahkan dari antara orang-orang bukan Yahudi (karena dia adalah 'bapa dari banyak bangsa,' yang harus digolongkan di antara keluarganya), dan dari iman yang sama seperti yang ia sendiri percayai Tuhan, tanpa kuk hukum dan tanda sunat. Oleh karena itu, wilayah ini saya sebut pangkuan Abraham. Meskipun tidak berada di surga, itu masih lebih tinggi dari neraka, dan ditetapkan untuk memberikan jeda istirahat bagi jiwa-jiwa orang benar, sampai penyempurnaan segala sesuatu akan melengkapi kebangkitan semua manusia dengan penghargaan/balasan penuh bagi mereka.

(Against Marcion, 4:34)

Apakah Tertullianus percaya pada wilayah yang berbeda di dalam apa yang biasa kita anggap sebagai Surga? Ya. Apakah dia percaya berdoa untuk orang mati dan mempersembahkan kurban untuk mereka? Ya. Namun, dia tidak percaya pada Purgatory.

Dan beberapa sumber terus memberikan pandangan yang tidak sesuai dengan Katolik Roma dan *) Evangelikalisme (Lactantius, The Divine Institutes, 7:21; Aphrahat, Demonstrasi, 6:14, 8:20, 8:22-23, 22:9). Tetapi konsep Injili bahwa semua orang percaya pergi ke tempat damai dan sukacita, tanpa penderitaan yang terkait dengan Purgatory, adalah pandangan Alkitab dan pandangan para bapa gereja paling awal dan beberapa bapa di kemudian hari.

  • Evangelikalisme adalah istilah yang biasanya merujuk kepada praktik-praktik dan tradisi-tradisi keagamaan yang terdapat dalam agama Kristen Protestan konservatif. Evangelikalisme dicirikan oleh penekanan pada penginjilan, pengalaman pertobatan secara pribadi, iman yang berorientasi pada Alkitab dan keyakinan tentang relevansi iman Kristen pada masalah-masalah kebudayaan. Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, Gereja-gereja, orang-orang, dan gerakan-gerakan sosial Protestan telah sering dicap evangelikal yang dibedakan dari liberalisme Protestan.

Dengan demikian, dalam pandangan bapa Gereja dan Teolog Kristen sebelum abad ke-4, doktrin Purgatory dan praktik mendoakan orang mati adalah sesuatu yang berbeda, ketika umat Kristen mendoakan keluarganya atau orang-orang yang dikasihinya yang telah meninggal, mereka tidak bermaksud agar supaya yang telah meninggal dibebaskan dari Purgatory ayau yang sejenis dengan itu melainkan sebagai ungkapan salam bagi mereka yang telah tiada yang telah bersukacita bersama Tuhan didalam Firdaus. Dengan demikian semua menjadi jelas yakni ketika Paulus memberikan salam kepada Keluarga Onesiforus, yang dimaksud disana adalah bukan supaya dia terbebas dari Purgatory melainkan supaya ketika rahmat Tuhan diberikan kepadanya di Hari Penghakiman, ketika Tuhan datang untuk yang kedua kalinya.

Tuhan kiranya mengaruniakan rahmat-Nya kepada keluarga Onesiforus yang telah berulang-ulang menyegarkan hatiku. Ia tidak malu menjumpai aku di dalam penjara. Ketika di Roma, ia berusaha mencari aku dan sudah juga menemui aku. Kiranya Tuhan menunjukkan rahmat-Nya kepadanya pada hari-Nya. Betapa banyaknya pelayanan yang ia lakukan di Efesus engkau lebih mengetahuinya dari padaku. (2 Timotius 1:15-17)

** Purgatory (Api Penyucian) menurut Katolik Roma **

Definisi Purgatory (Purgatorium) adalah merupakan keadaan peralihan sementara bagi jiwa-jiwa, yang melaluinya mereka mengalami pemurnian dan mencapai kekudusan untuk masuk ke surga. Sementara surga merupakan keadaan bahagia sempurna, tertinggi dan definitif yang merupakan tujuan terakhir menjadi kerinduan terdalam manusia. (KGK 1024)

Menurut Katolik Roma, Purgatory merupakan tahap terakhir dalam proses pemurnian sebelum masuk surga. "Keselamatan abadi sudah jelas baginya, namun dia harus menjalani penyucian untuk memperoleh kekudusan yang perlu agar diperkenankan masuk ke dalam kebahagiaan surgawi. Dengan demikian Purgatorium bukanlah tempat antara surga dan neraka, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai proses untuk masuk surga" (KGK 1030).

Secara sederhana, Purgatory dan mendoakan orang mati ibarat sekeping uang logam yang tidak bisa dipisahkan, jika Purgatory adalah tempat jiwa-jiwa yang sudah meninggal berada untuk dimurnikan dengan cara dibakar oleh api, maka doa yang disampaikan adalah upaya untuk mempercepat masa waktu pemurnian bagi jiwa-jiwa yang berada di Purgatory. Demikianlah umat Katolik Roma senantiasa mendoakan jiwa-jiwa yang masih berada di Purgatory supaya penderitaan mereka akibat pemurnian oleh api itu tidak berlangsung lama meskipun tidak ada satu pun yang tahu berapa lama jiwa-jiwa yang sudah meninggal itu berada disana.

Yohanes Krisostomus (347-407 AC) mengajarkan sekilas tentang pemurnian didalam Purgatory melalui doa umat Katolik Roma yang masih hidup, dia menuliskan:

"Let us help and commemorate them (the dead). After all, if the children of Job were purified by the sacrifice of their father, why should we doubt that our offering for the dead bring them any comfort? Let us not hesitate to help those who have died, and to offer our prayers on their behalf." (Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Kalau anak-anak Ayub saja telah disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh bapanya, bagaimana kita dapat meragukan bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati? Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka)

**) Agustinus dari Hippo (354-430)

Purgatory adalah salah satu doktrin yang paling ditentang oleh para Reformator, meskipun banyak Reformator mengklaim Agustinus dari Hippo setuju dengan teologi mereka. Dipengaruhi oleh tulisan Plato membuat Agustinus tampaknya percaya bahwa Purgatory itu nyata, tetapi tidak percaya bahwa masalah itu telah diselesaikan.

Dalam tulisan tentang kematian ibunya, Agustinus mengatakan:

To us both [my brother and I] she says, "Lay this body anywhere, let not the care for it trouble you at all. This only I ask, that you will remember me at the Lord's altar, wherever you be."

I then, O my Praise and my Life, Thou God of my heart, putting aside for a little her good deeds, for which I joyfully give thanks to You, do now beseech You for the sins of my mother. Hearken unto me, through that Medicine of our wounds who hung upon the tree, and who, sitting at Your right hand, "makes intercession for us." ... Forgive her, O Lord, forgive her, I beseech You; enter not into judgment with her. Let Your mercy be exalted above Your justice.

