02 Desember 2021

Historisitas Reformasi Didalam Kekristenan

Uskup Gregorian Yang Agung (540-604 AC) pernah mengatakan:

Moreover, I say confidently that anyone calling himself universal priest, or desires to be so called, shows himself, by this self-exaltation, to be the forerunner to the Antichrist because by this display of pride he sets himself superior to others…

[Selain itu, saya mengatakan dengan yakin bahwa siapa pun yang menyebut dirinya imam universal, atau ingin disebut demikian, menunjukkan dirinya, dengan peninggian diri ini, untuk menjadi pelopor Antikristus karena dengan tampilan kesombongan ini dia menempatkan dirinya lebih tinggi dari orang lain ...]

Letter to the Emperor Mauritius, Book 4, Letter 30

Reformasi adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Menurut Tesaurus Bahasa Indonesia, sinonim reformasi adalah modernisasi, pembaruan, restorasi, perbaikan.

Dalam sejarah Kekristenan, Gerakan Reformasi mulai dilakukan pada abad 16 ketika Martin Luther memakukan 95 dalil yang menolak ajaran Kepausan di sebuah pintu gereja di Wittenberg, Jerman pada tanggal 31 Oktober 1517. Peristiwa ini kemudian memicu pergolakan besar hampir di seluruh Eropa yang berada dibawah ‘naungan’ Kepausan sehingga menyebabkan lahirnya Kristen Protestan Arus Utama dan sejak saat itu, didalam Kekristenan selama berabad-abad hingga saat ini selalu terjadi pembaharuan atau perbaikan ajaran supaya menjadi lebih dekat dengan Kitab Suci entah itu melalui penafsiran secara Eksegesis maupun Eisegesis.

Sebelum Reformasi di abad 16 terjadi, sudah ada beberapa tokoh dalam Kekristenan yang berusaha mengubah wajah gereja dan ajarannya supaya sejalan dengan Kitab Suci namun hal itu tidak bertahan lama karena kurangnya dukungan dari otoritas gereja saat itu dan minimnya penyebaran Kitab Suci dilingkungan masyarakat karena hanya berada di tangan para klerus Katolik Roma. Kita mengenal beberapa tokoh seperti Agustinus dari Hippo, Fransiskus Asisi, Thomas Aquinas, Peter Waldo, John Wycliff dan William Tyndale yang memiliki semangat untuk mengenalkan Injil Kristus kepada Jemaat Kristen sesuai dengan hikmat yang diberikan Tuhan kepada mereka.

Namun jika kita mundur sejenak ke belakang, sebenarnya reformasi sudah dilakukan jauh sebelum lahirnya agama Kristen di dalam Kisah Para Rasul. Yesus Kristus merupakan Tokoh kedua dalam Perjanjian Baru setelah Yohanes Pembaptis yang berani melakukan pembaharuan dalam ajaran Yahudi (Hukum Musa) dan keduanya berakhir dengan kematian. Saya akan mengulas beberapa tokoh Kristen paska Kerasulan sebelum abad 16 yang sudah mencoba melakukan reformasi ajaran gereja yang telah jauh melenceng dari Kebenaran Kitab Suci namun pada akhirnya hal itu berhenti karena tidak mendapat dukungan luas dari otoritas gereja, pemerintah dan masyarakat pada saat itu.

** Augustinus dari Hippo (354-430 AC) **

Dikenal sebagai peletak dasar Reformasi karena ajarannya tentang kasih karunia dan keselamatan. Seorang Teolog cerdas yang menguasai beberapa bahasa. Di zaman Augustinus, ada bidat Manikheisme yang menekankan keselamatan diperoleh dengan perbuatan baik, bukan sebuah ajaran yang baru pada saat itu namun sudah merasuk ke dalam ajaran gereja Katolik/Orthodox hingga saat ini. Perjumpaan Augustinus dengan Kitab Suci terutama melalui tulisan-tulisan rasul Paulus membantunya melihat bahwa keselamatan tidak diperoleh dengan perbuatan baik – terutama karena tidak seorang pun dari manusia yang dapat melakukan perbuatan baik tanpa Tuhan, dia mempelajari bahwa keselamatan diperoleh dari kasih karunia, pengampunan Tuhan melalui Kematian Kristus bagi dosa-dosa kita. 

 -- Sekilas Tentang Sinkretisme --

Sinkretisme adalah suatu proses perpaduan yang sangat beragam dari beberapa pemahaman kepercayaan atau aliran-aliran agama. Pada sinkretisme terjadi proses pencampuradukkan berbagai unsur aliran atau paham, sehingga hasil yang didapat dalam bentuk abstrak yang berbeda untuk mencari keserasian, keseimbangan. Istilah ini bisa mengacu kepada upaya untuk bergabung dan melakukan sebuah analogi atas beberapa ciri-ciri tradisi, terutama dalam teologi dan mitologi agama, dan dengan demikian menegaskan sebuah kesatuan pendekatan yang melandasi memungkinkan untuk berlaku inklusif pada agama lain.

Sinkretisme bukanlah sesuatu yang baru dalam Kekristenan dan pengaruhnya masih terasa hingga saat ini, perkembangan Kekristenan paska Kerasulan tidak terlepas dari sinkretisasi dengan budaya setempat. Beberapa contoh sinkretisasi didalam Kekristenan adalah :

  1. Beberapa denominasi dan skismatik didalam Kekristenan mengajarkan bahwa keselamatan didalam Kristen diperoleh karena iman dan perbuatan baik. Hal ini tentu saja bertentangan dengan ajaran Kristen karena para rasul Kristus telah mengajarkan bahwa keselamatan hanya diterima melalui iman dan anugerah didalam Tuhan Yesus, perbuatan baik yang dilakukan merupakan bukti bahwa umat Kristen sudah diselamatkan atau dalam 'pengalimatan' rasul Yakobus ''..aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku'' (Yakobus 2:18).
  2. Seperti banyak perayaan dalam kalender liturgi, Halloween adalah contoh dari sinkretisme, pentahbisan dari perayaan yang sebelumnya bersifat pagan. Kalender Celtic Kuno telah mengamati 1 November sebagai hari pertama tahun itu, yang menjadikan tanggal 31 Oktober sebagai "Malam Tahun Baru" kalender Celtic Kuno, "Night of all the Witches ". Untuk tetap mengalihkan perhatian Jemaat Kristen kepada Tuhan dan jauh dari ramalan, astrologi, clairvoyance, sihir, ilmu sihir, kekuatan gaib, dan spritisme, gereja Katolik Roma mengadakan Hari Raya Semua Orang Suci dengan cara mengubah kejahatan budaya pagan menjadi kebaikan. Malam tidak akan lagi dikhususkan untuk "semua penyihir" atau "semua yang jahat"; sebagai gantinya 31 Oktober akan didedikasikan untuk semua orang suci. -- Dr. Marcel Brown dari The Alcuin Institute for Catholic Culture.

Kembali kepada Augustinus, ketika bidat Manikheisme menyatakan mereka bisa menunjukan jalan kepada Tuhan dengan logika, dia selangkah lebih maju dengan mengatakan "Percayalah supaya anda mengerti" sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa Agustinus lebih mengedepankan iman dibandingkan logika.

Kemudian ada bidat Donatis yang terkenal dengan aturannya yang ketat, salah satunya adalah menolak hubungan Tubuh Kristus dengan para pendosa, jadi bagi kelompok ini, mereka yang sudah meninggalkan gereja tidak bisa kembali. Agustinus sebaliknya, merangkul kaum pendosa supaya bisa kembali kepada Tuhan dan bersekutu bersama didalam gereja.

Selanjutnya ada Pelagius yang mengajarkan seseorang bertanggungjawab atas dirinya sendiri karena pada dasarnya setiap orang lahir tanpa dosa. Augustinus menghadapi Pelagius berdasarkan pengalaman hidupnya sendiri yang ketika dirinya merasa tidak mampu dan tidak memiliki harapan keselamatan, kasih karunia Tuhan diberikan kepadanya sehingga Agustinus mengatakan bahwa tanpa kasih karunia Tuhan yang ditanggapi oleh iman, tidak mungkin seseorang bisa melawan dosa. Bagi Augustinus, seseorang diselamatkan oleh kasih karunia karena imannya kepada Tuhan namun bagi gereja Katolik Roma, seseorang akan diselamatkan setelah melewati Api Penyucian, berbagai sakramen harus dilakukan sebagai sarana untuk menuju Surga.

Tentang kasih karunia Tuhan di dalam bukunya, Agustinus menuliskan:

The apostle wanted to commend the grace that has come to all nations through Jesus Christ, lest the Jews should boast of themselves at the expense of other peoples on account of their having the Law. First, he says that sin and death came on the human race through one man [Adam], and that righteousness and eternal life came also through one [Christ]. Then he adds that "the law entered, that sin might abound. But where sin abounded, grace did much more abound, so that as sin hath reigned unto death, even so might grace reign through righteousness unto eternal life by Jesus Christ our Lord.' (Rome 5:20-21). For there was need to prove to man how corruptly weak he was. Against his iniquity, the holy law brought him no help towards good, but increased rather than diminished his iniquity, for the law entered that sin might abound. Thus, convicted and confounded, man might see that he needed not only a physician, but even God as his helper to direct his steps so sin would not rule over him, and so he might be healed by fleeing to the aid of divine mercy. In this way, where sin abounded grace might much more abound, not through the merit of the sinner, but by the intervention of his helper.

[Rasul (Paulus) ingin memuji kasih karunia yang telah datang kepada semua bangsa melalui Yesus Kristus, supaya orang-orang Yahudi tidak membanggakan diri mereka diatas orang lain karena mereka memiliki Hukum. Pertama, dia (Paulus) mengatakan bahwa dosa dan maut datang atas umat manusia melalui satu orang [Adam], dan bahwa kebenaran dan hidup yang kekal datang juga melalui satu orang [Kristus]. Kemudian ia (Paulus) menambahkan bahwa “…Hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (Roma 5:20-21). Hal ini untuk membuktikan kepada manusia betapa lemahnya dia. Terhadap kesalahannya, Hukum Kudus tidak menolongnya menuju kebaikan, justru menambahkan kesalahannya, karena Hukum masuk agar dosa berlimpah. Dengan demikian, setelah diyakinkan dan dibingungkan, manusia mungkin melihat bahwa dia tidak hanya membutuhkan seorang tabib, tetapi Tuhan sebagai penolongnya untuk mengarahkan langkahnya sehingga dosa tidak menguasainya, dan dengan demikian dia dapat disembuhkan dengan mengarahkan diri kepada kasih karunia Ilahi. Dengan cara ini, di mana dosa berlimpah kasih karunia jauh lebih berlimpah, bukan melalui jasa si pendosa, tetapi dengan campur tangan penolongnya.]