Terjemahan:

Kepada kami berdua [saudara saya dan saya] dia berkata, "Letakkan tubuh ini di mana saja, jangan biarkan perawatannya mengganggu Anda sama sekali. Ini hanya saya minta, agar Anda mengingat saya di altar Tuhan, di mana pun Anda berada."

O Pujianku dan Hidupku, Engkau Allah hatiku, mengesampingkan sedikit perbuatan baiknya, yang untuknya aku dengan sukacita bersyukur kepada-Mu, sekarang memohon kepada-Mu untuk dosa-dosa ibuku. Dengarkan aku, melalui Obat luka kami yang tergantung di pohon, dan yang, duduk di sebelah kanan-Mu, "bersyafaat bagi kami." ... Maafkan dia, ya Tuhan, maafkan dia, aku mohon padaMu; jangan masukan dia ke dalam penghakiman. Biarlah belas kasihan-Mu ditinggikan di atas keadilan-Mu.

(Confessions, IX. 27,35)

Tetapi dia kemudian melanjutkan dengan mengatakan, "And I believe You have already done that which I ask You, " (Dan aku percaya Engkau telah melakukan apa yang aku minta kepada-Mu) (36), dapat diartikan sebagai pernyataan menentang Purgatory.

Agustinus membuat banyak pernyataan dalam tulisannya baik secara langsung mendukung "Purgatory" atau membuat "syafaat untuk orang mati." Dalam bukunya yang berjudul "The City of God", dia membuat pernyataan yang mendukung keduanya dalam beberapa paragraf satu sama lain, menunjukkan bahwa ide-ide itu terhubung dalam pemikirannya.

**) Tentang Purgatory

  1. The man who perhaps has not cultivated the land and has allowed it to be overrun with brambles has in this life the curse of his land on all his works, and after this life he will have either purgatorial fire or eternal punishment. (Orang yang mungkin tidak mengolah tanahnya dan membiarkannya ditumbuhi semak berduri, dalam hidup ini memiliki kutukan tanahnya atas semua pekerjaannya, dan setelah hidup ini ia akan mendapat Purgatory atau hukuman abadi.) -- The Literal Interpretation of Genesis, 2:20
  2. Cleanse me in this life, and make me such, that I may after that stand in no need of the cleansing fire, for those "who are to be saved, yet so as by fire." (1 Corinthians 3:15) ... For all that, though we should be saved by fire, yet will that fire be more grievous than anything that man can suffer in this life whatsoever. (Bersihkan aku dalam kehidupan ini, dan buatlah aku sedemikian rupa, sehingga aku mungkin setelah itu tidak membutuhkan api pembersihan, bagi mereka yang "akan diselamatkan, namun seperti oleh api." (1 Korintus 3:15) ... Untuk semua itu, meskipun kita harus diselamatkan oleh api, namun api itu akan lebih pedih daripada apa pun yang dapat diderita manusia dalam hidup ini.) -- Exposition on Psalm 38, 2
  3. Of those who suffer temporary punishments after death, all are not doomed to those everlasting pains which are to follow that judgment. (Dari mereka yang menderita hukuman sementara setelah kematian, semuanya tidak ditakdirkan untuk menderita penderitaan abadi yang mengikuti penghakiman itu.) -- The City of God 21:13

**) Tentang Mendoakan Orang Mati

  1. The prayer either of the Church herself or of pious individuals is heard on behalf of certain of the dead; but it is heard for those who, having been regenerated in Christ, did not for the rest of their life in the body do such wickedness that they might be judged unworthy of such mercy, nor who yet lived so well that it might be supposed they have no need of such mercy. (Doa, baik dari gereja Katolik Roma sendiri atau orang-orang saleh didengar atas nama orang-orang tertentu yang telah meninggal; tetapi terdengar bagi mereka yang setelah dilahirkan kembali di dalam Kristus, selama sisa hidup mereka tidak melakukan kejahatan sedemikian rupa sehingga mereka dapat dinilai tidak layak untuk belas kasihan seperti itu, atau yang masih hidup begitu baik sehingga mungkin dianggap mereka tidak membutuhkan belas kasihan seperti itu.) -- The City of God 21:24
  2. In the books of the Maccabees, we read of sacrifice offered for the dead. Howbeit even if it were nowhere at all read in the Old Scriptures, not small is the authority, which in this usage is clear, of the whole Church, namely, that in the prayers of the priest which are offered to the Lord God at His altar, the Commendation of the dead has also its place. (Dalam buku Makabe kita membaca tentang pengorbanan yang dipersembahkan untuk orang mati. Sekalipun tidak ada sama sekali hal itu ditemukan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, tidak sedikit otoritas, yang dalam penggunaan ini jelas, dari seluruh gereja katolik Roma, yaitu, bahwa dalam doa-doa imam yang dipersembahkan kepada Tuhan Allah di altar-Nya, penghargaan orang mati juga memiliki tempatnya.) -- The Care of the Dead, 3
  3. There is no doubt that the dead are helped by the prayers of holy Church, by the saving sacrifice, and by alms dispensed for their souls; these things are done that they may be more mercifully dealt with by the Lord than their sins deserve. The whole Church observes the custom handed down by our fathers: that those who died within the fellowship of Christ’s body and blood should be prayed for when they are commemorated in their own place at the holy sacrifice, and that we should be reminded that this sacrifice is offered for them as well. (Tidak diragukan lagi bahwa orang mati ditolong oleh doa-doa gereja yang kudus, oleh kurban yang menyelamatkan, dan oleh derma yang disalurkan untuk jiwa mereka; hal-hal ini dilakukan agar mereka dapat ditangani dengan lebih penuh belas kasihan oleh Tuhan daripada yang layak diterima oleh dosa-dosa mereka. Seluruh gereja (Katolik Roma) menjalankan kebiasaan yang diturunkan oleh nenek moyang kita: bahwa mereka yang meninggal dalam persekutuan tubuh dan darah Kristus harus didoakan ketika mereka diperingati di tempat mereka sendiri pada pengorbanan suci, dan bahwa kita harus diingatkan bahwa pengorbanan ini juga ditawarkan untuk mereka.) -- Sermon 172:2

Dengan demikian Agustinus mengajarkan bahwa praktik mendoakan orang yang telah meninggal merupakan salah satu cara supaya jiwa-jiwa mereka dengan segera dimurnikan didalam Purgatory dan untuk itu, selain melalui doa juga bisa dilakukan lewat persembahan berupa materi kepada gereja Katolik Roma. Karena itulah tidak salah jika Agustinus juga dijuluki sebagai bapa Purgatory oleh gereja Katolik Roma.

Gregorius Agung (540-604) menuliskan:

As for certain lesser faults, we must believe that, before the Final Judgment, there is a purifying fire. He who is truth says that whoever utters blasphemy against the Holy Spirit will be pardoned neither in this age nor in the age to come. From this sentence we understand that certain offenses can be forgiven in this age, but certain others in the age to come.

Terjemahan:

Kita harus percaya bahwa sebelum Pengadilan Terakhir masih ada Purgatory. Dia yang adalah kebenaran mengatakan bahwa, kalau seorang menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, ‘di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak. Dari ungkapan ini nyatalah bahwa beberapa dosa dapat diampuni di dunia ini, sedangkan dosa yang lain di dunia lain.

Gregory the Great, Dialogues 4, 39: PL 77, 396.

Keyakinan akan adanya Purgatory sudah dimiliki dan diajarkan oleh Gereja Katolik sejak abad-abad keempat, tetapi ajaran ini baru dirumuskan dalam konsili Florence (1439-1445) dan konsili Trente (1545-1563). Lalu berapa lama jiwa-jiwa harus berada di Purgatory?

Belum ada jawaban untuk itu.

Katolik Roma mendasari ajaran tentang Purgatorium dari Kitab Suci: 2 Makabe 12:38-46; 1 Korintus 3:11-15. Dapat dilihat juga Matius 5:25-26; 12:31-32 yang secara tidak langsung menyebut adanya Purgatory.

Doktrin Katolik Roma menuliskan:

Karena pesekutuan para kudus, umat beriman yang masih berjuang di dunia ini dapat membantu jiwa-jiwa di purgatorium dengan mempersembahkan doa-doa untuk mereka, khususnya kurban Ekaristi. Umat beriman juga dapat membantu mereka dengan beramal, indulgensi, dan karya penitensi (KGK 1032).

Pada akhir Abad Pertengahan, praktik pemberian indulgensi dikaitkan dengan keadaan sementara antara kematian dan kehidupan setelah kematian yang dikenal sebagai Api Penyucian. Indulgensi adalah cara untuk membayar dosa-dosa yang dilakukan setelah diampuni, yang dapat dilakukan dalam hidup atau saat mendekam di Api Penyucian. Doa syafaat, Ekaristi, puasa atas nama orang yang sudah meninggal serta praktik Penitensi adalah upaya yang dilakukan gereja Katolik Roma dalam memperkuat praktik Purgatory.

Oleh karena itu, indulgensi dapat dibagikan kepada yang masih hidup dan yang sudah meninggal selama seseorang yang masih hidup membayarnya, baik melalui doa, melakukan amal, puasa atau dengan cara lain.

Praktek gereja Katolik Roma yang menjual surat pengampunan dosa tumbuh secara substansial selama periode akhir abad pertengahan, berkontribusi terhadap korupsi yang dilakukan oleh rohaniwan gereja Roma dan membantu mengilhami Teolog Protestan untuk mereformasi ajaran sesat Katolik Roma tentang ini.

Purgatory digambarkan dalam seni abad pertengahan — khususnya dalam buku-buku doa, yang dikemas dengan gambar kematian — kurang lebih sama dengan Neraka. Dalam lingkungan yang begitu disibukkan dengan kematian, dosa dan kehidupan setelah kematian, orang-orang secara alami menjadi lebih saleh untuk menghindari nasib seperti itu.

Dalam benak masyarakat Kristen pada saat itu, daripada menghabiskan waktu di Purgatory maka lebih baik untuk melakukan hal-hal yang beragam seperti berdoa lebih banyak, memberikan uang kepada gereja Roma dan berperang dalam Perang Salib.

**) Purgatory menurut Catholic Encyclopedia

Iman gereja Katolik Roma tentang api penyucian dengan jelas dinyatakan dalam Dekrit Persatuan yang dibuat oleh Konsili Florence (Mansi, t. XXXI, kol. 1031), dan dalam dekrit Konsili Trente yang (Sess. XXV) menetapkan:

Whereas the Catholic Church, instructed by the Holy Ghost, has from the Sacred Scriptures and the ancient tradition of the Fathers taught in Councils and very recently in this Ecumenical synod (Sess. VI, cap. XXX; Sess. XXII cap.ii, iii) that there is a purgatory, and that the souls therein are helped by the suffrages of the faithful, but principally by the acceptable Sacrifice of the Altar; the Holy Synod enjoins on the Bishops that they diligently endeavor to have the sound doctrine of the Fathers in Councils regarding purgatory everywhere taught and preached, held and believed by the faithful.

Terjemahan:

Sedangkan gereja Katolik Roma, yang dibimbing oleh Roh Kudus, dari Kitab Suci dan tradisi kuno para bapa diajarkan dalam Konsili dan baru-baru ini dalam sinode Ekumenis ini (Ses. VI, cap. XXX; Sess. XXII cap.ii, iii ) bahwa ada Purgatory, dan bahwa jiwa-jiwa di dalamnya dibantu oleh hak pilih umat beriman, tetapi terutama oleh Kurban Altar yang dapat diterima; Sinode Suci memerintahkan para Uskup agar mereka dengan rajin berusaha agar doktrin yang baik dari para Bapa di Konsili mengenai api penyucian di mana-mana diajarkan dan dikhotbahkan, dipegang dan dipercayai oleh umat beriman.

(Denzinger, "Enchiridon", 983).

Konsili Trente (Sess. XXV) mendefinisikan bahwa indulgensi adalah "yang paling bermanfaat bagi orang-orang Kristen" dan bahwa "penggunaannya harus dipertahankan di Gereja". Adalah ajaran umum para teolog Katolik bahwa:

Indulgensi dapat diterapkan pada jiwa-jiwa yang ditahan di api penyucian; dan bahwa indulgensi tersedia bagi mereka "melalui hak pilih" (per modum suffragii).

Agar indulgensi dapat bermanfaat bagi mereka yang berada di Purgatory, diperlukan beberapa syarat:

  1. Indulgensi harus diberikan oleh paus.
  2. Harus ada alasan yang cukup untuk memberikan indulgensi, dan alasan ini harus sesuatu yang berkaitan dengan kemuliaan Allah dan kegunaan Gereja, bukan hanya kegunaan yang diperoleh jiwa-jiwa di Purgatory.
  3. Pekerjaan saleh yang diperintahkan harus seperti dalam kasus indulgensi bagi yang hidup.