(On the Spirit and the Letter -- Chapter 9.6)

Dalam perkembangannya, kita melihat bahwa gereja Katolik Roma memberikan daftar panjang aktifitas yang harus dilakukan yang diakhiri dengan melewati Api Penyucian supaya seseorang dapat masuk ke langit dan bumi yang baru dengan demikian doktrin api penyucian merupakan finalisasi akhir atas usaha Kepausan untuk mengajarkan Injil yg berbeda (Galatia 1:8-9) tentang Keselamatan dan oleh karena itulah, doktrin Purgatory adalah sesat karena bertentangan dengan Injil Kristus.

Reformasi Protestan ratusan tahun kemudian menekankan kembali pengajaran Kekeristenan yang disesuaikan dengan Kitab Suci dan Augustinus menyatakan bahwa hanya oleh karena kasih karunia Tuhan saja yang dapat membawa seseorang ke Rumah Bapa, dan kasih karunia juga yang memungkinkan seseorang untuk bertumbuh menyerupai Kristus. Yohanes Calvin secara khusus tertarik dengan pemikiran Augustinus tentang apa yang ditentukan Tuhan sejak semula (predestinasi).

Jika merujuk kepada ajaran Gereja paska Kerasulan, Predestinasi bukanlah sesuatu yang baru di dalam ajaran Kristen, para bapa Gereja mengajarkan hal ini kepada Jemaat Tuhan supaya mereka yang telah memiliki iman kepada Kristus, memiliki keyakinan bahwa mereka telah ditentukan sejak semula oleh Allah untuk diselamatkan oleh karena kasih karunia-Nya.

Predestinasi adalah sebuah doktrin Kristen yang telah menuai banyak kontroversi dalam dunia Teologi. Alkitab secara gamblang menjelaskan bahwa Predestinasi ataupun keselamatan manusia merupakan hak prerogatif Allah yang di dalamnya tidak dipengaruhi oleh unsur apapun dari pihak luar termasuk manusia.

Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya. (Roma 8:29-30)

Kata-kata yang diterjemahkan sebagai 'ditentukan/dipredestinasikan' dalam Ayat di atas berasal dari kata bahasa Yunani proorizo, yang memiliki pengertian 'ditentukan sebelumnya', 'ditetapkan', 'diputuskan sebelumnya'. Jadi, predestinasi itu ketika Allah menentukan terjadinya hal-hal tertentu sebelum hal-hal itu terjadi.

Banyak orang menyamakan Predestinasi dengan pemilihan kekal yang berkaitan dengan keselamatan seseorang. Walaupun keduanya tidak dapat dipisahkan, kita perlu membedakannya. Pemilihan kekal merupakan bagian dari Predestinasi. Dengan kata lain, Predestinasi lebih luas daripada pemilihan kekal. Predestinasi merujuk pada segala sesuatu dalam hidup kita, sedangkan pemilihan kekal terbatas pada keselamatan kita.

Pembedaan di antara dua istilah tadi mendapat dukungan dari Kitab Suci. Pemilihan kekal selalu bernada positif (Matius 24:31; Titus 1:1; Roma 8:29-30, 33). Predestinasi kadangkala dikaitkan dengan tindakan yang negatif, misalnya tindakan Herodes dan Pilatus menggenapkan apa yang sudah ditentukan sejak semula oleh Allah (RSN/NASB/ESV 'had predestined').

Pandangan tentang Predestinasi dari bapa Gereja paska Kerasulan sebelum abad 16 diantaranya:

From which it is evident, that not only [were there] prophecies of the patriarchs, but also that the children brought forth by Rebecca were a prediction of the two nations; and that the one should be indeed the greater, but the other the less; that the one also should be under bondage, but the other free; but [that both should be] of one and the same father. Our God, one and the same, is also their God, who knows hidden things, who knows all things before they can come to pass; and for this reason, has He said, "Jacob have I loved, but Esau have I hated." Romans 9:13; Malachi 1:2.

Peristiwa ini (Roma 9:10-13; Kejadian 25:23) adalah bukti bahwa tidak hanya [ada] nubuat Kepatriarkan, tetapi juga bahwa anak-anak yang dilahirkan oleh Ribka adalah prediksi dari kedua negara; dan bahwa yang satu memang harus lebih besar, tetapi yang lain lebih kecil; bahwa yang satu juga harus berada di bawah perbudakan, tetapi yang lain bebas; tetapi [bahwa keduanya harus] dari satu ayah yang sama. Tuhan kita, satu dan sama, adalah juga Tuhan mereka, yang mengetahui hal-hal yang tersembunyi, yang mengetahui segala sesuatu sebelum hal itu dapat terjadi; dan untuk alasan inilah Dia berkata, "Yakub telah kucintai, tetapi Esau telah kubenci." Roma 9:13; Maleakhi 1:2

** Irenaeus (130-202 AC), bishop of Lyon – Againts Heresies 4.21.2 **

There’s no respect of person in God’s foreknowledge. For God’s foreknowledge it is by which it is define what the future of each person will be, in which he will remain, by which he will either be condemned or rewarded. Some of those who will remain among the good were once evil, and some of those who will remain among the evil were once good.

[Tidak ada rasa hormat terhadap seseorang dalam pengetahuan Tuhan. Karena pra-pengetahuan Tuhan itulah yang menentukan seperti apa masa depan setiap orang, di mana dia akan tinggal, di mana dia akan dikutuk atau diberi ganjaran. Beberapa dari mereka yang akan tetap berada di antara yang baik pernah menjadi jahat, dan beberapa dari mereka yang akan tetap berada di antara yang jahat pernah menjadi baik.]

** St Ambrose (died 397 AC), bishop of Milan - Commentaries on Romans **

God’s choice one person over another took place on the basis of his judgement made before time; that God does choose Jacob over Esau was not base on His foreknowledge of their future deeds: rather, it was grounded on His own autonomos decision.

[Pilihan Tuhan atas satu orang atas orang lain terjadi atas dasar penilaian-Nya yang dibuat sebelum waktu; bahwa Tuhan memang memilih Yakub daripada Esau tidak didasarkan pada pra-pengetahuan-Nya tentang perbuatan mereka di masa depan: melainkan didasarkan pada keputusan kedaulatan (prerogative)-Nya sendiri.]

** Augustinus - Ad Simplicianum Book I Chapter 1.28 **

Predestinasi adalah aspek soteriologis yang sangat penting dalam Gerakan Reformasi dan Teologi Reformed mengenalkan kembali pengajaran Augustinus mengenai Predestinasi sebagai anugerah Allah yang memilih sejumlah orang (tidak semuanya) untuk diselamatkan. Predestinasi merupakan kasih karunia yang bekerja dengan mendahului setiap kemauan berbuat baik dari pihak manusia. Martin Luther mendukung pengajaran Augustinus tersebut, sedangkan Yohanes Calvin melanjutkan bahkan mensistematiskan doktrin Predestinasi. Menurut Calvin, Predestinasi berarti bahwa jumlah dari orang-orang yang terpilih yakni mereka yang diselamatkan, sudah ditetapkan oleh Allah yang berdaulat itu sebelum dunia diciptakan oleh Allah. Predestinasi merupakan keputusan Allah yang kekal, yang dengannya Ia menetapkan untuk diri-Nya sendiri, apa yang menurut kehendak-Nya akan terjadi atas setiap orang.

Salah satu warisan pengajaran Augustinus yang lain adalah tentang Baptisan Bayi yang tetap sulit diterima dalam pandangan Kristen Protestan hingga saat ini. Augustinus, meskipun dibaptis ketika sudah dewasa namun menekankan pentingnya baptis bayi, mengapa?

Karena ia percaya bayi-bayi dilahirkan dalam keadaan berdosa dan akan masuk neraka jika tidak menerima sakramen baptisan. Teologi tentang sakramen ini yang menjadi garis pembeda dalam Reformasi, Martin Luther secara teologis mengajarkan baptisan orang dewasa, tetapi juga tidak menghimbau Jemaat Tuhan yang dipercayakan kepadanya untuk menolak baptisan bayi. Gereja Reformed yang dipelopori oleh Yohanes Calvin percaya pada keselamatan bayi-bayi terpilih entah mereka dibaptis atau tidak. Reformasi Radikal dalam Gereja Anabaptis menolak baptisan bayi karena bagi mereka, bayi-bayi ini belum bisa melakukan pengakuan dosa

Meskipun demikian, sebagai umat Kristen kita harus pula mengetahui bahwa Baptisan Bayi bukanlah sesuatu yang baru dilakukan dalam gereja Katolik/Orthodox, beberapa bapa Gereja sebelum Augustinus telah mengajarkan itu meskipun saat itu belum menjadi ketetapan resmi gereja Katolik/Orthodox. Beberapa diantara mereka mengajarkan:

Baptize first the children, and if they can speak for themselves let them do so. Otherwise, let their parents or other relatives speak for them.

[Baptislah anak-anak terlebih dahulu, dan jika mereka dapat berbicara sendiri, biarkan mereka melakukannya. Jika tidak, biarkan orang tua mereka atau kerabat lainnya berbicara mewakili mereka.]

** Hippolytus - The Apostolic Tradition 21:16) **

Every soul that is born into flesh is soiled by the filth of wickedness and sin. In the Church, baptism is given for the remission of sins, and, according to the usage of the Church, baptism is given even to infants. If there were nothing in infants which required the remission of sins and nothing in them pertinent to forgiveness, the grace of baptism would seem superfluous.

[Setiap jiwa yang dilahirkan menjadi daging dikotori oleh kotoran kejahatan dan dosa. Di Gereja, baptisan diberikan untuk pengampunan dosa, dan, menurut penggunaan Gereja, baptisan diberikan bahkan kepada bayi. Jika tidak ada apa pun pada bayi yang membutuhkan pengampunan dosa dan tidak ada apa pun di dalamnya yang berhubungan dengan pengampunan, maka anugerah baptisan akan tampak berlebihan.]

** Origens - Homilies on Leviticus 8:3 **

Do you have an infant child? Allow sin no opportunity; rather, let the infant be sanctified from childhood. From his most tender age let him be consecrated by the Spirit. Do you fear the seal [of baptism] because of the weakness of nature? Oh, what a pusillanimous mother and of how little faith.

[Apakah Anda memiliki anak bayi? Jangan berikan kesempatan bagi dosa; sebaliknya, biarkan bayi disucikan sejak kecil. Sejak usianya yang paling muda biarlah dia dikuduskan oleh Roh. Apakah Anda takut akan meterai [melalui baptisan] karena kelemahan alam? Oh, betapa kerasnya ibu dan betapa kecilnya iman.]

** Gregory of Nissa - Oration on Holy Baptism 40:7 **

By this grace baptized infants too are ingrafted into his [Christ’s] body, infants who certainly are not yet able to imitate anyone. Christ, in whom all are made alive … gives also the most hidden grace of his Spirit to believers, grace which he secretly infuses even into infants. If anyone wonders why children born of the baptized should themselves be baptized, let him attend briefly to this. The sacrament of baptism is most assuredly the sacrament of regeneration.