**) Hubungan Antara Jiwa-Jiwa Orang Mati Dengan Mereka Yang Masih Hidup

Para teolog Katolik Roma juga tidak menyatakan dengan pasti mengenai seruan jiwa-jiwa di Purgatory dan syafaat mereka bagi yang hidup. Dalam liturgi kuno tidak ada doa gereja Katolik Roma yang ditujukan kepada mereka yang masih berada di Purgatory. Di makam orang-orang Kristen awal tidak ada yang lebih umum daripada doa atau permohonan yang meminta orang yang meninggal untuk bersyafaat dengan Tuhan untuk teman-teman yang masih hidup, tetapi prasasti ini tampaknya selalu menganggap bahwa orang yang meninggal sudah bersama Tuhan.

Thomas Aquinas menyangkal bahwa jiwa-jiwa di Purgatory berdoa untuk yang hidup, dan menyatakan mereka tidak dalam posisi untuk berdoa bagi kita, melainkan kita harus membuat syafaat bagi mereka. Terlepas dari otoritas Thomas, banyak teolog terkenal berpendapat bahwa jiwa-jiwa di Purgatory benar-benar berdoa untuk kita, dan agar kita dapat memohon bantuan mereka. Bellarmine (De Purgatorio, lib. II, xv,) mengatakan alasan yang dituduhkan oleh. Thomas sama sekali tidak meyakinkan, dan berpendapat bahwa "berdasarkan kasih mereka yang lebih besar kepada Allah dan persatuan mereka dengan Dia, doa-doa mereka mungkin memiliki kekuatan syafaat yang besar, karena mereka benar-benar lebih unggul dari kita dalam kasih kepada Allah, dan dalam keintiman persatuan dengan-Nya." Francisco Suárez (De poenit., disp. xlvii, s. 2, n. 9) melangkah lebih jauh dan menegaskan "bahwa jiwa-jiwa di Purgatory adalah kudus, disayang Allah, mencintai kita dengan cinta sejati dan memperhatikan keinginan kita; bahwa mereka mengetahui secara umum kebutuhan kita dan bahaya kita, dan betapa besar kebutuhan kita akan bantuan ilahi dan rahmat ilahi".

Ketika ada pertanyaan tentang memohon doa-doa orang-orang di Purgatory, Bellarmine (loc. cit.) mengatakan itu "berlebihan, biasanya, karena mereka tidak mengetahui keadaan dan kondisi kita." Ini berbeda dengan pendapat Francisco Suárez, yang mengakui pengetahuan setidaknya secara umum, juga dengan pendapat banyak teolog modern yang menunjuk pada praktik yang sekarang umum dengan hampir semua umat beriman menyampaikan doa dan permohonan bantuan mereka kepada mereka yang masih berada di tempat penyucian. Scavini (Theol. Moral., XI, n. 174) tidak melihat alasan mengapa jiwa-jiwa yang ditahan di Purgatory tidak berdoa untuk kita, bahkan saat kita saling mendoakan. Dia menegaskan bahwa praktik ini telah menjadi umum di Roma, dan bahwa hal itu menguntungkan nama besar Alphonsus.

Alphonsus dalam karyanya yang berjudul "Great Means of Salvation", chap. I, III, 2, setelah mengutip Sylvius, Gotti, Lessius, dan Medina yang mendukung pendapatnya, menyimpulkan: "Jadi jiwa-jiwa di Purgatory, yang dicintai oleh Allah dan dikukuhkan dalam rahmat, sama sekali tidak memiliki halangan untuk mencegah mereka berdoa untuk Gereja tetap tidak meminta mereka atau memohon syafaat mereka, karena biasanya mereka tidak mengetahui doa-doa kita. Tetapi kita dapat dengan saleh percaya bahwa Allah membuat doa-doa kita diketahui oleh mereka". Dia juga menuduh otoritas Catharine dari Bologna yang "setiap kali dia menginginkan bantuan apa pun, minta bantuan jiwa-jiwa di api penyucian, dan segera didengar".

Berdasarkan uraian diatas, maka kita akan sampai pada kesimpulan yakni:

  1. Praktik Purgatory memerlukan indulgensi yakni surat pengampunan dosa yang dikeluarkan oleh Paus, dan untuk memperoleh itu telah ditetapkan sejumlah persyaratan, namun sebagai ganti penjualan, digunakanlah istilah sumbangan karena sejak tahun 1567 yakni di abad 16, Kepausan sudah melarang praktik penjualan Indulegensi yang tentunya berarti, sebelum abad 16 praktik penjualan Indulgensi meluas diseluruh gereja Katolik Roma. 
  2. Tidak ada kesepahaman diantara sesama Teolog Katolik Roma terkait doktrin Purgatory, ketika Thomas Aquinas mengatakan jiwa-jiwa di Purgatory tidak dapat mendoakan mereka yang masih hidup, namun yang lain mengatakan bahwa jiwa-jiwa di Purgatory dapat mendoakan mereka yang masih hidup. Lebih jauh lagi beberapa Teolog Katolik Roma yang lain mengatakan jiwa-jiwa di Purgatory sebenarnya sedang dalam keadaan yang penuh sukacita. Jika demikian, buat apa mereka didoakan supaya lekas terlepas dari pemurnian api kudus di Purgatory jika semuanya berlangsung dalam keadaan yg demikian?
  3. Tidak ada yang tahu berapa lama jiwa-jiwa orang mati berada didalam Purgatory, ada yang mengatakan sampai Hari Penghakiman sementara yang lain tidak memberikan tanggapan apapun, karena itulah belum pernah ada pengajaran resmi dari gereja Katolik Roma tentang ini. Seandainya jiwa-jiwa itu berada disana sampai Hari Penghakiman tentunya berdampak pada perbuatan yang sia-sia, yakni, apa yang dilakukan umat Katolik Roma selama ini yang taat pada doktrin Purgatory bahkan membela doktrin ini “sampai titik darah penghabisan” menjadi sia-sia.

Sekali lagi, bahkan melalui doktrin ini pun, diantara sesama Teolog Roma tidak punya kesepahaman meskipun diberbagai kesempatan, debaters Roma selalu mengatakan bahwa ajaran mereka satu, tidak berbeda. Dengan demikian kita menemukan fakta bahwa semua lips service pernyataan Roma hanya terlihat bagus diluar namun didalamnya busuk. Tuhan Yesus berkata:

Celakalah kamu, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan. (Matius 23:27-28)

** Tanggapan Apologetika Terhadap Purgatory **

Dalam beberapa diskusi tentang Purgatory, salah satu alasan yang dijadikan argument bahwa dalam tradisi Yahudi ada prosesi mendoakan orang mati.

Sebenarnya, tidak ada tradisi yang demikian didalam bangsa Yahudi, yang ada merupakan tradisi berkabung yakni mengenang mereka yang sudah meninggal. Tradisi ini sudah bertahan lebih dari 2000 tahun didalam bangsa Yahudi yang meskipun ini untuk mengenang mereka yang sudah meninggal, doa-doa yang dipanjatkan bukanlah dengan menyebutkan siapa saja kelaurga yang telah meninggal melainkan pujian bagi Allah didalam doa yang dikenal sebagai Kaddish.

Kaddish (Dikuduskan) adalah doksologi dalam bahasa Aram yang merupakan harapan yang ditujukan kepada Tuhan, Nama-Nya akan dikuduskan diseluruh dunia yang telah Dia ciptakan dan Kerajaan Surga yang telah Dia dirikan di bumi.

Text Kaddish untuk mengenang mereka yang sudah meninggal:

Glorified and sanctified be God’s great name throughout the world which He has created according to His will.

May He establish His kingdom in your lifetime and during your days, and within the life of the entire House of Israel, speedily and soon; and say, Amen.

May His great name be blessed forever and to all eternity.

Blessed and praised, glorified and exalted, extolled and honored, adored and lauded be the name of the Holy One, blessed be He, beyond all the blessings and hymns, praises and consolations that
are ever spoken in the world; and say, Amen.

May there be abundant peace from heaven, and life, for us and for all Israel; and say, Amen.

He who creates peace in His celestial heights, may He create peace for us and for all Israel;
and say, Amen.

Sumber:

https://www.myjewishlearning.com/article/text-of-the-mourners-kaddish/

Umat Katolik Roma kemudian mengutip salah satu bagian dari kitab Makabe untuk membenarkan Purgatory yang menuliskan:

Astaga, pada tiap-tiap orang yang mati itu mereka temukan di bawah jubahnya sebuah jimat dari berhala-berhala kota Yamnia. Dan ini dilarang bagi orang-orang Yahudi oleh hukum Taurat. Maka menjadi jelaslah bagi semua orang mengapa orang-orang itu gugur.

Lalu semua memuliakan tindakan Tuhan, Hakim yang adil, yang menyatakan apa yang tersembunyi. Merekapun lalu mohon dan minta, semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya. Tetapi Yudas yang berbudi luhur memperingatkan khalayak ramai, supaya memelihara diri tanpa dosa, justru oleh karena telah mereka saksikan dengan mata kepala sendiri apa yang sudah terjadi oleh sebab dosa orang-orang yang gugur itu.

Kemudian dikumpulkannya uang di tengah-tengah pasukan. Lebih kurang dua ribu dirham perak dikirimkannya ke Yerusalem untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Ini sungguh suatu perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan.

Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang gugur itu akan bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati. Lagipula Yudas ingat bahwa tersedialah pahala yang amat indah bagi sekalian orang yang meninggal dengan saleh. Ini sungguh suatu pikiran yang mursid dan saleh. Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan korban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka.

2 Makabe 12 :40-45

Disana kita membaca bagaimana Yudas Makabe mempersembahkan korban penghapus dosa dan doa-doa bagi para prajurit yang meninggal dengan mengenakan jimat-jimat, yang dilarang oleh hukum Taurat; Kitab Suci mencatat, "Mereka pun lalu mohon dan minta, semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya." (12:42) dan "Dari sebab itu maka [oleh Yudas Makabe] disuruhnyalah mengadakan korban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka" (12:45). Ayat ini membuktikan praktek bangsa Yahudi mempersembahkan doa-doa dan korban guna membersihkan jiwa mereka yang telah meninggal.

Apakah pernyataan dibawah ini benar?

Yudas Makabe menjadi imam dan melakukan praktek itu sehingga membuktikan ada praktek bangsa Israel mempersembahkan doa-doa dan korban guna membersihkan jiwa mereka yang telah meninggal?

Untuk membahas lebih lanjut tentang ini, Saya akan mencoba memberikan penelusuran berdasarkan dalam Alkitab dimulai dari imam dan siapa saja yang layak menjadi imam dan mempersembahkan korban kepada ALLAH.

Dalam Perjanjian Lama tugas imam ada tiga macam, yaitu:

  1. Mempersembahkan korban karena dosa dihadapan orang banyak,
  2. Memasuki tempat kudus serta mendoakan orang banyak,
  3. Keluar dari tempat itu serta memberkati orang banyak.

Imam-imam dalam Perjanjian Lama boleh masuk ke dalam "Tempat Kudus" pada kemah, tetapi hanyalah Imam Besar yang boleh masuk ke dalam tempat "Maha Kudus" setahun sekali pada "Hari Pendamaian".

Para ahli berpendapat bahwa kata-kata berkat yang diucapkan sesudah Imam Besar keluar dari tempat "Maha Kudus" terdapat dalam Bilangan 6:22-27.

TUHAN berfirman kepada Musa:

Berbicaralah kepada Harun dan anak-anaknya: "Beginilah harus kamu memberkati orang Israel, katakanlah kepada mereka: TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. Demikianlah harus mereka meletakkan nama-Ku atas orang Israel, maka Aku akan memberkati mereka." (Bilangan 6:22-27)

Menurut Perjanjian Lama, yang boleh menjadi imam adalah keturunan Lewi, tetapi ada pengecualian untuk beberapa contoh seperti misalnya nabi Samuel.

Nabi Samuel sendiri menjadi nabi sekaligus imam karena nazar ibunya.

TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya. (1 Samuel 1:11)

Fungsi terpenting Imam Besar adalah memimpin semua upacara pada Hari Raya Perdamaian setiap tahun. Pada hari itu, Imam Besar dapat memasuki Ruang Maha Kudus di Kemah Pertemuan itu dan memercikkan darah Kurban Penghapus Dosa ke atas Tutup Perdamaian. Dengan melakukan hal ini, ia mengadakan perdamaian bagi segala kesalahannya, bagi kesalahan keluarganya, dan bagi kesalahan seluruh Israel (Imamat 16:1-25). Imam Besar itu juga harus memercikkan darah Kurban Penghapus Dosa didepan tabir tempat kudus dan pada tanduk-tanduk mezbah (Imamat 4:3-21).

Imamat dalam Perjanjian Lama yang terkenal adalah Imamat Harun, dan di mana selanjutnya seorang yang dapat ditahbiskan menjadi imam adalah mereka yang menjadi keturunan Harun. Bagi orang yang akan ditahbiskan menjadi imam harus dapat menunjukkan identitas yang jelas bahwa dia adalah keturunan dari Harun. Dan saat ia dapat membuktikan maka ia pun akan ditahbiskan menjadi imam. Jika tidak maka selama-lamanya orang itu tidak akan dapat menjadi imam. Seperti ketika bangsa Yahudi kembali dari pembuangan Babel ke Yerusalem, ada keluarga imam yang tidak dapat menunjukkan surat asal-usulnya dengan jelas. Oleh karena itu, maka mereka tidak dapat menjadi imam untuk selama-lamanya (Ezra 2:61-63; Nehemia 7:63-65). Jadi dalam hal ini garis keturunan menjadi sebuah syarat yang mutlak bagi mereka yang ingin menjadi imam.