[Dengan kasih karunia ini bayi-bayi yang dibaptis juga dicangkokkan ke dalam tubuh (Kristus)-Nya, bayi-bayi yang tentu saja belum dapat meniru siapa pun. Kristus, yang di dalam-Nya semua orang dihidupkan … memberikan juga rahmat Roh-Nya yang paling tersembunyi kepada orang-orang percaya, rahmat yang diam-diam Ia tanamkan bahkan ke dalam bayi. Jika ada yang bertanya-tanya mengapa anak-anak yang lahir dari orang yang dibaptis harus dibaptis sendiri, biarlah dia memperhatikan hal ini secara singkat. Sakramen baptisan pastilah sakramen kelahiran kembali.]

** Augustinus - Forgiveness and the Just Deserts of Sin, and the Baptism of Infants 1:9:10; 1:24:34; 2:27:43 **

** Peter Waldo (1140-1218 AC) **

No man can serve two masters, God and mammon. That you may learn to place hope in God and not in riches.

[Tidak ada manusia yang bisa mengabdi pada dua tuan, Tuhan dan mamon. Sehingga anda dapat belajar untuk menaruh harapan pada Tuhan dan bukan pada kekayaan.]

Peter Waldo (d. 1218) Wanted a Purer Christianity.

Lebih dari tiga ratus tahun sebelum Martin Luther lahir, reformis yang tak disangka tiba-tiba muncul di kota Lyon di Prancis Tenggara. Protesnya terhadap doktrin dan praktek-praktek gereja Roma Katolik merupakan guncangan kuat yang meramalkan gempa bumi spiritual yang akan datang yang disebut sebagai Reformasi. Kegerakan yang dia luncurkan bertahan sampai bergaung dengan Reformasi besar itu. Dia dikenal di dalam sejarah sebagai Peter Waldo.

Banyak detail mengenai Waldo yang tidak diketahui, termasuk namanya. Kita tidak tahu apakah Peter adalah nama depannya yang sesungguhnya, karena namanya tidak muncul di dokumen manapun sampai 150 tahun setelah kematiannya. Nama belakangnya kemungkinan adalah Valdes atau Vaudes – Valdo (Waldo) adalah adaptasi ke bahasa Italia. Kita juga tidak mengetahui tahun saat Peter lahir atau tahun tepatnya dia meninggal – sejarawan tidak sepakat mengenai apakah dia meninggal di antara tahun 1205 dan 1207 ataukah antara tahun 1215 dan 1218. Tetapi kita mengetahui beberapa hal yang mengguncangkan bumi.

**) Seorang Penguasa Kaya yang Bertobat

Pada tahun 1170, Waldo adalah seseorang yang sangat kaya, seorang saudagar yang terkenal di kota Lyons. Dia memiliki seorang istri, dua orang putri, dan banyak properti. Tetapi sesuatu terjadi – beberapa orang mengatakan dia menyaksikan kematian seorang teman yang tiba-tiba, beberapa orang lain mengatakan dia mendengar sebuah lagu rohani dari seorang pemusik jalanan – dan Waldo menjadi begitu terusik dengan kondisi rohani jiwanya dan sangat ingin mengetahui bagaimana ia dapat diselamatkan.

Hal pertama yang ia lakukan adalah membaca Alkitab. Tetapi karena Alkitab hanya ada di dalam bahasa Latin Vulgate, dan bahasa Latinnya sangat kurang, dia mempekerjakan dua orang pandai untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa orang awam sehingga ia dapat mempelajarinya.

Berikutnya, dia mencari bimbingan rohani dari seorang imam, yang mengarahkannya kepada kisah seorang penguasa kaya di dalam Injil dan mengutip kata-kata Yesus: "Masih tinggal satu hal lagi yang harus kau lakukan: juallah segala yang kau miliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." (Lukas 18:22). Kata-kata Yesus menusuk hati Waldo. Seperti penguasa muda yang kaya itu, Waldo tiba-tiba menyadari dia telah melayani Mammon, bukan Allah. Tetapi tidak seperti penguasa muda kaya yang beranjak meninggalkan Yesus, Waldo bertobat dan melakukan tepat apa yang Yesus katakan: dia memberikan semua yang dia miliki kepada orang-orang miskin (setelah menyisihkan secukupnya untuk menghidupi istri dan kedua putrinya). Dari sejak saat itu, dia kukuh untuk hidup di dalam kebergantungan penuh akan Allah untuk kebutuhannya.

**) Sebuah Kegerakan Lahir

Waldo segera mulai berkotbah dari Alkitabnya di jalan-jalan kota Lyon, khususnya kepada orang-orang miskin. Banyak yang bertobat, dan sampai pada tahun 1175 sekelompok besar pria dan wanita telah menjadi murid Waldo. Mereka juga memberikan barang-barang milik mereka dan berkotbah (wanita dan juga pria). Orang-orang mulai memanggil mereka dengan sebutan "Orang Miskin Lyon" (Poor of Lyons). Kemudian, seraya kelompok mereka bertumbuh menjadi sebuah kegerakan dan menyebar ke seluruh Prancis dan bagian-bagian lain di Eropa, mereka kemudian dikenal sebagai "The Waldensians."

Lebih banyak Waldo mempelajari Kitab Suci, dia menjadi lebih terusik dengan doktrin-doktrin tertentu, praktek-praktek, dan struktur kepemimpinan dari gereja Katolik Roma – tanpa melupakan kekayaan dan hartanya juga. Dan dia dengan berani berbicara menentang hal-hal ini. Tetapi karena secara resmi gereja melarang kotbah oleh orang awam, Waldo dan kelompok alakadarnya mendapatkan tentangan dari pemimpin-pemimpin gereja.

Kaum Waldens, salah satu kelompok Kristen evangelis paling awal, didirikan oleh Peter Waldo dan Gerakan Waldensians adalah salah satu upaya Kristen pertama yang menerjemahkan Alkitab ke dalam dialek lokal dan terlibat dalam pemberitaan Injil di depan umum. Komitmen kelompok dapat diringkas dalam tiga kegiatan ini: membuat Injil dikenal dan dipahami dalam bahasa asli orang-orang, mengidentifikasikan diri dengan orang miskin dengan menjadi miskin, dan mengejar kepatuhan yang lebih dekat pada kehidupan iman dengan mengikuti ajaran-ajaran Yesus Kristus dan teladan para muridnya.

Gerakan-gerakan Injili serupa lainnya adalah umum selama abad pertengahan, tetapi tidak ada yang bertahan seperti kaum Waldens. Sebelum 300 tahun Reformasi Protestan, permulaan gerakan Waldens kadang-kadang disebut sebagai "Reformasi Pertama." Kelompok ini juga disebut "Gereja Evangelis Terlama" dan "Israel di Pegunungan Alpen."

**) Sebuah Tanda untuk Ditentang

Uskup Agung Lyons secara khusus terganggu oleh kelompok Reformasi yang tidak terpelajar ini dan bergerak untuk menghancurkannya. Tetapi pada tahun 1179, Waldo menghadap langsung kepada Paus Alexander III dan mendapatkan persetujuannya. Namun, hanya berselang lima tahun kemudian Paus baru, Lucius III, mendukung Uskup Agung Lyons dan mengekskomunikasi (mengucilkan) Waldo dan pengikutnya.

Pada awal-awal tahun, kegerakan Waldensian adalah sebuah kegerakan Reformasi. Waldo tidak pernah bermaksud untuk meninggalkan gereja Roma, dan dia memegang banyak doktrin tradisional Katolik Roma. Tetapi, setelah dikucilkan, dan masih berlangsung setelah kematian Waldo, keyakinan Waldensian yang mirip dengan Protestan semakin meningkat dan bertambah solid.

  1. Mereka menolak semua klaim otoritas selain Kitab Suci
  2. Mereka menolak semua mediator antara Allah dan manusia, kecuali Yesus Kristus
  3. Mereka menolak doktrin yang mengatakan bahwa hanya seorang imam yang boleh mendengarkan pengakuan dosa, dan berpendapat bahwa semua orang percaya bisa melakukannya.
  4. Mereka menolak Purgatori, dan oleh karena itu menolak Indulgensi (pengurangan hukuman di Purgatori) dan doa untuk orang mati.
  5. Mereka percaya sakramen yang diperintahkan oleh Kitab Suci hanyalah Baptisan dan Perjamuan Kudus.
  6. Mereka menolak penekanan gereja pada puasa dan hari-hari perayaan dan larangan terhadap makanan tertentu.
  7. Mereka menolak sistem kasta keimaman dan Monastik.
  8. Mereka menolak pengudusan benda keramat, ziarah, dan penggunaan air suci.
  9. Mereka menolak pernyataan Paus akan otoritas atas pemimpin-pemimpin dunia.
  10. Mereka pada akhirnya menolak kepenerusan rasul dari Paus.

**) Pra-Reformasi Bergabung Dengan Reformasi

Kaum Waldens tidak mengajarkan ajaran sesat, walaupun gereja Roma menuduh mereka demikian. Mereka bersifat ortodoks. Namun, karena mereka berada di luar struktur gereja, para pengikut Waldo ini tidak mendapat pengakuan hierarki gereja Roma. Bagi orang-orang gerejawi Abad Pertengahan, apa pun yang ada di luar gereja Roma adalah ajaran sesat.

Banyak orang Kristen Perancis dan Italia, yang telah kecewa dengan gereja Roma yang bersifat duniawi, berpaling ke Waldensian, yang mengajarkan imamat bagi setiap orang percaya. Mereka menolak relikwi, ziarah dan paraphernalia seperti air suci dan pakaian-pakaian rohaniwan, hari-hari para santo dan perayaan lainnya, serta purgatory. Komuni bukanlah sesuatu untuk dilaksanakan setiap hari Minggu, dan para pengkhotbah Waldens berbicara serta membacakan Injil kepada orang-orang dalam bahasa mereka sendiri.

Pada tahun 1207, Paus Innocentius III menawarkan bahwa para Waldens akan diterima jika mereka mau tunduk pada para pejabat gereja Roma. Banyak yang kembali – tetapi yang lain tidak. Pada tahun 1214 Paus mengutuk mereka sebagai orang-orang berhaluan ajaran sesat dan menyerukan agar mereka ditindas. Inkuisisi (penyelidikan dan pengadilan gereja Roma) melaksanakan tugasnya dengan melenyapkan mereka.

Kendati mengalami semua penindasan ini, namun kaum Waldens tidak jera, dan tetap meneruskannya. Mereka menyebar di seluruh Eropa, dan ketika Reformasi muncul, mereka disambut hangat oleh sebagian kaum Protestan. Sekarang mereka menganggap dirinya sebagai orang-orang Protestan. Kaum Waldens adalah saksi hidup bahwa pada masa-masa suram sejarah gereja Roma, gerakan perbaikan baru selalu akan muncul dari dalam gereja Roma.