Selain garis keturunan yang jelas-jelas menjadi syarat utama dalam menentukan imam menurut peraturan Harun dalam Perjanjian Lama, maka sebenarnya masih ada banyak hal yang membuat seseorang tidak layak untuk menjadi imam.

Beberapa hal tertulis secara terperinci dalam Imamat 21:16-23,

"... setiap orang dari antara keturunanmu turun-temurun yang bercacat badannya, janganlah datang mendekat untuk mempersembahkan santapan Allahnya, karena setiap orang yang bercacat badan tidak boleh datang mendekat: orang buta, orang timpang, orang yang bercacat mukanya, orang yang patah kakinya atau tangannya, orang yang berbongkol atau yang kerdil badannya atau yang bulat matanya, orang yang berkedal atau berkurap atau yang rusak buah pelirnya ... karena badannya bercacat janganlah ia datang dekat untuk mempersembahkan santapan Allahnya ..."

Jadi banyak syarat yang berkenaan dengan fisik seseorang. Dikatakan bahwa mereka yang cacat boleh saja memakan persembahan-persembahan kudus, namun untuk datang sampai ke tabir dan mezbah adalah suatu hal yang pantang karena dianggap akan melanggar kekudusan tempat kudus Allah.

Sedangkan untuk upacara Pentahbisan Imam diuraikan dalam Imamat 8, dengan berbagai macam syarat pula:

  1. Ia dibasuh dengan air dan melalui upacara itu ia dianggap suci.
  2. Ia mengenakan 4 jenis pakaian imamat; celana lenan sepanjang lutut, sehelai jubah lenan panjang, sabuk baju efod untuk dadanya, dan serban tutup kepala.
  3. Ia diurapi dengan minyak.
  4. Ujung telinga kanannya, ibu jari kanannya, ibu jari kaki kanannya, dijamah dengan darah korban yang sudah disediakan lebih dahulu.

Setiap bagian dari upacara itu sangat berpengaruh pada tubuh sang imam. Sekali ia ditahbiskan, ia harus mentaati begitu banyak pembersihan dengan air, pengurapan dengan minyak, juga harus memotong rambutnya dengan cara tertentu. Semua hal tersebut mengenai imamat Yahudi ini tergantung pada hal-hal lahiriah, sedangkan untuk watak, kemampuan, dan juga kepribadian tidak ada sangkut pautnya sama sekali.

Lalu bagaimana jika yang melakukan persembahan kepada ALLAH itu orang lain, bukan imam atau yang sejenisnya?

Dalam sepanjang Alkitab Perjanjian Lama, tidak ada seorang pun yang bukan imam besar layak memberikan Korban Penghapus Dosa, Korban Keselamatan dan Korban Penebusan Salah kepada ALLAH. Yang menyediakan korban adalah orang yang melakukan kesalahan tapi yang melakukan prosesi adalah imam yang diurapi. (Imamat 4:1-31; 5:1-13 dan 6:24-30 tentang Korban Penghapus Dosa 5:14-19; 6:1-7; 7:1-10 tentang Korban Penebus Salah dan 7:11-21 tentang Korban Keselamatan). Raja Saul pernah mencoba untuk melakukan Kurban Persembahan bagi Allah namun berakhir pada kutukan, Tuhan tidak berkenan atas yang dia lakukan.

Selain garis keturunan dan uraian yang panjang dalam Imamat 8, beberapa ayat dibawah ini akan menunjukan bahwa yang harus melakukan prosesi Korban Penghapus Dosa dan Korban Penebus Salah adalah seorang imam atau imam yang diurapi.

Imam yang diurapi harus membawa sebagian dari darah lembu itu ke dalam Kemah Pertemuan.
(Imamat 4:16)

Jadi apabila ia bersalah dalam salah satu perkara itu, haruslah ia mengakui dosa yang telah diperbuatnya itu,dan haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN sebagai tebusan salah karena dosa itu seekor betina dari domba atau kambing, menjadi korban penghapus dosa. Dengan demikian imam mengadakan pendamaian bagi orang itu karena dosanya. (Imamat 5:5-6)

Jikalau seseorang berbuat dosa dengan melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN tanpa mengetahuinya, maka ia bersalah dan harus menanggung kesalahannya sendiri.
Haruslah ia membawa kepada imam seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, yang sudah dinilai, sebagai korban penebus salah. Imam itu haruslah mengadakan pendamaian bagi orang itu karena perbuatan yang tidak disengajanya dan yang tidak diketahuinya itu, sehingga ia menerima pengampunan. Itulah korban penebus salah; orang itu sungguh bersalah terhadap TUHAN. (Imamat 5:17-19)

Dari uraian singkat diatas, maka ketika Yudas Makabe mempersembahkan Korban Penebus Salah, dia harus diurapi dulu sebagai imam baru bisa melakukan praktik tersebut meskipun dia adalah seorang keturunan Lewi.

Unfortunately, tidak ada indikasi bahwa Yudas Makabe menerima pengurapan sebagai imam dan ini berarti dia sudah melanggar ketentuan untuk mengadakan Korban Penebus Salah.

Kajian selanjutnya adalah " ... Lebih kurang dua ribu dirham perak dikirimkannya ke Yerusalem untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Ini sungguh suatu perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan ..."

Korban penghapusan dosa untuk kebangkitan?

Sesuatu yang sangat tidak masuk akal karena memang Korban Penghapus Dosa sama sekali tidak ada kaitannya dengan kebangkitan.

Korban penghapus dosa dalam Imamat 4:1-31; 5:1-13 dan 6:24-30 diuraikan sebagai berikut:

Jikalau yang berbuat dosa dengan tak sengaja itu seorang dari rakyat jelata, dan ia melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN, sehingga ia bersalah, maka jikalau dosa yang telah diperbuatnya itu diberitahukan kepadanya, haruslah ia membawa sebagai persembahannya karena dosa yang telah diperbuatnya itu seekor kambing betina yang tidak bercela.

Lalu haruslah ia meletakkan tangannya ke atas kepala korban penghapus dosa dan menyembelih korban itu di tempat korban bakaran. (Imamat 4:27-29)

Dari uraian singkat diatas Kita bisa menemukan bahwa prosesi dari Korban Penebus Dosa dilakukan dan diberikan untuk orang yang masih hidup, bukan untuk orang yang sudah mati.

Dalam ayat selanjutnya dari kitab Makabe diatas berbunyi demikian:

Lagipula Yudas ingat bahwa tersedialah pahala yang amat indah bagi sekalian orang yang meninggal dengan saleh. Ini sungguh suatu pikiran yang mursid dan saleh. Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan korban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka.

Bagi orang awam, tindakan yang dilakukan oleh Yudas Makabe itu sah-sah saja, tapi ketika dikembalikan lagi dalam kebenaran Hukum Taurat maka untuk yang dilakukan Yudas Makabe merupakan kesalahan karena mengadakan korban penebusan salah untuk orang mati.

Dalam Imamat 5:14-19; 6:1-7; 7:1-10 tentang korban penebus salah diuraikan sebagai berikut:

Apabila seseorang berubah setia dan tidak sengaja berbuat dosa dalam sesuatu hal kudus’ yang dipersembahkan kepada TUHAN, maka haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN sebagai tebusan salahnya seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, dinilai menurut Sayaikal perak, yakni menurut Sayaikal kudus, menjadi korban penebus salah.

Jikalau seseorang berbuat dosa dengan melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN tanpa mengetahuinya, maka ia bersalah dan harus menanggung kesalahannya sendiri.

Haruslah ia membawa kepada imam seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, yang sudah dinilai, sebagai korban penebus salah. Imam itu haruslah mengadakan pendamaian bagi orang itu karena perbuatan yang tidak disengajanya dan yang tidak diketahuinya itu, sehingga ia menerima pengampunan.

Imamat 5:15,18-19

Selanjutnya adalah kaitannya dengan tradisi, benarkah ada tradisi umat Israel yang mendoakan orang mati?

Dalam referensi Alkitab, ketika Lazarus mati sebelum dibangkitkan, tidak ada satupun keluarganya yang mendoakan dia.

Di situ banyak orang Yahudi telah datang kepada Marta dan Maria untuk menghibur mereka berhubung dengan kematian saudaranya.

Ketika orang-orang Yahudi yang bersama-sama dengan Maria di rumah itu untuk menghiburnya, melihat bahwa Maria segera bangkit dan pergi ke luar, mereka mengikutinya, karena mereka menyangka bahwa ia pergi ke kubur untuk meratap di situ. 

Yohanes 14: 19, 31

Pernyataan Katolik Roma bahwa "…praktek bangsa Yahudi mempersembahkan doa-doa dan korban guna membersihkan jiwa mereka yang telah meninggal…" sungguh sangat mengada-ngada dan cenderung dibuat-buat untuk mencocokan dengan dalil Purgatory yang dikeluarkan oleh Katolik Roma.

Peristiwa yang dialami oleh Lazarus membuktikan bahwa tidak ada praktik doa-doa dan korban guna membersihkan jiwa mereka yang telah meninggal.

Kesimpulan yang bisa diambil adalah:

  1. Tidak ada praktik penebusan dosa dan penebusan salah untuk orang meninggal.
  2. Kedua praktik itu dilakukan oleh orang yang melakukan kesalahan itu dan yang melaksanakan prosesi itu adalah imam yang diurapi.
  3. Tidak ada praktik doa-doa dan korban guna membersihkan jiwa mereka yang telah meninggal.
  4. Dengan menguraikan kisah Yudas Makabe ini, Kita bisa mencapai sebuah kesimpulan bersama bahwa adalah sesuatu yang wajar mengapa Kitab Makabe tidak dimasukan dalam kanonisasi Alkitab oleh kelompok Kristen Reformed karena cerita dalam kisah ini bertentangan dengan Hukum Taurat dan tradisi Israel itu sendiri

** Pandangan Gereja Protestan Tentang Purgatory **

Sejak zaman patristik ada banyak bapa Gereja yang menyangkal keberadaan Purgatory, beberapa diantaranya seperti Clement dari Roma, Polikarpus, Yustinus Martir dan beberapa yang lain seperti yang telah saya tuliskan sebelumnya. Pada abad pertengahan, Albigenses, Waldenses, dan Hussites semuanya menyangkal keberadaan Purgatory.

Yohanes Kalvin (1509-1564 AC) dengan tegas menyatakan penolakannya atas doktrin Purgatory, dia menuliskan:

We should exclaim with all our might, that purgatory is a pernicious fiction of Satan, that it makes void the cross of Christ, that it intolerably insults the Divine Mercy, and weakens and overturns our faith. For what is their purgatory, but a satisfaction for sins paid after death by the souls of the deceased? Thus, the notion of satisfaction being overthrown, purgatory itself is immediately subverted from its very foundation.

It has been fully proved that the blood of Christ is the only satisfaction, expiation, and purgation for the sins of the faithful. What, then, is the necessary conclusion but that purgation is nothing but a horrible blasphemy against Christ? I pass by the sacrilegious pretenses with which it is daily defended, the offences, which it produces in religion, and the other innumerable evils, which we see to have come from such a source of impiety.

Terjemahan:

Kita harus berseru dengan sekuat tenaga, bahwa Purgatory adalah fiksi setan yang merusak, bahwa api itu mengosongkan Salib Kristus, bahwa Purgatory itu secara tak tertahankan menghina Kerahiman Ilahi, dan melemahkan serta menjungkirbalikkan iman kita. Untuk apa Purgatory mereka, tetapi kepuasan atas dosa-dosa yang dibayarkan setelah kematian oleh jiwa orang yang meninggal? Dengan demikian, gagasan tentang kepuasan ditumbangkan, Purgatory itu sendiri segera ditumbangkan dari dasarnya.

Telah terbukti sepenuhnya bahwa Darah Kristus adalah satu-satunya pemuasan, penebusan, dan penyucian bagi dosa-dosa umat beriman. Lalu, apa kesimpulan yang diperlukan selain bahwa Purgatory tidak lain adalah penghujatan yang mengerikan terhadap Kristus? Saya melewati kepura-puraan asusila yang dengannya itu dipertahankan setiap hari, pelanggaran, yang dihasilkannya dalam agama, dan kejahatan yang tak terhitung banyaknya, yang kita lihat berasal dari sumber ketidaksopanan seperti itu.

Institutes of the Christian Religion, III, 5

Dalam Pengakuan Iman Augsburg dari gereja-gereja Lutheran, dinyatakan bahwa "Misa bukanlah suatu kurban untuk menghapus dosa orang lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, tetapi harus menjadi Persekutuan di mana imam dan orang lain menerima sakramen untuk diri mereka sendiri" (Bab XXIV, The Mall).

Tiga Puluh Sembilan Artikel Persekutuan Anglikan, yang di Amerika Serikat adalah Gereja Episkopal Protestan, menegaskan:

The Romish Doctrine concerning Purgatory, Pardons, Worshipping and Adoration, as well of Images as of Relics, and also Invocation of Saints, is a fond thing, vainly invented, and grounded upon no warranty of Scripture, but rather repugnant to the Word of God.