Pada 2015, Paus Francis mengunjungi Gereja Waldensian di Turin, Italia. Di sinilah orang-orang Kristen Waldensian mengalami penganiayaan brutal oleh Gereja Katolik selama Abad Pertengahan. Atas nama gereja Roma, Paus Fransiskus meminta pengampunan bagi orang percaya Waldens:

"Di pihak gereja Katolik, saya meminta maaf kepada Anda, saya memintanya untuk sikap dan perilaku non-Kristen dan bahkan tidak manusiawi yang telah kami tunjukkan kepada Anda. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, maafkan kami!"

Peter Waldo adalah seorang proto-Protestan, meskipun dia sendiri tidak menyadarinya. Dia adalah seorang saudagar yang beralih menjadi pengkotbah yang semata-mata percaya kepada firman Allah dengan segenap hatinya, yang dia tunjukkan dengan seluruh hidupnya. Dan mempercayai Allah di dalam firman-Nya, Waldo menunggangbalikkan dunianya.

** Fransiskus Asisi (1182-1226 AC) **

Sebagian orang mungkin berfikir, mengapa Saya memasukan nama Fransiskus Asisi. Sebenarnya sederhana, ditengah gaya hidup pejabat rohani Katolik Roma yang mewah terutama Kepausan, Fransiskus ingin memberikan sebuah warna yang baru dan berbeda kebanyakan pelayan Firman pada masa itu, dia ingin seperti Kristus, kehidupannya sebagai seorang pelayan Firman yang rendah hati dan sederhana dalam melayani Jemaat Tuhan sangat berbeda dengan yang ditampilkan oleh rekan-rekan sepelayanannya. Dia memiliki empati yang besar bagi orang-orang yang diperlakukan tidak adil, orang-orang sakit dan bahkan tinggal bersama mereka. 

Tidak banyak yang bisa dibahas dari Franskiskus dari Asisi selain pelayanannya, sebuah peristiwa yang mengubah jalan hidupnya adalah ketika dia sedang berdoa di sebuah gereja, dia mendengar suara Tuhan yang berkata ''Bangunlah kembali gereja-Ku karena kau lihat sendiri bahwa gereja-Ku hampir roboh''. Sebuah pernyataan yang sangat kontras menggambarkan peristiwa saat itu dimana ketika gereja Katolik Roma menjadi semakin kaya karena memiliki banyak sumber pendapatan termasuk dari pajak dan kehidupan para rohaniwan mereka sangat makmur, masyarakat disekitar mereka hidup dalam garis kemiskinan.

Ketika mendirikan Ordo yang kita kenal sebagai Ordo Fransiskus (Friars Minor -- Kaum Minoritas, kemungkinan untuk menjaga agar kelompoknya tetap rendah hati), dia memberi aturan yang sederhana yakni: kaul untuk hidup selibat, sederhana dan melayani orang lain. Fransiskus membuat aturan ini langsung dari ajaran Yesus tanpa dicampuri pengajaran-pengajaran lainnya dari para pemimpin dan tokoh gereja paska Kerasulan. Sementara Ordo Fransiskus semakin berkembang dan orang-orang disekitarnya mulai mencoba melengkapi apa yang tidak dilakukan oleh Fransiskus, dia memilih mengundurkan diri karena baginya masih banyak hal yang membutuhkan reformasi di dalam gereja Katolik Roma dan dia tidak ingin menghalanginya.

Warisan Franskiskus bagi umat Kristiani saat ini selain Friars Minor? Ketika anda melihat dekorasi Natal lengkap dengan penggambaran suasana pada saat itu dimana disana ada domba dan gembala yang mengelilingi sebuah palungan, itu adalah salah satu inovasi dari Fransiskus.

** Thomas Aquinas (1225-1274 AC) **

Dikenal sebagai ''Doctor Angelicus'', merupakan salah satu tokoh yang ajarannya menjadi doktrin resmi gereja Katolik Roma. Dilahirkan dari keluarga kaya dan berpendidikan namun memilih untuk bergabung dengan Ordo Dominikus karena dia sangat mencintai Tuhan.

Thomas merasa terdorong untuk menanggapi tanggapan intelektualisme Islam dan untuk membuktikan pemikiran Kristen itu lebih baik, jika itu berarti bahwa dia harus mengungkapkan pemikiran Aristotelian dalam bahasa Kristiani, memang itulah yang dia lakukan. Ketika Fransiskus merasa tidak diperlukan pelayanan intelektual dalam menginjili dan melayani Jemaat, Thomas tidak bisa mengabaikan penalaran intelektual. Baik Fransiskus maupun Thomas melihat hal-hal dengan cara yang berbeda sesuai dengan pengalamannya masing-masing. Kita menyelesaikan masalah yang kita hadapi berdasarkan pengalaman kita, perbedaan keduanya itulah yang membuat mereka saling melengkapi didalam melayani Tuhan.

Didalam pelayanannya, Thomas memang menitiberatkan pada rasionalitas manusia, bagi Thomas pemeliharaan Tuhan memberikan kerangka konseptual untuk memahami aktivitasnya di dunia dan alasan mengapa segala sesuatu ditahbiskan sampai akhir. Dia membedakan antara pemeliharaan sebagai alasan untuk tujuan yang tertib dan pemerintah sebagai pelaksanaan dari perintah itu. Karena Tuhan adalah Penyebab dari segala sesuatu dan setiap mahluk hidup bergantung kepada-Nya, Thomas menegaskan: "kita terikat untuk mengakui bahwa Penyelenggaraan Ilahi mengatur segala sesuatu." (Summa Theologiae, Ia, 22. 2.)

Mengapa saya memilih Thomas Aquinas sebagai peletak Reformasi selanjutnya?

Seandainya kita mau jujur tentang apa yang telah dia sampaikan, sebenarnya Thomas sedang berusaha mengembalikan ajaran gereja Roma kepada Kristus karena sesuatu hal seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya tentang sinkretisme, roh-roh pengajaran sesat telah merasuki Roma dan Thomas merasa perlu melakukan sesuatu untuk itu, meskipun Thomas tidak pernah meninggalkan gereja Katolik Roma karena kesetiaannya pada Kristus sebagai Kepala Jemaat. Ini adalah pilihan yang tepat menurut saya pribadi karena "semakin manusia berbuat dosa, Allah semakin pula mengasihi mereka." (Roma 5:20), selain itu tidak ada gunanya kita meninggalkan gereja yang telah membuat kita mengenal Kristus dan Kebenaran-Nya.

Tentang doktrin Predestinasi dia menuliskan:

The reason for the predestination of some and reprobation of others (praedestinationis aliquorum, et reprobationis aliorum) must be sought for in the divine goodness. God wills to manifest His goodness in those whom He predestines, by means of the mercy with which He spares them; and in respect of others whom He reprobates, by means of the justice with which He punishes them. This is the reason why God chooses some and reprobates (quosdam eligit). Yet why He chooses some for glory and reprobates others has no reason except the divine will (non habet rationem nisi divinam voluntatem).

Alasan bagi mereka yang telah ditetapkan (dipredestinasi untuk menjadi milik Allah) dan mereka yang ditentukan binasa (reprobation) harus dicari dalam kebaikan Ilahi. Tuhan berkehendak untuk mewujudkan kebaikan-Nya pada mereka yang Dia takdirkan, melalui belas kasihan yang Dia berikan kepada mereka; dan sehubungan dengan orang lain yang Dia tentukan untuk binasa, melalui keadilan yang Dia gunakan untuk menghukum mereka. Inilah alasan mengapa Tuhan memilih beberapa (orang untuk diselamatkan) dan reprobat. Mengapa Dia memilih beberapa untuk kemuliaan dan menolak yang lain tidak memiliki alasan (khusus) kecuali (atas) kehendak ilahi-Nya.

Summa Theologiae (1a.23.5)

**) Reprobat adalah seseorang/sekelompok orang yang dikeraskan hatinya sehingga ditetapkan untuk binasa.

Predestination, as we have said, is part of Providence, which is like prudence, as we have noticed, and is the plan existing in the mind of the one who rules things for a purpose. Things are so ordained only in virtue of a preceding intention for that end. The predestination of some to salvation means that God wills their salvation. This is where special and chosen loving comes in.

Predestinasi, seperti yang telah kami katakan, adalah bagian dari pemeliharaan, seperti kebijaksanaan, seperti yang telah kita perhatikan, dan merupakan rencana yang ada dalam pikiran orang yang mengatur segala sesuatu untuk suatu tujuan. Segala sesuatu ditahbiskan bagi kebaikan dari keinginan sebelumnya untuk sebuah akhir. Predestinasi bagi beberapa orang untuk keselamatan berarti bahwa Allah menghendaki keselamatan mereka. Di sinilah kasih yang istimewa dan terpilih masuk.

Summa Theologiae (1a.23.2, 164)

**) Providensia adalah kepercayaan bahwa di atas segala perubahan kehidupan manusia dan perkembangan jagat ada tujuan kebaikan dari Allah. Untuk segala sesuatu selalu ada alasan, betapapun pahitnya. Allah tidak hanya bertanggung jawab menciptakan, tetapi juga memelihara tata ciptaan itu. Dan sejarah adalah suatu perkembangan yang terus maju ke suatu tujuan, yang Tuhan ketahui sebelumnya

Thomas kemudian mengajarkan bahwa Allah menyelamatkan kita dengan cara yang sama Ia menentukan kita untuk diselamatkan, ''bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya'' (Titus 3:5). Bagi Thomas, kebaikan manusia tidak dapat menjadi motif seseorang akan diselamatkan.

Efek dari predestinasi ilahi adalah anugerah dan kemuliaan. Logikanya, ada perintah dalam ketetapan Tuhan saat kita memahaminya. Tuhan menentukan tujuan sebelum Dia memilih sarana. Oleh karena itu, Thomas mengajukan predestinasi untuk kemuliaan sebelum predestinasi untuk kasih karunia. Tuhan tidak hanya menghendaki akhir, tetapi kasih karunia untuk membawa orang-orang pilihan ke akhir ini. Mencerminkan pengaruh Aristoteles, takdir digambarkan sebagai serangkaian sebab dan akibat dengan Tuhan sebagai penyebab pertama dan kehidupan kekal sebagai akibat terakhir. Tuhan menetapkan efek tertentu sebagai manfaat dari yang lain, sehingga tindakan kebaikan yang dilakukan di bawah kasih karunia berujung pada kehidupan kekal. Meskipun Thomas bersikeras bahwa perbuatan manusia tidak memiliki bagian dalam pilihan Tuhan atas orang-orang pilihan, hal itu memiliki peran dalam pelaksanaan rencana-Nya, sekali lagi, Thomas ingin mengatakan bahwa "perbuatan baik seseorang adalah bukti dia sudah diselamatkan" dan tentu saja ini sejalan dengan pemikiran rasul Yakobus.