Terjemahan:

Doktrin Romawi tentang Api Penyucian, pengampunan, penyembahan dan pdorasi, serta patung-patung peninggalan, dan juga doa para orang suci, adalah hal yang menyenangkan, diciptakan dengan sia-sia, dan tidak didasarkan pada jaminan Kitab Suci, melainkan bertentangan dengan Firman Tuhan.

(Article XXII)

Dengan meneliti pernyataan Kitab Suci lebih lanjut disepanjang Perjanjian Baru, kita akan menemukan bahwa sesungguhnya doktrin Purgatory telah melemahkan Darah Kristus yang berkuasa untuk memurnikan orang berdosa yang percaya kepada-Nya. Mari kita melihat bersama pernyataan Perjanjian Baru tentang Darah Kristus.

  1. Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka. Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga, yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban. (Ibrani 7:25-27)
  2. Tetapi Kristus telah datang sebagai Imam Besar untuk hal-hal yang baik yang akan datang: Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, --artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, -- dan Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal. (Ibrani 9:11-12)
  3. Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan. (Ibrani 10:14)
  4. Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah (1 Petrus 3:18a)
  5. Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah. (Roma 6:10)

Pengorbanan Yesus di kayu salib adalah peristiwa satu kali, dan melalui pengorbanan-Nya, Dia membayar dosa anak-anak-Nya sekali untuk selamanya. Jika Dia membayar ini hanya sekali, dan jika itu memberikan penebusan bagi orang percaya, maka menurut definisi, Dia membayar semua dosa kita, masa lalu, sekarang dan masa depan. Oleh darah-Nya, Yesus telah memperoleh bagi kita penebusan kekal. Dengan iman di dalam Dia, kita segera memiliki hidup yang kekal ini, dan kita bersih, seperti yang dikatakan oleh firman Tuhan yang kudus.

Kitab Suci mengajarkan bahwa "kenajisan tidak akan membawa seseorang untuk masuk ke dalam Sorga", karena itulah melalui Darah-Nya, setiap umat pilihan Allah dilayakan untuk bersama dengan Kristus didalam Firdaus sambil menanti kedatangan-Nya yang kedua untuk pada akhirnya bersama dengan seluruh orang percaya yang telah dimurnikan oleh Darah Kristus, berada di Langit dan Bumi yang baru. Kita harus menyadari bahwa sebenarnya tidak ada satupun dari kita yang layak masuk ke Rumah Bapa namun Firman Tuhan menyatakan bahwa:

  1. Dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. (Roma 3:24)
  2. Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. (Roma 5:1)
  3. Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. (Roma 5:9)
  4. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya. (Roma 8:30)
  5. Supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita. (Titus 3:7)

Kebetulankah Surat Paulus kepada Jemaat di Roma lebih banyak mengajarkan tentang pembenaran dan pengudusan melalui Darah Kristus?

Sepertinya tidak, kemungkinan dalam pandangan eskatologis melalui bimbingan Roh Kudus, Paulus menyadari bahwa akan ada penyesat yang muncul dari Roma yang akan mengajarkan doktrin yang melemahkan Darah Kristus. Purgatory mengatakan dosa-dosa kita setelah mati harus dimurnikan oleh "api penyucian". Namun Kitab Suci membuktikan Purgatory sebagai ajaran yang menyesatkan. Lebih buruk lagi, menghujat Injil Kristus dengan mengajarkan bahwa pengorbanan-Nya dan kebenaran yang diperhitungkan tidak cukup. Purgatory adalah bagian tak terpisahkan dari Injil palsu Katolik Roma.

Gereja Roma sering mengutip Matius 12:32 untuk mendukung ajaran Purgatory, ayat itu dituliskan:

Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak.

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah doktrin Purgatory mengajarkan tentang pengampunan dosa?

Tidak, melainkan pemurnian atas dosa-dosa yang dilakukan selagi masih hidup namun tidak sempat bertobat ketika sudah mati. Pemurnian dan pengampunan adalah 2 (dua) hal yang berbeda. Pemurnian setara dengan “membersihkan”, ada proses-proses yang dilakukan supaya menjadi bersih, seperti orang yang sedang mandi supaya tubuhnya bersih dari kotoran dan debu yang menempel. Sementara pengampunan berarti membebaskan seseorang dari kesalahan dan dosa yang telah dibuatnya. Pengampunan juga berarti pemberian maaf atau ampun sehingga orang yang bersalah dan berdosa dibersihkan dan dikondisikan sebagai orang yang bersih.

Dengan demikian, doktrin Purgatory tidak pernah mengajarkan pengampunan dosa, hanya membersihkan seseorang yang sudah meninggal dari perbuatan dosa.

Gereja Roma juga sering mengutip Matius 5:25-26 untuk mendukung ajaran Purgatory, ayat itu menuliskan:

Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara.

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.

Jadi, apakah Yesus mengacu pada api penyucian di sini? Seperti yang ditunjukkan di atas, Kristus telah membayar semua dosa kita, sekali untuk selamanya, dan Tuhan tidak akan mengingat dosa kita lagi. Oleh karena itu, ini tidak bisa berarti api penyucian.

Dalam perikop ini, Kristus hanya menekankan bahwa orang berdosa tidak akan pernah dibebaskan dari penjara karena ia tidak dapat membayar dosa-dosanya karena ia tidak memiliki kemampuan untuk membayar, yaitu ketidakberdosaan Kristus.

Apa yang Yesus katakan kemudian adalah bahwa mereka yang bersalah (setiap orang) harus menyelesaikan dosanya sebelum dia sampai ke hakim. Satu-satunya cara untuk menyelesaikan dosa kita kepada Allah adalah dengan percaya kepada Yesus dan menerima Dia sebagai Juruselamat. Hakim di sini adalah Allah, yang akan menghukum dengan kematian kekal di neraka semua orang yang tidak menyelesaikan dosa-dosa mereka dengan iman di dalam Kristus.

Seandainya, doktrin Purgatory sesuai dengan pengajaran Kitab Suci, mengapa Allah Bapa harus mengutus Anak-Nya untuk menjadi Juruselamat bagi seluruh umat manusia yang percaya kepada-Nya?

Dengan demikian, kita sampai pada kesimpulan bahwa doktrin Purgatory adalah Injil (Kabar Baik) yang menyesatkan karena tidak sesuai dengan pengajaran Tuhan Yesus dan para rasul-Nya. Paulus mengingatkan bahwa:

Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.

Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.

Galatia 1:8-9

TUHAN Yesus memberkati

Referensi

4 komentar:

  1. Kitab Makabe, dalam Katolik masuk kelompok Deuterokanonika, semantara oleh Protestan tidak digunakan

    BalasHapus
  2. Niiicee buat penjelasannya...
    Aku masih belajar memahami Firman Tuhan...
    Sukses terus buat blognya...
    GBU

    BalasHapus