Dengan kata lain, Thomas ingin mengatakan bahwa ''Orang-orang pilihan diberikan kasih karunia untuk memperoleh kemuliaan dan bahkan perbuatan baik manusia itu sendiri adalah hasil dari anugerah Tuhan.''

Sementara predestinasi tunggal menegaskan pemilihan khusus Tuhan atas beberapa orang sementara sisanya dilewati, predestinasi ganda menyatakan bahwa reprobasi adalah keputusan positif Tuhan. Allah menentukan, tanpa memandang cela, untuk menolak beberapa dan menghukum mereka karena dosa-dosa mereka untuk menunjukkan keadilan-Nya. Apakah Thomas memeluk gemina praedestinatio (predestinasi ganda) masih diperdebatkan, tetapi ada tingkat ketegangan dalam pandangannya. Di satu sisi, dia menyarankan manusia bersalah karena menghadirkan penghalang bagi rahmat.

For God on His part is ready to give grace to all men: He wills all men to be saved and to come to the knowledge of the truth (1 Timothy 2:4). But they alone are deprived of grace, who in themselves raise an obstacle to grace. So, when the sun lights up the world, any evil that comes to a man who shuts his eyes is counted his own fault, although he could not see unless the sunlight first came in upon him.

Karena Allah di pihak-Nya siap memberikan kasih karunia kepada semua orang: Dia menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan tentang kebenaran (1 Timotius 2:4). Tetapi mereka yang tidak menerima kasih karunia, dengan sendirinya menimbulkan hambatan bagi kasih karunia. Jadi ketika matahari menyinari dunia, kejahatan apa pun yang datang kepada seseorang yang menutup matanya dihitung sebagai kesalahannya sendiri, meskipun dia tidak dapat melihat kecuali jika sinar matahari pertama kali mengenainya.

(Aquinas, CG, III. 160.)

Di sisi lain, Thomas mengklaim perbedaan antara manusia pada akhirnya terletak pada ketetapan Allah

Since it has been shown that by the action of God some are guided to their last end with the aid of grace, while others, bereft of that same aid of grace, fall away from their last end; and at the same time all things that are done by God are from eternity foreseen and ordained by His wisdom, as has also been shown, it needs must be that the aforesaid distinction of men has been from eternity ordained of God.  But those to whom from eternity He has arranged not to give grace, He is said to have ‘reprobated,’ or ‘hated,’ according to the text: I have loved Jacob, and hated Esau.

Karena telah diperlihatkan bahwa oleh tindakan Allah beberapa orang dibimbing sampai akhir terakhir mereka dengan kasih karunia, sementara yang lain, kehilangan kasih karunia yang sama, jatuh dari tujuan terakhir mereka; dan pada saat yang sama segala sesuatu yang dilakukan oleh Tuhan berasal dari kekekalan yang diketahui sebelumnya dan ditetapkan melalui kebijaksanaan-Nya, seperti yang juga telah diperlihatkan, perlu bahwa perbedaan diantara manusia yang telah ditetapkan sejak kekekalan oleh Tuhan. Tetapi mereka yang kepadanya dari kekekalan Dia telah tentukan untuk tidak menerima kasih karunia, Dia dikatakan telah ‘direprobasi’, atau 'dibenci' menurut teks: Aku mencintai Yakub, dan membenci Esau

(Aquinas, CG, III. 164.)

Tampaknya Thomas sedang berusaha 'mendamaikan' argumentasi pihak yang mendukung kehendak bebas manusia dengan pihak yang mendukung Predestinasi Allah namun tidak berhasil, Ini bukanlah sebuah kegagalan melainkan membuat kita dengan rendah hati menyadari bahwa hikmat manusia tidak akan sanggup menyelami hikmat Allah.

"Langit lebih tinggi daripada bumi. Dengan cara yang sama, jalan-Ku lebih tinggi daripada jalanmu, dan pikiran-Ku lebih tinggi daripada pikiranmu." Itulah yang dikatakan oleh Tuhan sendiri. (Yesaya 55:9 – Amplified Bible)

** John Wycliffe (1320-1330 AC) **

John Wycliffe meninggalkan kesan yang sangat mendalam bagi Gereja Protestan Arus Utama, dia dijuluki ‘The Morning Star of Reformation’; 43 tahun setelah kematiannya, para pejabat gerejawi Katolik Roma menggali tubuhnya, membakar jenazahnya, dan membuang abunya ke sungai Swift. Tetap saja, mereka tidak bisa menyingkirkannya. Ajaran Wycliffe, meskipun ditekan, terus menyebar. Sejarah kemudian mencatat, "Demikianlah sungai telah membawa abunya ke Avon; Avon ke Severn; Severn ke laut sempit; dan mereka ke laut utama. Dan dengan demikian abu Wycliffe adalah lambang pengajarannya yang sekarang tersebar seluruh dunia."

John Wycliffe dilahirkan di Yorkshire, Inggris. Wycliffe adalah seorang theolog dan filsuf berkebangsaan Inggris sekaligus juga seorang Reformator. Ia berjasa di dalam pekerjaannya menulis terjemahan lengkap Alkitab berbahasa Inggris, yang pada mulanya berbahasa Latin. Wycliffe termasuk di dalam salah satu Reformator awal gereja. Teorinya yang membahas mengenai Ecclesiastical Polity membatasi kekuasaan gereja di abad ke-14, dan pada tahun 1378 ia mulai menyerang kepercayaan dan praktik gereja yang dianggapnya tidak sesuai dengan Alkitab.

Wycliffe adalah seorang yang cukup terpandang di Inggris pada masanya akibat ketekunan dan keunggulan akademisnya. Pada studi tingkat sarjana, Wycliffe menyibukkan dirinya dengan ilmu alam (natural science) dan matematika, lalu karena kemampuannya yang mumpuni ia diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi lanjutnya dalam bidang filsafat. Wycliffe juga kembali mengambil sarjana dalam bidang theologi sebab ia memiliki minat yang begitu besar dalam pembelajaran Alkitab. Akibat kegemilangannya, tahun 1365 Wycliffe diangkat menjadi kepala dari Canterbury Hall oleh Simon Islip, Uskup Agung Canterbury. Tidak jauh dari waktu pengangkatannya, antara tahun 1366 dan 1372 Wycliffe mendapatkan gelar doktor theologinya. Dengan itu, ia berhak memberikan pengajaran theologi sistematis.

Wycliffe adalah seorang teolog berpendidikan yang berani menantang otoritas Katolik Roma dan mengklaim bahwa Kitab Suci Kristen adalah otoritas tertinggi, bukan Paus. Dia mengembangkan teologi dua domain, Gereja duniawi dan Gereja ideal. Setelah membaca tulisan-tulisan Agustinus dari Hippo, dia mengklaim bahwa gereja Katolik Roma telah menyimpang jauh dari apa yang seharusnya. Ketekunannya mendalami firman Tuhan mendorong dirinya untuk mereformasi gereja, yang kemudian juga memengaruhi negara Inggris dan dunia setelahnya.

Paus di masa itu telah menuntut bahwa hak milik gereja-gereja di Inggris adalah milik Paus. Wycliffe tidak menyetujui tuntutan tersebut. Ia berpendapat bahwa raja Inggris tidak berhutang finansial apa pun kepada Paus. Wycliffe berpendapat bahwa harta milik gereja merupakan milik negara. Hal ini mendorongnya untuk menyelidiki prinsip kepemilikan di dalam Alkitab. Sampai ia berkonklusi bahwa gereja tidak seharusnya memiliki harta duniawi sampai seperti itu. Gereja harus menjadi sederhana di hadapan Allah seperti di zaman para rasul. Oleh karena itu, Paus dan konsilinya harus tunduk di bawah hukum Allah, sebab Kristuslah Sang Kepala Gereja yang sejati. Bahkan Wycliffe sampai mengatakan bahwa Paus adalah si Anti-Kristus.

Kejadian ini membuat semakin panas api pertikaian antara gereja Roma Katolik dan John Wycliffe. Wycliffe menganggap standar kebenaran sepenuhnya berada dalam Alkitab. Jika suatu tuntutan tidak dapat dibuktikan dasarnya melalui Alkitab, ia menolak dan menghitungnya sebagai penyelewengan. Maka, Wycliffe dikenal sebagai seorang hamba Tuhan yang cukup gamblang dalam mempertahankan pandangannya. Ia tidak bisa berkompromi jika memang praktik gereja dan Paus tidak sesuai dengan Alkitab. Ketaatannya kepada firman Tuhan ini yang membuatnya menemukan banyak sekali kebenaran yang diabaikan dan diselewengkan oleh gereja. Iman kepercayaan terhadap firman Tuhan seperti Wycliffe inilah yang diadopsi oleh para Reformator selanjutnya.

Karena perbuatannya yang berani melawan gereja Roma, Paus Gregorius XI mengeluarkan lima bulla (dekrit gereja) terhadap Wycliffe, di mana Wycliffe dituduh dengan 18 tuduhan dan dia disebut "penguasa kesalahan."

Pada sidang di hadapan uskup agung di Istana Lambeth, Wycliffe menjawab, "Saya siap untuk mempertahankan keyakinan saya bahkan sampai mati... Saya telah mengikuti Kitab Suci dan para rasul kudus." Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa Paus dan gereja Roma memiliki otoritas kedua setelah Kitab Suci.

Wycliffe mengemukakan pendapat revolusionernya dalam banyak traktat. Dia berpikir bahwa Inggris harus diperintah oleh para raja dan pemerintahan awam tanpa campur tangan dari kepausan dan gereja Roma. Dalam bukunya "On Civil Dominion" tahun 1376 dia berkata:

England belongs to no pope. The pope is but a man, subject to sin, but Christ is the Lord of Lords and this kingdom is to be held directly and solely of Christ alone. [Inggris bukan milik paus. Paus hanyalah seorang manusia, tunduk pada dosa, tetapi Kristus adalah Tuhan di atas segala Tuan dan kerajaan ini harus dipegang secara langsung dan semata-mata oleh Kristus saja.]

Selain mengkritik hidup mewah, Wycliffe juga menemukan beberapa doktrin gereja Roma Katolik yang sudah berbalik arah. Misalnya saja tentang Transubstantiasi (roti-anggur berubah menjadi tubuh-darah Kristus) dan Indulgensi (penghapusan dosa dengan perbuatan baik, doa dan surat penghapus dosa), serta pengakuan dosa melalui pastor.

Dalam doktrin "Justification by Faith" yang dibahas oleh Wycliffe dalam tesisnya, ia menuliskan:

''Trust wholly in Christ, rely altogether on His sufferings; beware of seeking to be justified in any other way than by His righteousness. Faith in our Lord Jesus Christ is sufficient for salvation. There must be atonement made for sin according to the righteousness of God. The person to make this atonement must be God and man.''

[Percaya sepenuhnya kepada Kristus, bersandar sepenuhnya pada penderitaan-Nya; waspadalah terhadap upaya untuk dibenarkan dengan cara apa pun selain oleh kebenaran-Nya. Iman kepada Tuhan kita Yesus Kristus sudah cukup untuk keselamatan. Harus ada penebusan dosa menurut kebenaran Allah. Orang yang melakukan penebusan ini haruslah Tuhan dan manusia].

Wycliffe bahkan meringkas tesisnya yang berisikan kebenaran Alkitab (sekaligus penolakan terhadap kesalahan ajaran gereja) menjadi traktat ringkas yang mudah dimengerti oleh orang awam atau rakyat biasa.

**) Terjemahan Alkitab

Salah satu kontribusi terbesar Wycliffe adalah menjadi pelopor penterjemahan Alkitab dari bahasa Latin (Vulgate) ke bahasa Inggris. Ia percaya setiap orang awam harus punya akses langsung ke Alkitab. Hal ini jauh berbeda dari pandangan gereja Roma Katolik yang beranggapan hanya pastor yang berhak membaca dan mengerti Kitab Suci.

Alkitab pada saat itu hanya tersedia dalam bahasa Latin, yang hanya dapat dibaca oleh sedikit orang di luar Teolog terpelajar. Karya tersebut telah diterjemahkan dari bahasa Ibrani dan Yunani ke bahasa Latin oleh Jerome (347-420 AD) dengan bantuan dan dorongan dari rekannya Paula (347-404 AD), dan versi mereka (dikenal sebagai Vulgata) yang oleh gereja Katolik Roma dinyatakan sepenuhnya otoritatif dan sempurna. Setiap saran bahwa Alkitab harus diterjemahkan ke dalam bahasa sehari-hari, seperti bahasa Inggris, dianggap sebagai bid'ah dan siapa pun yang mencobanya sebagai ancaman berbahaya bagi gereja Katolik Roma.

Wycliffe, bagaimanapun, mencatat bahwa Jerome sendiri telah menerjemahkan karya itu dari bahasa asli ke bahasa sehari-harinya, Latin, seperti yang dijelaskan oleh istilah "vulgate", dan dengan demikian memulai terjemahannya sendiri dari bahasa Latin ke bahasa Inggris di awal tahun 1380-an, dengan versi pertama muncul pada tahun 1382. Karya tersebut dicetak menggunakan xylography (pencetakan balok kayu), proses yang sama dengan yang ia lakukan untuk menyebarkan karya-karyanya sebelumnya (karena mesin cetak belum ditemukan), dan menjadi buku terlaris. Meskipun kebanyakan orang tidak dapat membaca bahasa Inggris, mereka dapat memahaminya ketika dibacakan kepada mereka, dan Alkitab dalam bahasa sehari-hari merupakan tantangan langsung bagi otoritas gereja Katolik Roma.

Otoritas Kepausan marah, dan memperburuk posisi Wycliffe, banyak sekutunya di antara kaum bangsawan (terutama Gaunt) meninggalkannya ketika dia menyatakan doktrin Transubstansiasi (transformasi roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus selama Misa) menyesatkan. Uskup Agung Arundel merangkum perasaan Kepausan terhadap Wycliffe ketika dia mengutuknya sebagai bidat setelah kematiannya, menulis:

This pestilential and most wretched John Wycliffe of damnable memory, a child of the old devil, and himself a child or pupil of Anti-Christ, crowned his wickedness by translating the scripture into the mother tongue.

[John Wycliffe yang sampah dan paling celaka dari ingatan terkutuk ini, seorang anak iblis tua, dan dirinya sendiri adalah seorang anak atau murid Anti-Kristus, memahkotai kejahatannya dengan menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa ibu.] (Stewart, 15)

Wycliffe juga dipersalahkan atas Pemberontakan Petani tahun 1381 karena dianggap telah berkontribusi menantang tatanan sosial yang sudah ada. Seperti apapun perasaan Kepausan tentang Wycliffe, Terjemahan Alkitab dari bahasa Latin ke bahasa Inggris yang dilakukan oleh Wycliffe telah membawa dampak yang luar biasa dalam iman Kekristenan seperti halnya Alkitab terjemahan Tyndale (tahun 1535) yang berasal dari bahasa Ibrani dan Yunani.

Namun demikian Wycliffe telah banyak menarik simpatisan yang setuju pada ajarannya, bahkan terbentuklah sebuah kelompok yang disebut ''The Lollards''. Mereka mendukung terus pekerjaan penterjemahan Alkitab bahasa Inggris Wycliffe yang dilakukan temannya, Purvey. Kelompok ''The Lollards'' ini kemudian disingkirkan dan dianggap kelompok pembangkang oleh gereja Roma. Pengaruh Wycliffe sangat dibenci gereja Roma Katolik, sehingga 30 tahun setelah kematian Wycliffe, tulang-tulangnya kembali diangkat, dibakar, dan abunya dibuang ke sungai.

Pada tahun 1942 satu organisasi bernama Wycliffe Bible Translator didirikan dengan visi untuk menterjemahkan Alkitab kedalam ribuan bahasa-bahasa suku di dunia.

** William Tyndale (1490-1536 AC) **

Hampir 150 tahun setelah John Wycliffe menghasilkan terjemahan Alkitab bahasa Inggris pertama yang lengkap, William Tyndale mengikuti jejaknya. William Tyndale adalah seorang Reformator dan sekaligus pemimpin rohani Inggris. Tyndale adalah seorang teolog dan sarjana sejati. Ia juga seorang yang sangat jenius. Ia sangat fasih dalam delapan bahasa, termasuk Ibrani dan Yunani Kuno, Tyndale berasal dari Gloucester dan mulai mengenyam pendidikan di Oxford pada tahun 1510, kemudian dia melanjutkan kuliahnya di Cambridge. Prioritas hidupnya mengajarkan kabar baik kebenaran iman Kristen kepada orang-orang Inggris, dengan cara ingin menerjemahkan Alkitab Perjanjian Baru dalam bahasa Inggris.

Tyndale memiliki dua keunggulan. Meskipun naskah awal Wycliffe ditulis tangan, diproduksi dengan susah payah sebelum penemuan mesin cetak pada pertengahan tahun 1400-an, Alkitab Tyndale - Perjanjian Baru Inggris pertama - disalin oleh ribuan orang. Dan sementara terjemahan Wycliffe didasarkan pada Alkitab Latin, ambisi utama Tyndale dalam kehidupan adalah untuk memberikan penutur bahasa Inggris umum terjemahan berdasarkan bahasa Yunani dan Ibrani asli dari Kitab Suci.

Tyndale hidup pada masa ketika hanya para Rohaniwan Katolik Roma yang dianggap memenuhi syarat untuk membaca dan menafsirkan Firman Tuhan secara akurat. Alkitab masih merupakan "buku terlarang" oleh otoritas gereja Katolik Roma di Eropa Barat.

Setelah membaca edisi Perjanjian Baru dalam Bahasa Yunani yang disalin oleh Erasmus, timbul pertanyaan dalam benaknya: "Cara apakah yang lebih baik untuk membagikan pesan ini kepada saudara-saudara sebangsaku, selain dengan memberi mereka Alkitab Perjanjian Baru dalam bahasa Inggris?". Inilah sesungguhnya yang menjadi pemicu semangat hidup Tyndale, semangat yang terangkum dalam kata-kata mentornya, Erasmus, "Kristus menghendaki agar misteri-misteri-Nya dipublikasikan ke semua orang seluas mungkin. Saya ingin misteri-misteri tersebut (Injil dan surat-surat rasul) diterjemahkan ke dalam semua bahasa, bagi semua umat Kristen, dan agar Injil dan surat-surat itu dibaca dan dikenal." Hal ini telah dibayar dengan sangat mahal oleh Tyndale.

Pada tahun 1523, semangatnya itu semakin menyala-nyala. Pada tahun itulah, dia mencari izin dan dana dari uskup London untuk menerjemahkan Perjanjian Baru. Sayangnya, para uskup menolak permintaannya dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang semakin meyakinkan Tyndale bahwa proyek tersebut tidak akan disambut dengan baik di manapun di Inggris. Untuk menemukan lingkungan yang ramah, Tyndale pergi ke kota-kota bebas di Eropa - Hamburg, Wittenberg, Cologne, dan akhirnya di kota para penganut Lutheran, Worms. Di sana, Tyndale mendapatkan kehormatan untuk menjadi orang pertama yang mencetak Perjanjian Baru dalam bahasa Inggris (1525-1526), sekaligus menjadi orang pertama yang memanfaatkan mesin cetak Gutenberg untuk mencetaknya.

Sampai sekarang masih ada satu jilid edisi pertama Perjanjian Baru yang lengkap milik Tyndale dan telah dibeli oleh Museum Britania dengan harga 2 juta dolar pada tahun 1948. Sementara itu, pada tahun 1530-an kitab Perjanjian Baru yang diilustrasikan oleh Tyndale dengan sangat indah telah diterbitkan dalam beberapa edisi dan cetakan. Setahun setelah eksekusi Tyndale pada bulan Oktober 1536, teman Tyndale - John Rogers, menggunakan nama samaran "Thomas Matthew" mencetak "Alkitab Matthew-Tyndale 1537". Alkitab ini merupakan cetakan paling pertama dari Alkitab lengkap berbahasa Inggris yang diterjemahkan secara langsung dari bahasa aslinya -- Bahasa Yunani dan Ibrani. Alkitab ini juga telah dicetak ulang dengan ukuran yang lebih praktis pada tahun 1549. Alkitab-Alkitab ini (baik keseluruhan kitab dan lembaran-lembarannya) dan reproduksi faksimile dari karya tersebut saat ini sudah tersedia.

Terjemahan Perjanjian Baru yang dikerjakan Tyndale dengan cepat diselundupkan ke Inggris. Di sana, terjemahan tersebut diterima dengan tanggapan yang kurang antusias dari pihak-pihak yang berkuasa. Raja Henry VIII, Cardinal Wolsey, dan Sir Thomas More misalnya, sangat marah. Sir Thomas More menyatakan, "(Karya itu) tidak pantas disebut sebagai Perjanjian Kristus, tetapi Perjanjian Tyndale sendiri atau Perjanjian tuannya, si Antikristus." Pihak pemerintah pun membeli salinan-salinan terjemahan tersebut (yang ironisnya, justru membiayai karya Tyndale selanjutnya) dan menyiapkan rencana untuk membungkam Tyndale.

Sementara itu, Tyndale pindah ke Antwerp, sebuah kota yang secara relatif bebas dari agen-agen pemerintah Inggris maupun Kekaisaran Romawi Suci (dan Katolik). Selama 9 tahun, ia berhasil menghindari pihak yang berwenang, merevisi terjemahan Perjanjian Barunya, dan mulai menerjemahkan Perjanjian Lama dengan bantuan teman-temannya.

Pada akhirnya, hasil terjemahan Tyndale menjadi sebuah penentu sejarah Alkitab berbahasa Inggris dan bahasa Inggris itu sendiri. Hampir seabad kemudian, ketika para penerjemah Alkitab versi King James memperdebatkan tentang cara menerjemahkan Alkitab dari bahasa asli, dalam delapan dari sepuluh kali perdebatan tersebut, mereka setuju bahwa karya Tyndale adalah titik tolak yang terbaik untuk memulai penerjemahan.

Selain menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Inggris, Tyndale juga menghasilkan dan menerbitkan beberapa pandangan yang saat itu dianggap sebagai bidah, pertama-tama oleh Gereja Katolik Roma dan selanjutnya oleh Gereja (Anglikan) Inggris yang didirikan oleh Raja Henry VIII. Penerjemahan Alkitabnya juga dilengkapi dengan catatan dan tafsiran yang mendukung pandangan-pandangannya tersebut.

Akan tetapi, pemerintah pada saat itu melarang peredaran hasil terjemahan Alkitab Tyndale. Bahkan, ada juga seorang biarawan yang tergila-gila pada doktrin Katolik Roma, mengejek William Tyndale dengan berkata, "Kita lebih baik hidup tanpa hukum Allah daripada tanpa hukum Paus." Tyndale dibuat sangat geram dengan bidah Katolik Roma semacam itu dan menjawab, "Aku menentang Paus dan semua hukum-hukumnya. Jika Allah memberiku umur panjang, aku akan membuat bocah yang mengarahkan bajak itu mengenal Kitab Suci lebih banyak daripada engkau!"

Orang-orang yang tidak setuju dengan pandangan dan tindakan Tyndale semakin mencari cara untuk menyingkirkannya. Tidak ada yang tahu siapa yang merencanakan dan membiayai pemufakatan untuk mengakhiri hidup Tyndale (entah pemerintah ataupun penguasa Eropa daratan), tetapi selanjutnya diketahui bahwa rencana tersebut dilaksanakan oleh Henry Phillips, seorang laki-laki yang dituduh merampok ayahnya sendiri dan menjadi miskin karena menghabiskan harta itu di meja judi. Phillips menjadi tamu Tyndale dalam perjamuan yang diadakannya untuk orang miskin. Setelah itu, dia menjadi salah satu orang yang mendapat hak istimewa untuk melihat buku-buku dan tulisan-tulisan Tyndale.

Pada bulan Mei 1535, Phillips memancing Tyndale untuk keluar dari tempat perlindungannya menuju tangan para serdadu. Tyndale segera dibawa ke Kastel Vilvoorde, penjara negara yang sangat besar di Low Countries (sebutan untuk wilayah Belgia, Belanda, Luksemburg, Perancis bagian Utara serta Jerman bagian Barat - Red.) dan dituduh telah melakukan bidah.

Pengadilan untuk kasus bidah di Belanda saat itu dipegang oleh komisionaris khusus dari Kekaisaran Romawi Suci. Untuk menyelesaikan kasus ini membutuhkan waktu berbulan-bulan. Pada waktu ini, Tyndale memiliki banyak waktu untuk merefleksikan pengajarannya, seperti bagian dari salah satu traktatnya di bawah ini.

"Janganlah kiranya hal ini menjadikan Anda putus asa atau patah semangat, wahai Pembaca, bahwa apa yang kita lakukan ini menjauhkan kita dari pedihnya hidup dan memunyai hak milik, atau yang kita lakukan ini merusak kedamaian yang didirikan oleh sang raja, atau mengkhianatinya. Kita membaca Firman yang baik bagi kesehatan jiwa kita -- sebab jika Allah ada di pihak kita, maka tidak penting siapa yang akan menjadi lawan kita, entah itu uskup, kardinal maupun Paus."

Akhirnya, pada awal Agustus tahun 1536, Tyndale ditetapkan sebagai seorang bidah, diturunkan dari jabatan kependetaan, dan diserahkan kepada otoritas sekuler untuk mendapatkan hukuman. Bulan Oktober, setelah pemerintah lokal melakukan rapat, Tyndale dibawa ke tengah-tengah alun-alun kota dan diberi kesempatan untuk mengaku bersalah. Kesempatan itu ditolaknya, lalu dia diberi kesempatan untuk berdoa. Seorang sejarawan Inggris, John Foxe, mengatakan bahwa Tyndale berseru, "Tuhan, bukalah mata Raja Inggris!"

Pada tahun 1536, atas hasutan para agen Raja Henry VIII dan Gereja Anglikan, Tyndale dibawa menuju sebuah tiang, rantai besi dan tali dililitkan ke lehernya. Kemudian, ia dibakar di atas tumpukan kayu di hadapan banyak orang dan anggota pemerintah.

Beberapa karya William Tyndale adalah The New Testament, Five Books of Moses -- Called the Pentateuch, A Prologue unto the Epistle of Paul to the Romans, The Parable of the Wicked Mammon, The Practice of Prelates, An Answer unto Sir Thomas More`s Dialogue, The Prophet Jonas, The Exposition of the First Epistle of St. John, An Exposition Upon the V. VI. VII. Chapters of Matthew, The Supper of the Lord, A Brief Declaration of the Sacraments, The Testament of Master William Tracy Esquire expounded by William Tindall and Jhon Frith, dan Tyndale`s Letter from Prison.

Sebuah tablet peringatan untuk William Tyndale, penerjemah Alkitab, diresmikan di lorong paduan suara selatan Westminster Abbey pada tahun 1938, hadiah dari Sir Robert Rankin, M.P. Ini terdiri dari tablet marmer hitam dalam bingkai pualam, di setiap sudutnya adalah mawar, sebagian disepuh. Prasasti berlapis emas itu berbunyi:

This tablet was placed here in the year of Our Lord 1938 in thankful commemoration of William Tyndale (1490-1536) translator of the Holy Scriptures into the language of the English people. A martyr and exile in the cause of liberty and pure religion, he fulfilled the precept which he had taught "There is none other way into the kingdom of life than through persecution and suffering of pain and of very death after the example of Christ".

[Tablet ini ditempatkan di sini pada tahun Tuhan Kita 1938 dalam peringatan syukur atas William Tyndale (1490-1536) penerjemah Kitab Suci ke dalam bahasa orang Inggris. Seorang martir dan pengasingan demi kebebasan dan agama murni, ia memenuhi ajaran yang telah diajarkannya "Tidak ada jalan lain ke dalam kerajaan kehidupan selain melalui penganiayaan dan penderitaan rasa sakit dan kematian menurut teladan Kristus".]

Terjemahan Alkitabnya ke dalam bahasa Inggris, meskipun tidak lengkap, sangat memengaruhi terjemahan Versi Resmi 1611 karena keakuratannya yang substansial dan gaya sastra yang indah.

Jasper Ridley berpendapat bahwa Alkitab Tyndale menciptakan sebuah revolusi dalam keyakinan agama:

"Orang-orang yang membaca Alkitab Tyndale dapat menemukan bahwa meskipun Kristus telah mengangkat Petrus menjadi kepala gereja-Nya, tidak ada dalam Alkitab yang mengatakan bahwa para Uskup Roma adalah penerus Petrus dan bahwa otoritas Petrus atas Gereja telah diteruskan kepada para Paus... Alkitab menyatakan bahwa Tuhan telah memerintahkan orang-orang untuk tidak menyembah patung-patung, patung dan gambar para santo, dan stasiun salib, tidak boleh ditempatkan di gereja-gereja dan di sepanjang jalan raya... Sejak zaman Paus Gregorius VII pada abad kesebelas, Gereja Katolik Roma telah memberlakukan aturan bahwa para imam tidak boleh menikah tetapi harus tetap terpisah dari orang-orang sebagai kasta selibat khususKaum Protestan, menemukan teks dalam Alkitab bahwa seorang uskup harus menjadi suami dari satu istri, percaya bahwa semua imam harus diizinkan untuk menikah."

Penulis biograpi kehidupan Tyndale, David Daniell, mengatakan:

"Tyndale menulis untuk pertama kalinya menyatakan dua prinsip dasar para reformator Inggris: otoritas tertinggi Kitab Suci di Gereja, dan otoritas tertinggi raja di negara bagian. Tyndale membuat banyak halaman bukunya dari Kitab Suci, dan dia menuliskan kritik tajam atas korupsi dan takhayul di Gereja. Argumennya dikembangkan dengan hati-hati, dan pengalamannya tentang kehidupan sangat luas."

Henry VIII terkesan dengan buku Tyndale. Dia terutama menyukai bagian di mana dia berargumen: "Tuhan di semua negeri telah menempatkan raja, gubernur, dan penguasa sebagai penggantinya untuk memerintah dunia melalui mereka. Karena itu, siapa pun yang menentang mereka, menentang Tuhan ... dan akan dihukum." Dalam masyarakat abad pertengahan, raja dan Paus adalah dua otoritas yang mendominasi. Kritik Tyndale telah menunjukkan bahwa dia menulis buku ini saat dia mencoba untuk membentuk aliansi dengan Henry dalam pertarungannya dengan Paus Clement VII.

Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat. (Roma 13:4)

** Reformasi Gereja Abad 16**

Reformasi Protestan pada awalnya hanya bertujuan untuk memperbaiki ajaran Katolik Roma yang sudah tidak sejalan dengan Kitab Suci, namun pada implikasinya menjadi meluas karena beberapa hal, contohnya kemerosotan moral sebagian klerus/rohaniwan gereja Katolik Roma yang hingga saat ini masih terjadi; dalam bidang politik dan pemerintahan, raja-raja di Eropa saat itu mendapati keterlibatan politis Paus didalam setiap kerajaan menjadi semakin menjengkelkan. Raja-raja ini berfikir "Mengapa harus ada seseorang di Roma yang mengatasnamakan dirinya sebagai wakil Tuhan harus mencampuri urusan negara mereka?" Disisi lain, pendidikan dan perekonomian semakin berkembang namun mereka tetap harus menyetor pajak kepada gereja Katolik Roma dan untuk pertama kalinya Perjanjian Baru dicetak secara luas dan bisa dibaca oleh segenap lapisan masyarakat sehingga mereka menemukan ketidaksesuaian ajaran Paus di Roma dengan pernyataan Kitab Suci. Penyebaran informasi yang sedemikian cepat membuat para pemimpin gereja Katolik Roma tidak cukup cepat untuk menangani hal itu.

Salah satu pernyataan Martin Luther yang terkenal dalam menentang Kepausan dan Katolik Roma adalah:

Kecuali saya diyakinkan dengan kesaksian dari Kitab Suci ataupun dengan alasan yang jelas -- saya tidak menerima otoritas dari Paus dan dewan gereja karena mereka telah saling berlawanan -- saya terikat dengan Kitab Suci yang telah saya kutip dan nurani saya ditawan dengan Firman Allah. Saya tidak dapat dan tidak akan menarik kembali apapun, karena tidaklah tenteram ataupun benar melawan nurani. Semoga Allah menolong saya. Amin

The Cambridge Companion to Martin Luther (2003).

Johanes Calvin mengatakan:

Tetapi untuk menyimpulkan poin ini dalam beberapa kata: Saya menyangkal Tahta Apostolik, di mana tidak ada yang terlihat selain kemurtadan yang mengejutkan — saya menyangkal dia (Paus) sebagai wakil Kristus, yang dengan ganas menganiaya Injil, menunjukkan melalui perilakunya bahwa dia adalah Antikristus — saya menyangkal dia (Paus) sebagai penerus Petrus karena telah melakukan yang terbaik untuk menghancurkan setiap bangunan yang dibangun Petrus dan saya menyangkal dia sebagai kepala Gereja, yang dengan tiraninya mengoyak dan memecah-belah Gereja, setelah memisahkannya dari Kristus, Kepalanya yang sejati dan satu-satunya.

The Necessity of Reforming the Church, in Tracts and Letters, Vol. 1, pp. 219-220.

Roman Catholic Cardinal Henry Manning, mengatakan:

The Catholic Church is either the masterpiece of Satan or the Kingdom of the Son of God. [Gereja Katolik adalah karya agung Setan atau Kerajaan Anak Allah.]

Roman Catholic Cardinal John Henry Newman, mengatakan:

A sacerdotal order is historically the essence of the Church of Rome; if not divinely appointed, it is doctrinally the essence of antichrist

[Tatanan sakral secara historis merupakan inti dari Gereja Roma; jika tidak ditunjuk secara ilahi, itu secara doktrin merupakan esensi antikristus.]

Setelah memahami tulisan diatas, nyatalah bagi kita bahwa penolakan terhadap doktrin Katolik Roma bukanlah sesuatu yang baru dimulai di abad 16, melainkan jauh sebelum itu, Kritik telah dilakukan sejak Kepausan mendekatkan dirinya kepada kekuasaan duniawi sambal bertindak atas nama Tuhan untuk menghakimi sesamanya bahkan menumpas Jemaat Tuhan yang tidak sejalan dengan ajaran mereka, jika sebelum abad 16 hal itu dilakukan dengan tirani dan kekuasaan yang berafiliasi dengan Kerajaan Eropa saat itu, maka saat ini Tindakan itu dilakukan lewat pernyataan kutukan resmi melalui Konsili Roma kepada setiap umat Kristen yang menolak ajaran mereka.

Namun demikian, tidak semua umat Katolik Roma tunduk kepada ajaran sesat yang diajarkan Paus, mereka yang tetap setia didalam gereja Katolik Roma telah meninggalkan ajaran-ajaran sesat itu alih-alih meninggalkan gerejanya, sesuatu yang telah dilakukan oleh para pendahulu mereka seperti Thomas Aquinas dan Fransiskus Asisi, 2 (dua) tokoh Teologia terkemuka pada masanya yang melayani Tuhan dengan intelektualitas dan kesederhanaan, sesuatu yang diteruskan oleh para Reformator Protestan karena memang tujuan awal mereka bukan untuk meninggalkan gereja Roma.

Pada akhirnya, sebagai bagian dari Jemaat Gereja Protestan Arus Utama, kita juga tidak bisa menyangkal ada sisi negative sebagai imbas dari Reformasi Gereja, beberapa doktrin yang menyesatkan kembali tumbuh subur didalam Gereja hingga saat ini akibat interpretasi pribadi yang tidak berdasarkan pada Kebenaran Kitab Suci kecuali mengandalkan pemahaman pribadi dan menyatakan itu sebagai ajaran yang benar. Hal ini membuktikan bahwa semakin jauh seseorang dari pemahaman yang benar akan doktrin Kekristenan dan Kitab Suci, semakin dekatlah orang tersebut kepada jurang kebinasaan. Dengan demikian benarlah apa yang dinyatakan oleh bapa Gereja mula-mula ketika menghadapi ajaran Gnostik.

**) Irenaeus (130-202 AC)

"We have learned from none others the plan of our salvation, then from those through whom the Gospel has come down to us, which they did at one time proclaim in public, and, at a later period, by the will of God, handed down to us in the Scriptures, to be the ground and pillar of our faith."

[Kami tidak belajar dari siapa pun tentang rencana keselamatan kami, selain daripada mereka yang melaluinya Injil telah diturunkan kepada kami, yang pada suatu waktu mereka beritakan di depan umum, dan, pada periode berikutnya, dengan kehendak Allah, diturunkan. kepada kita di dalam Kitab Suci, untuk menjadi dasar dan tiang iman kita.]

(Irenaeus, Against Heresies, book 3, 1, 1)

"When, however, they are confuted from the Scriptures, they turn round and accuse these same Scriptures, as if they were not correct, nor of authority, and [assert] that they are ambiguous, and that the truth cannot be extracted from them by those who are ignorant of tradition.
For [they allege] that the truth was not delivered by means of written documents, but wherefore also Paul declared, "But we speak wisdom among those that are perfect, but not the wisdom of this world." And this wisdom each one of them alleges to be the fiction of his own inventing, forsooth; so that, according to their idea, the truth properly resides at one time in Valentinus, at another in Marcion, at another in Cerinthus, then afterwards in Basilides, or has even been indifferently in any other opponent, who could speak nothing pertaining to salvation.

For every one of these men, being altogether of a perverse disposition, depraving the system of truth, is not ashamed to preach himself. But, again, when we refer them to that tradition which originates from the apostles, [and] which is preserved by means of the succession of presbyters in the Churches, they object to tradition, saying that they themselves are wiser not merely than the presbyters, but even than the apostles, because they have discovered the unadulterated truth.

For [they maintain] that the apostles intermingled the things of the law with the words of the Savior; and that not the apostles alone, but even the Lord Himself, spoke as at one time from the Demiurge, at another from the intermediate place, and yet again from the Pleroma, but that they themselves, indubitably, unsolidly, and purely, have knowledge of the hidden mystery: this is, indeed, to blaspheme their Creator after a most impudent manner! It comes to this, therefore, that these men do now consent neither to Scripture nor to tradition.

[Namun, ketika mereka (bidat) dibantah menggunakan Kitab Suci, mereka berbalik dan menuduh Kitab Suci yang sama ini tidak benar, atau tidak memiliki otoritas, ambigu, dan bahwa kebenaran tidak dapat diambil dari mereka (Jemaat Kristen) yang mengabaikan tradisi.

Karena [mereka (bidat) menuduh] bahwa kebenaran tidak disampaikan melalui dokumen tertulis, oleh karena itu Paulus menyatakan, "Sungguh pun demikian kami memberitakan hikmat di kalangan mereka yang telah matang, yaitu hikmat yang bukan dari dunia ini," Dan mereka (bidat) menuduh bahwa hikmat ini adalah berasal dari pemahaman kami masing-masing; sehingga, menurut mereka (bidat), kebenaran dengan tepat berada pada satu waktu di Valentinus, di waktu lain di Marcion, di waktu lain di Cerinthus, kemudian di Basilides, atau bahkan telah acuh tak acuh pada lawan lainnya, yang tidak dapat berbicara apa pun tentang keselamatan.]

[Karena masing-masing dari orang-orang (bidat) ini, yang secara keseluruhan memiliki watak sesat, merusak sistem kebenaran, tidak malu untuk mengkhotbahkan dirinya sendiri. Tetapi, sekali lagi, ketika kita pada tradisi yang berasal dari para rasul, [dan] yang dipertahankan melalui suksesi para penatua di antara Jemaat Kristen, mereka menolak tradisi, dengan mengatakan bahwa mereka sendiri tidak hanya lebih bijaksana daripada para penatua, tetapi bahkan dari pada para rasul, karena mereka telah menemukan kebenaran yang murni.]

Karena [mereka (bidat) mempertahankan] bahwa para rasul mencampurkan hal-hal hukum dengan perkataan Juruselamat; dan bahwa bukan para rasul saja, tetapi bahkan Tuhan sendiri, berbicara pada suatu waktu dari Demiurge, di lain waktu dari tempat perantara, dan sekali lagi dari Pleroma, tetapi bahwa mereka sendiri, tidak dapat disangkal, tidak kokoh, dan murni, memiliki pengetahuan misteri tersembunyi: ini, memang, menghujat Pencipta mereka dengan cara yang paling kurang ajar! Oleh karena itu, sampai pada hal ini, bahwa orang-orang ini (bidat) sekarang tidak menyetujui Kitab Suci maupun tradisi.

(Irenaeus, Against Heresies, Book 3, Ch 2, 1-2).

**) Tertullianus (155-230 AC)

With whom lies that very faith to which the Scriptures belong. From what and through whom, and when, and to whom, has been handed down that rule, by which men become Christians?" For wherever it shall be manifest that the true Christian rule and faith shall be, there will likewise be the true Scriptures and expositions thereof, and all the Christian traditions.

[Dimana letak iman yang berasal dari Kitab Suci berada. Dari apa dan melalui siapa, dan kapan, dan kepada siapa, telah diturunkan pengajaran itu, yang olehnya umat manusia menjadi Kristen? Karena di mana pun dinyatakan tetnang ajaran dan iman Kristen yang sejati berada, di situ juga akan ada Kitab Suci yang benar dan eksposisinya, dan semua tradisi Kekristenan.]

(Tertullian, The Prescription Against the Heretics, Ch 19)

**) Clement of Alexandria (150-215 AC)

"For we have, as the source of teaching, the Lord, both by the prophets, the Gospel, and the blessed apostles, "in divers’ manners and at sundry times," [Heb 1:1] leading from the beginning of knowledge to the end. He, then, who of himself believes the Scripture and voice of the Lord, which by the Lord acts to the benefiting of men, is rightly [regarded] faithful."

Karena kita memiliki, sebagai sumber pengajaran, Tuhan, baik oleh para nabi, Injil, dan para rasul yang diberkati, "dalam berbagai cara dan pada waktu yang bermacam-macam," memimpin dari awal pengetahuan hingga akhir. Maka, dia, yang dari dirinya sendiri percaya kepada Kitab Suci dan suara Tuhan, yang oleh Tuhan bertindak untuk kepentingan manusia, adalah benar-benar [dianggap] setia.

** Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. (Ibrani 1:1-2)

(Clement of Alexandria, Book 7, Ch 16)

Pesan Ilahi melalui rasul Paulus dalam Galatia 1:6-9 tentang umat Kristen yang mengikuti ajaran sesat masih menggema hingga saat ini:

Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus.

Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.

Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.

Tuhan Yesus memberkati

 

Oleh:

Sesandus Demaskus (Jemaat GKII 'Adonay' - Mekar Baru, Kab. Kubu Raya)

Daftar Pustaka:

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar