31 Januari 2014

Apologetika Singkat Terhadap Buku Karya Ahmad Deedat Yang Berjudul "Apakah Alkitab Firman Allah...?"

Sejarah Naskah Al Qur’an dan Al Kitab

Judul Asli: The Textual History of the Quran and the Bible

Jawaban terhadap buku: Apakah Al Kitab Firman Allah? (Tulisan Ahmed Deedat)

** Preface **

Ahmed Deedat dalam buku ‘Apakah Al Kitab Firman Allah’ mencoba untuk membuktikan bahwa Al Kitab bukan firman Allah. Bagi yang tidak mengetahui dan tidak terpelajar, kitabnya itu nampak sangat menarik dan mengesankan, bahkan mungkin sangat meyakinkan, tetapi bagi mereka yang memiliki pengetahuan yang benar tentang isi Al Kitab dan sejarah naskah dari Our'an dan Al Kitab akan segera melihat kepalsuan usaha ini.

Deedat mengatakan unsur manusia di dalam Al Kitab untuk menunjukkan adanya keunggulan yang dimiliki Al Kitab atas Al Our'an, sementara Al Our'an dikatakan bebas dari unsur manusia. Di dalam Al Kitab, Allah dengan sengaja memilih untuk menyatakan firman-Nya melalui tulisan-tulisan para nabi dan rasul yang diilhami, agar firman-Nya tidak saja disampaikan kepada manusia, tetapi juga kepada pengertian dan daya tangkapnya. Rasul tidak hanya menerima firman Allah, tetapi dia sendiri juga mampu, dengan diilhami Roh Kudus untuk menyampaikan artinya kepada para pembacanya. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh Al Our'an karena tidak ada unsur manusia di dalamnya sebagaimana anggapan pada umumnya.

Deedat membagi Al Kitab ke dalam "tiga jenis kesaksian yang berbeda" (Apakah Al Kitab Firman Allah? Hal. 4) yaitu Firman Allah, perkataan seorang nabi Allah dan perkataan dari seorang ahli sejarah. Kemudian dia mengutip ayat-ayat di mana Allah berbicara, ayat-­ayat lain di mana Yesus berbicara, dan ayat-ayat yang mengatakan sesuatu tentang Yesus dan dengan bangga mengatakan umat Islam dengan seksama membedakan ketiga ucapan ini. Dia menyatakan bahwa Al Our'an sendiri adalah firman Allah SWT, Hadist berisi perkataan nabi, dan kitab-kitab lain berisi tulisan-tulisan para ahli sejarah. Kemudian dia menyimpulkan:

Orang Muslim tetap membeda-bedakan tiga jenis bukti di atas, sesuai tingkat otoritasnya. Ketiganya tidak sama. (Apakah Al Kitab Firman Allah? Hal. 6)

Kita menjadi heran bahwa orang yang menyebut dirinya ahli Islam membuat klaim seperti itu. Dia seharusnya tahu bahwa apa yang dikatakannya sama sekali tidak benar. Pertama-tama di dalam Our'an terdapat banyak ayat yang merupakan perkataan-perkataan dari nabi-nabi Allah. Misalnya, kita membaca bahwa Zakaria berkata:

Ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan istriku pun seorang yang mandul? (QS Maryam 19:64)

Tidak ada petunjuk di dalam Al Qur'an tentang siapa yang berbicara, akan tetapi ucapan ini jelas ditujukan langsung kepada Muhammad. Dari teks itu sendiri jelas bahwa ini adalah ucapan malaikat, bukan firman Allah SWT.

Lebih jauh lagi kita menemukan dalam Hadist banyak perkataan yang bukan perkataan dari nabi mana pun, tetapi sangat jelas merupakan perkataan Allah SWT. Kata-kata ini dikenal sebagai Hadis Qudsi, dan inilah satu contoh:

Abu Huraira melaporkan bahwa rasullulah berkata: Allah, yang ditinggikan dan mulia, berfirman: "Aku telah menyediakan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh apa yang mata belum pernah lihat, dan apa yang tidak pernah didengar oleh telinga, dan apa yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia, berkat-berkat yang demikian di samping berkat­-berkat yang Allah telah beritahukan kepada kamu. (Sahih Muslim, jilid 4, hal 1476).

Ayat di dalam Our'an yang menceritakan tentang kelahiran Yesus dari Maria ibu-Nya dibaca persis sekali dengan "tiga baris" yang dikutip dalam buku kecil Deedat:

Maka Maryam mengandung lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa dia pada pangkal pohon kurma 
(QS Maryam 19:22-23).

Apa yang Qur'an katakan di sini mengenai peristiwa Maria melahirkan Yesus sangat berbeda dari apa yang tertulis di dalam Injil.

Kita harus mengambil kesimpulan bahwa usaha Deedat untuk membedakan antara AI Our'an dan Al Kitab didasarkan pada pandangan yang salah. Di dalam Qur'an terdapat perkataan para nabi dan kisah-kisah sejarah, dan tidak seorang pun dapat mengatakan dengan jujur bahwa Qur'an hanya mengandung apa yang dikatakan sebagai firman Allah. Lebih lanjut di dalam Hadis juga terdapat firman Allah dan perkataan-perkataan para nabi. Jika Deedat mengatakan bahwa tiga jenis pembuk­tian ini - firman Allah, perkataan para nabi dan perkataan para ahli sejarah dipertahankan "mati­-matian sebagai yang terpisah" oleh umat Islam, dia membuat suatu pernyataan yang sama sekali tidak benar seperti banyak pernyataan-per­nyataan dalam buku kecilnya. Dari permulaan sudah jelas bahwa argumentasi Deedat terhadap Al Kitab tidak mempunyai dasar, dan demikian juga dengan hal-hal lain dalam buku kecilnya.

Deedat mengatakan bahwa Our'an telah terpelihara dengan sempurna dan terlindung dari campur tangan manusia oleh Allah SWT sendiri selama empat belas abad (Apakah Al Kitab Firman Allah? Hal. 7). Jika demikian agak mengherankan bahwa Ilah yang sama ternyata tidak sanggup memelihara satu catatan pun tentang adanya Taurat dan Injil apalagi memelihara kitab-kitab itu sendiri. Paradoks (pertentangan) yang demikian sama sekali tidak masuk akal kita dan tidak mungkin diterima karena penguasa kekal alam semesta sudah pasti bertindak konsisten sepanjang waktu. Klaim bahwa Allah SWT secara ajaib memelihara dengan sempurna salah satu dari kitab­-kitab-Nya selama berabad-abad, namun ternyata tidak mampu untuk memelihara satu catatan pun bahwa pernah ada kitab-kitab lain, tidak masuk akal kita.

Bagaimanapun juga, seperti yang telah kita lihat, Our'an sendiri menegaskan bahwa Taurat adalah Kitab Suci umat Yahudi dan Injil adalah Kitab Suci umat Kristiani dan keduanya merupakan firman Allah. Sepanjang sejarah, tidak pernah umat Yahudi dan umat Kristen menganggap kitab manapun sebagai Firman Allah selain daripada Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang kita miliki sekarang.

Pada zaman Muhammad, umat Yahudi hanya mengenal Taurat yakni Perjan­jian Lama seperti yang ada sekarang. Begitu pula pada zaman itu umat Kristiani hanya mengenal Injil - Perjanjian Baru seperti sekarang ini. Ayat-ayat Our'an yang membuktikan ini adalah:

  • Dan bagaimanakah mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah? (QS Al Maaidah.5:43)
  • Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. (QS Al Maaidah 5:47)

Tidak mungkin umat Kristiani pada zaman Muhammad memutuskan perkara menurut Injil jika mereka tidak memilikinya. Dalam QS Al A'raaf 7:157, Our'an kembali mengakui bahwa Taurat dan Injil sudah dimiliki orang-orang Yahudi dan Kris­ten pada zaman Muhammad, dan bahwa kitab-kitab itulah yang oleh kedua kelompok ini diterima sebagai Taurat dan Injil. Tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan secara jujur bahwa kedua kitab ini ber­beda dari kitab-kitab yang ada dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru seperti yang ada di dalam Al Kitab.

Selanjutnya adalah penting sekali untuk mengingat bahwa para penafsir yang ternama, seperti Baidawi dan Zamakshari secara terbuka mengakui bahwa Injil bukan berasal dari bahasa Arab, tetapi dari bahasa Siria yang dipakai oleh umat Kristiani untuk menyebarkan Injil. Walaupun para sarjana Our'an telah mencoba menemukan suatu kata Arab sebagai sumber dari kata 'Injil', kedua penafsir terkemuka yang diakui keahliannya menolak teori itu secara terang-terangan (Jeffrey, The Foreign Vocabulary of the Our'an, Hal.71).

Hal ini semakin memperkuat kesimpulan bahwa Injil itu bukanlah Kitab khayalan yang diungkapkan kepada Yesus, yang secara ajaib telah lenyap tanpa bekas, tetapi yang sebenarnya Injil itu adalah Perjanjian Baru seperti yang kita miliki sekarang. Demikian pula dengan Taurat, karena perkataan itu jelas berasal dari bahasa Ibrani, dan merupakan judul yang diberikan oleh orang-orang Yahudi sendiri kepada kitab-kitab Perjanjian Lama yang kita miliki sekarang.

Oleh sebab itu Al Our'an mengaku bahwa Al Kitab adalah Firman Allah yang benar. Deedat mengetahui bahwa ini adalah fakta, dan oleh sebab itu dia mencoba menghindari implikasinya dengan mengatakan bahwa ada bermacam-macam versi Al Kitab yang beredar sekarang. lni merupakan informasi yang salah tentang kebenaran yang keliru.

Dia gagal untuk memberitahukan para pembacanya bahwa yang dia maksudkan sebenarnya adalah terjemahan dalam bahasa Inggris dari Al Kitab yang kini banyak beredar di dunia. Dia menyebut Al Kitab terjemahan versi King James (KJV), Revised (RV), dan Revised Standard Version (RSV), tetapi jika dia jujur, dia harus mengatakan bahwa versi Al Kitab yang bermacam-macam itu bukanlah Al Kitab yang berbeda melainkan terjemahan yang berbeda ke dalam bahasa Inggris. Ketiga versi terjemahan tersebut diterjemahkan dari bahasa aslinya, yakni bahasa Ibrani untuk Perjanjian Lama dan bahasa Yunani untuk Perjanjian Baru yang telah dipelihara seutuhnya oleh umat Kristen selama ratusan tahun sebelum kelahiran Muhammad.

** Kekurangan Yang Serius **

Dengan sikap menyerang yang sudah menjadi kebiasaannya, Deedat menantang orang-orang Kristen yang percaya untuk menunjukkan kehebatannya, seakan-akan apa yang disampaikan itu merupakan hal yang baru bagi kita. Dia mengutip kata-kata berikut ini dari pengantar terjemahan Al Kitab versi King James (KJV) yang digaris bawahi dalam bukunya:

Terjemahan Al Kitab versi King James memang mempunyai kekurangan-kekurangan... kekurangan-kekurangan ini begitu banyak dan sangat serius sehingga perlu untuk revisi atau perbaikan. (Apakah Al Kitab Firman Allah? Hal.1l).

"Kekurangan-kekurangan" ini hanyalah arti yang berlainan dari beberapa kata dalam bahasa asli (Ibrani dan Yunani) yang dilakukan oleh para penerjemah yang menyusun Al Kitab versi King James pada permulaan abad ketujuh belas. Disisi lain, terdapat ayat yang dicantumkan dalam terjemahan Al Kitab versi King James seperti 1 Yohanes 5:7 (karena menggunakan versi Text Receptus) sementara terjemahan Al Kitab versi Revised Standard Version (RSV) tidak memasukkannya ke dalam Perjanjian Baru (karena menggunakan versi Wescott Hort). Terjemahan Al Kitab RSV sekarang ini telah mencatat kata-kata ini dan ditulis pada halaman-halaman yang bersangkutan sebagai cata­tan kaki.

  1. Kita harus mengulang sekali lagi bahwa King James Version (KJV) dan Revised Standard Version RSV) adalah terjemahan ke dalam bahasa Inggris dari naskah asli bahasa Yunani; dan naskah itu terpelihara bagi kita, tidak pernah mengalami perubahan dalam bentuk dan cara apapun. (Kita mempunyai sekitar 4000 naskah dalam bahasa Yunani yang tertulis tidak kurang dari 200 tahun sebelum Muhammad dan Islam).
  2. Tidak ada perubahan materi dalam bentuk apapun di dalam struktur, ajaran ataupun doktrin Al Kitab dalam terjemahan di atas. Baik dalam versi King James Version (KJV), Revised Standard Version RSV) maupun dalam ter­jemahan bahasa Inggris lainnya, sedikitpun tidak ada perubahan di dalam intisari dan isi pokok dari Al Kitab.
  3. Terjemahan-terjemahan ini bukan versi yang berbeda-beda dari Al Kitab. Kita sudah mendengar apa yang dikatakan bahwa hanya ada "satu Our'an" sedangkan orang-orang Kristen mempunyai banyak versi Al Kitab. Ini sama sekali tidak benar, karena "versi- versi" Al Kitab ini, sekali lagi ditegaskan, hanya merupakan terjemahan dari manuskrip bahasa Ibrani dan Yunani ke dalam bahasa Inggris. Ada banyak terjemahan seperti itu dari Our'an ke dalam bahasa Inggris, tetapi tidak ada yang men­gatakan bahwa terjemahan -terjemahan 'ini adalah "versi yang berbeda-beda" dari Our'an. Demikian pula ada banyak terjemahan Al Kitab ke dalam bahasa Inggris, tetapi bila terjemahan ini dibandingkan satu dengan yang lain, akan segera jelas bahwa kita hanya memiliki satu Al Kitab.
  4. Kita mengakui bahwa memang ada banyak kata-kata tertentu yang berbeda di dalam Al Kitab. Kita sebagai orang-orang Kristen, yakin bahwa kita selalu jujur, hati nurani kita tidak mengizinkan kita untuk menghindar dari fakta-fakta; dan kita juga yakin bahwa tak ada gunanya untuk berpura-pura bahwa tidak ada tafsiran yang berbeda-beda.
  5. Sebaliknya kita tidak menganggap bahwa terjemahan yang berbagai versi ini membuktikan bahwa Al Kitab telah berubah. Pengaruhnya terhadap Al Kitab begitu kecil sekali dan sesungguhnya tidak berarti sehingga kita dapat tegaskan bahwa Al Kitab secara keseluruhan,tetap murni dan utuh, tidak pernah diubah dalam cara apapun.
  6. Tetapi kita selalu terheran-heran terhadap pen­gakuan orang-orang Muslim bahwa Our'an tidak pernah berubah, sedangkan Al Kitab dianggap sudah mengalami banyak perubahan sehingga tidak lagi sama dengan aslinya, dan oleh karena itu tidak dapat dianggap sebagai Firman Allah. Bukti-bukti dari sejarah mengenai penulisan Our'an dan Al Kitab menunjukkan bahwa kedua kitab ini tetap dalam keadaan utuh dalam bentuk tulisan aslinya, dan bahwa tidak satupun dari keduanya mengalami perubahan di dalam naskah.
  7. Kita hanya dapat men­ganggap bahwa pernyataan ilusi tentang keutuhan Our'an dan pemalsuan Al Kitab hanyalah suatu cara yang mudah - bahkan jika kita meneliti bukti-buktinya, suatu cara yang drastis dan nekad untuk menyangkal fakta bahwa Taurat dan Injil berisikan ajaran Kristen, bukan berisi ajaran Islam.

Apapun alasan yang dikemukakan untuk mitos ini, kita dipihak yang benar dengan mengatakan bahwa ''Al Our'an tidak berubah sedangkan Al Kitab telah banyak berubah adalah kebohongan terbesar yang pernah dikumandangkan dalam nama kebenaran''. Sudah waktunya para sarjana agama Muslim di dunia untuk memberitahukan hal yang sebenarnya kepada murid-murid mereka.

Ada banyak bukti yang menunjukkan ketika Our'an untuk pertama kalinya disusun oleh Khalifah Utsman menjadi suatu naskah standar, terdapat banyak naskah yang beredar yang semuanya isinya yang berbeda satu dengan yang lain sehingga Utsman memerintahkan setiap Mushaf yang berbeda itu dikumpulkan kemudian dibakar dan hanya menyisakan satu Mushaf yang menjadi standarisasi Al Quran bagi umat Islam hingga saat ini.

  • Utsman meminta Hafshah untuk menyerahkan mushaf dari Umar, untuk disalin, kemudian dikembalikan lagi ke Hafshah. Kemudian Hafshah mengirim mushaf itu ke Utsman. Lalu Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Merekapun menyalin manuskrip itu… lalu beliau kirimkan ke berbagai penjuru daerah satu mushaf salinannya. Kemudian Utsman memerintahkan mushaf al-Quran selainnya untuk dibakar. (Hadits Shahih Al-Bukhari No. 4988).

  • Akhirnya, Utsman mengirim surat kepada Hafshah yang berisikan, "Tolong, kirimkanlah lembaran alquran kepada kami, agar kami dapat segera menyalinnya ke dalam lembaran yang lain, lalu kami akan segera mengembalikannya pada Anda." Maka Hafshah pun mengirimkannya kepada Utsman. Lalu Utsman memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Al Ash dan Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, sehingga mereka pun menyalinnya ke dalam lembaran shuhuf yang lain. Utsman berkata kepada tiga orang Quraisy dari mereka, "Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit terkait dengan Al Qur`an, maka tulislah dengan bahasa Quraisy, sebab Al Qur`an turun dengan bahasa mereka." Kemudian mereka mengindahkan perintah itu hingga penyalinan selesai dan Utsman pun mengembalikannya ke Hafshah. Setelah itu, Utsman mengirimkan sejumlah Shuhuf yang telah disalin ke berbagai penjuru negeri kaum muslimin, dan memerintahkan untuk membakar Al Qur`an yang terdapat pada selain Shuhuf tersebut. (Hadits Shahih Al-Bukhari No. 4604)

Dalam sejarah Kristen tidak pernah terjadi bahwa seseorang mencoba untuk menstandarisasikan hanya satu salinan Al Kitab sebagai yang benar, den­gan cara menghancurkan semua salinan yang lain. Mengapa Utsman mengeluarkan perintah yang demikian terhadap Qur'an lainnya yang sedang beredar…?

Kita hanya dapat menduga bahwa ia menganggap bahwa di dalam Qur'an yang lain terdapat "kekurangan-kekurangan yang serius" begitu banyak dan serius sehingga memerlukan bukan revisi, tetapi penghancuran seluruhnya. Dengan kata lain, bila kita mengevaluasi sejarah penulisan Qur'an pada waktu Utsman mengeluarkan perintahnya, kita melihat bahwa Qur'an yang distandarisasikan sebagai yang benar itu ialah suatu kitab yang oleh seorang manusia (dan bukan Allah) menurut pendapatnya sendiri (dan bukan oleh wahyu) sebagai yang benar. Kita tidak dapat mengerti berdasarkan alasan-alasan apa salinan ini dianggap sebagai satu-satunya yang sempurna, dan kita akan buktikan bahwa kodeks (tulisan) dari Ibn Mas'ud lebih layak untuk disebut yang terbaik.

Namun demikian, sejarah Islam mencatat bahwa apa yang dilakukan oleh Utsman mendapat dukungan dari berbagai pihak pada saat itu, demikian dicatat:

Mus’ab bin Sa’d mengatakan, “Aku melihat banyak orang berkumpul ketika Utsman membakar mushaf-mushaf itu. Mereka keheranan, namun tidak ada satupun yang mengingkari sikap Utsman.” (HR. Ibnu Abi Daud dalam al-Mashahif no. 36)

Diantara yang setuju dengan tindakan Utsman adalah Ali bin Abi Thalib.

  • Suwaid bin Ghaflah menceritakan, “Ketika Ali melihat Utsman membakar Mushaf selain Mushaf al-Imam, beliau mengatakan, Andai Utsman tidak melakukan pembakaran itu, saya siap melakukan.” (HR. Ibnu Abi Daud dalam al-Mashahif no. 35)
  • Ibnu Batthal mengatakan, “Perintah Utsman untuk membakar Mushaf lain, setelah semua disatukan dengan Mushaf al-Imam, menunjukkan bolehnya membakar kitab-kitab yang disana tertulis nama Allah SWT. Dan itu dilakukan dalam rangka memuliakannya, melindunginya agar tidak diinjak atau berserakan di tanah. (Syarh Shahih Bukhari, Ibnu Batthal, 10/226)
  • As-Suyuthi, ulama Syafiiyah mengatakan, “Jika dibutuhkan untuk membuang sebagian lembaran Mushaf yang telah usang atau rusak, tidak boleh ditaruh di sela-sela tembok, karena bisa jatuh dan terinjak. Juga tidak boleh disobek-sobek, karena akan memotong-motong hurufnya dan susunannya jadi tidak karuan. Dan semua itu menghinakan tulisan yang ada, jika dibakar dengan api, tidak masalah. Ustman Radhiyallahu ‘anhu membakar beberapa Mushaf yang disana ada ayat dan bacaan yang telah mansukh, dan tidak diinkari.” (al-Itqan fi Ulum Al Quran, 2/459).

Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada satu Qur'an pun yang persis sama dengan salinan Hafsah, karena semua salinan-salinan lain telah diperintahkan untuk dibakar. Hal-hal tersebut di atas tidak memberikan dukungan bahwa Al Qur'an tidak pernah mengalami perubahan.

Pertama-tama, ada bukti yang tak dapat disangkal bahwa "versi AI Qur'an yang telah diperbaiki" ini pun tidak dapat dikatakan sempurna. Salinan-salinan Islam yang paling diakui mengatakan bahwa setelah salinan-salinan itu disebarluaskan, Zaid bin Tsabit yang telah mengoreksinya atas perintah Khalifah Utsman, men­gingat satu ayat yang tertinggal. Dia bersaksi:

Satu ayat hilang dari surat Al Ahzab saat kami menyalinnya ke dalam Mushhaf, padahal aku telah mendengarnya langsung dari Rasulullah SAW saat beliau membacanya. Lalu kami pun mencarinya, ternyata kami menemukannya pada Khuzaimah bin Tsabit Al Anshari. Yakni ayat: '(Di antara orang-orang Mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu) ' (QS Al Ahzab: 23), maka kami pun menggabungkannya di dalam Mushhaf." (Hadits Shahih Al-Bukhari No. 3743)

Oleh sebab itu, jika bukti ini dipercayai, maka tidak ada satu Al Qur'an pun pada saat Utsman mengeluarkan perintah yang sempurna.

Kedua, ada bukti yang sama bahwa sampai sekarang ada ayat-ayat, bahkan pasal-pasal dibuang dari Al Our'an. Semasa pemerintahannya, Khalifah Umar menyatakan bahwa beberapa ayat yang menentukan hukuman dirajam bagi orang-orang ber­zinah pernah diucapkan oleh Muhammad semasa hidupnya:

Allah mengutus Muhammad dan mengirim kitab itu kepadanya. Sebagian dari yang dikirimnya adalah ayat-ayat mengenai merajam; Kami membacanya, ayat-ayat itu diajarkan pada kami, dan kami menaatinya. Rasul merajam, dan kami merajam mereka setelah rasul. Saya takut bahwa di masa yang akan datang orang-orang akan mengatakan bahwa mereka tidak menemukan tentang merajam di dalam Al Our'an, dan dengan demikian mengabaikan suatu perintah yang dari Allah. Sesungguhnya merajam dalam kitab Allah adalah hukuman yang dijatuhkan pada pria dan wanita yang sudah menikah yang melakukan perzinahan. (Ibn Ishaq, Sirat Rasulullah, haI.684).

Inilah bukti yang jelas bahwa Al Our'an, seperti yang ada sekarang, belum "sempurna" karena ayat mengenai merajam orang-orang yang berzinah tidak ada di dalamnya.

Di dalam Hadis kita jumpai bukti yang lain bahwa ayat-ayat dan pasal-pasal tertentu yang dahulu men­jadi bagian Al Our'an, sekarang tidak ada lagi. Oleh karena itu sudah jelas bahwa teks dari Al Our'an yang sekarang ini bukanlah teks yang asli.

Namun demikian, kembali pada naskah-naskah yang akan dibakar, kita melihat bahwa ada per­bedaan-perbedaan yang menyolok antara naskah­-naskah ini dengan naskah-naskah yang oleh Utsman ditentukan atas kebijaksanaannya sendiri, untuk dibakukan sebagai naskah Our'an yang terbaik. Lagi pula perbedaan-perbedaan ini bukanlah semata-mata karena dialek, sebagaimana yang sering dikatakan.

Ketika kita membaca Al-Qur'an, kita menemukan bahwa manuskrip awalnya selalu tanpa titik atau tanda vokal, dan dalam aksara Kufi yang sangat berbeda dari aksara yang digunakan dalam salinan modern Quran. Modernisasi naskah dan ortografi ini, dan penyediaan teks dengan titik-titik dan tanda-tanda vokal, memang benar, bermaksud baik, tetapi mengakibatkan perusakan teks. (Arthur Jeffery - The Textual History of the Qur'an)

Dalam beberapa hal ada perbedaan disebabkan huruf-huruf mati dalam kata-kata tertentu; dalam hal-hal lain perbedaan itu menyangkut anak-anak kalimat, dan beberapa kata dan kalimat yang terdapat di beberapa kodeks (naskah), tidak ditemukan di naskah-naskah yang lain. Ada sekitar 15 kodeks (naskah) yang disebabkan oleh per­bedaan-perbedaan ini.

Kita sekarang akan mempertimbangkan naskah dari Abdullah ibn Mas'ud. (lnformasi mengenai kodeks ini berlaku juga terhadap naskah-naskah lain yang dihancurkan atas perintah Utsman). Oleh masyarakat di Kutu, naskah yang dimiliki Abdullah ibn Mas'ud dianggap sebagai naskah Al Our'an yang resmi, dan ketika Utsman mengeluarkan perintah untuk membakar semua naskah-naskah selain yang ada pada Hafsah, Ibn Mas'ud selama beberapa waktu menolak untuk menyerahkan naskahnya, dan menyaingi nas­kah yang dimiliki Hafsah sebagai teks yang resmi.

Hadis riwayat Abdullah bin Masud, ia berkata: Berdasarkan bacaan siapakah kamu
menyuruhku membaca karena sesungguhnya aku pernah membacakan tujuh puluh sekian
surah di hadapan rasulullah dan para sahabat rasulullah pun sudah
mengetahui bahwa akulah yang lebih mengetahui daripada mereka tentang Alquran.

Seandainya aku mengetahui bahwa ada seseorang yang lebih mengetahui daripada aku,
maka pasti aku akan pergi kepadanya. Selanjutnya Syaqiq mengatakan: Aku kemudian
duduk mengikuti pengajian para sahabat nabi Muhammad namun aku tidak
mendengar seorang pun yang menyangkal dan mencelanya. (Shahih Muslim No.4502)

Masruq melaporkan:

Lalu suatu hari kami membicarakan tentang Abdullah bin Masud, kemudian Abdullah bin Amru mengatakan: Sesungguhnya kamu telah membicarakan tentang seorang lelaki yang selalu aku senangi setelah aku mendengar sesuatu tentangnya dari rasulullah yaitu aku mendengar rasulullah bersabda: Ambillah (belajarlah) Alquran dari empat orang yaitu dari Ibnu Ummu Abid, beliau memulai dengan menyebutnya pertama kali, Muaz bin Jabal, Ubay bin Kaab serta dari Salim, budak Abu Hudzaifah bin Yaman (Shahih Muslim No.4504)

Menurut tradisi Islam, Ibn Mas'ud selalu hadir sewaktu Muhammad meneliti kembali Al Our'an bersama Jibril setiap tahun (Ibnu Sa’d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, vol.2, p 441, 457).

Menurut tradisi yang sama, Muhammad mengatakan:

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Sulaiman ia berkata; aku mendengar Abu Wa`il menceritakan kepada Masruq dari Abdullah bin 'Amru, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam, bahwa beliau bersabda: "Kalian belajarlah Al Qur`an dari empat orang: dari Abdullah bin Mas'ud, dari Salim pelayan Abu Hudzaifah, dari Mu`adz bin Jabbal dan dari Ubai bin Ka'ab." (Hadits Ahmad No.6476)

Menurut tradisi ini diantara umat Islam pada waktu, lbn Mas'ud adalah yang paling memiliki otoritas atas Qur'an.

Ibn Hisyam dalam bukunya “Life of Muhammad” melaporkan bahwa ia adalah Muslim pertama yang membacakan bagian dari ayat-ayat Al-Quran secara lantang dan terbuka kepada kaum Quraisy yang melemparinya dengan batu. Dia pula yang menjadikan dirinya algojo bagi pemenggalan kepala Abu Jahl demi Nabinya.

Abdullah bin Masud juga diakui sebagai fakih dan hafiz, guru dan qadi bagi penduduk Kufah. Ia senantiasa menyertai Muhammad saw dalam bepergian dan tidak absen dalam banyak peristiwa yang kritis. Ia turut dalam sejumlah peperangan bersama sama dengan beliau (perang Badr, Uhud, Khandaq), dan ikut sumpah setia (Baiat ar-Ridwan) di Lembah Hudaibiyah. Dengan demikian ketika wahyu-wahyu turun kepada Muhammad yang memang tidak mengenal tempat dan waktu khusus, maka Ibn Mas’ud lah orang yang paling sempat dan mampu mencatatnya secara benar. Itu sebabnya beliau berani bersumpah:

Demi Allah, tidak ada satu ayat pun dari Al-Quran tanpa ku ketahui latar belakang diturunkannya ayat tersebut. Tidak ada seorang-pun yang lebih mengetahui tentang Kitabullah dibanding aku. Meskipun begitu, aku bukanlah orang yang terbaik diantara kalian. (HR. Ahmad bin Hanbal)

Ada juga catatan tentang banyaknya perbedaan teks dalam mushaf Salim dan mushaf Ubai bin Ka’ab tetapi Ibn Mas'ud diakui lebih ahli oleh Muhammad sendiri, yang mengherankan ialah bahwa mushaf Ibn Mas'ud berbeda dari yang lain (termasuk mushaf dari Hafsah). Perbedaan-perbedaan itu begitu banyak sehingga memerlukan sembilan puluh halaman dalam buku Arthur Jeffrey (Materials for the history of the text of the Qur'an, ha1.24-114) yang menghimpun semua perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam naskah­-naskah yang beredar. Jeffrey mengutip dari banyak sumber Islam yang disebut satu persatu dalam bukunya itu. Dalam QS Al Baqarah 2 saja ada 149 kasus dimana teks Ibn Mas'ud berbeda dari mushaf- mushaf lain yang beredar waktu itu, termasuk mushaf Hafsah.

Selanjutnya, salah satu alasan yang diberikan Ibn Mas'ud untuk menolak mushaf Haf'sah ialah bahwa naskah Hafsah disusun oleh Zaid bin Thabif yang berada dalam lingkungan orang-orang yang belum percaya ketika dia sudah menjadi sahabat Muham­mad yang terdekat.

Karena itulah, keseluruhan mushaf Our'an telah mengalami perbedaan teks dan tidak seorang pun yang dapat, secara jujur di hadapan Allah SWT mengatakan bahwa Al Our'an bebas dari "kekurangan-kekuran­gan yang serius" yang ditemukan dalam sejarah penulisan Al Kitab. Ini adalah suatu pemalsuan kebenaran yang dipropagandakan dengan menyangkal fakta sejarah.

Guillaume, dalam bukunya ("Islam" haI. 58) mengatakan:

Kedua kitab itu telah dipelihara dengan baik sekali. Baik Al Our'an maupun Al Kitab yang sekarang ini, dalam struktur dan isinya, praktis sama dengan yang asli. Tetapi keduanya telah mengalami kesilapan atau kekurangan di dalam teksnya. Keduanya mempunyai perbedaan dalam naskah yang paling tua, tetapi tidak mengalami perubahan atau pemalsuan. Umat Kristen dan Islam yang sejati akan dengan jujur mengakui fakta ini.

Satu-satunya perbedaan antara Al Our'an dan Al Kitab yang sekarang ialah bahwa Gereja Kristus, demi kebenaran, memelihara dengan seksama per­bedaan-perbedaan teks yang ada dalam naskah Al Kitab, sedangkan orang Islam pada zaman Utsman menganggap lebih mudah untuk sedapat mungkin memusnahkan semua bukti-bukti dari perbedaan di dalam teks Al Our'an untuk menstandarisasikan satu teks bagi seluruh dunia Islam. Mungkin saja bahwa hanya satu naskah Al Qur'an yang beredar masa kini, tetapi tidak seorangpun yang dengan jujur dapat mengklaim bahwa naskah yang sekarang ini persis sama dengan naskah yang ditinggalkan Muhammad kepada pengikut-pengikutnya. Belum ada yang dapat membuktikan bahwa naskah Hafsah yang layak dianggap benar, bahkan sebaliknya menurut bukti-bukti, naskah Ibn Mas'ud yang layak dianggap sebagai naskah yang terbaik.

Hanya mereka yang tidak mencintai kebenaran atau mengakui bukti-bukti yang sah akan mengklaim bahwa Al Kitab telah dipalsukan sedangkan Qur'an tidak. Orang-orang seperti itu hanya beranggapan bahwa dengan berbohong, mereka sudah berjasa di dalam membela iman mereka. Tetapi Allah yang benar dan yang mencintai kebenaran, pasti akan menentang propaganda yang demikian.

** 50.000 Kesalahan ...? **

Deedat menampilkan fotocopy satu halaman dari sebuah majalah 'AWAKE' yang diterbitkan dua puluh tiga tahun lalu oleh Saksi Yehovah yang mengutip dari majalah 'LOOK' yang mengatakan bahwa "ada kira-kira "50.000 kesalahan di dalam Al Kitab".

Dengan cara yang sama Deedat menerima sebagai fakta setiap tuduhan yang dibaca yang menentang Al Kitab tanpa sedikitpun berusaha untuk memetik apakah tuduhan itu benar atau salah. Kita tidak dapat menganggap bahwa dia serius bila ia mengatakan:

Kita tidak punya waktu dan tempat untuk meneliti puluhan ribu kesalahan, baik besar maupun kecil oleh para penulis Revise Standard Version untuk memperbaikinya. (Apakah Al Kitab Fuman Allah? Hal.14).

Yang dia maksudkan adalah bahwa dia tidak tahu adanya puluhan ribu kesalahan di dalam Al Kitab. Dari yang dikatakan lima puluh ribu kesalahan itu, hanya empat saja yang ditunjukkan kepada kita.

**) Teks Deedat yang pertama - Yesaya 7:14

Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan mem­berikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya seorang perawan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-Iaki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel. (Yesaya 7:14 - KJV)

Dalam Revised Standard Version (RSV) kita membaca bukan perawan, tetapi seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-Iaki. Menurut Deedat, ini adalah salah satu dari kesalahan terbesar dalam Al Kitab.

Kata tersebut dalam bahasa aslinya adalah 'almah' kata yang dipakai dalam teks Yesaya dalam bahasa Ibrani. Oleh sebab itu tidak ada perubahan dalam bahasa aslinya. Masalah sebenarnya adalah semata-mata terletak pada penafsiran dan ter­jemahan. Kata Ibrani yang umum untuk perawan adalah 'bethulah', sedangkan 'almah' untuk perem­puan muda dan selalu kepada yang belum menikah. Jadi terjemahan Revised Standard Version (RSV) adalah terjemahan harfiah. Tetapi karena selalu ada kesulitan jika menterjemahkan dari satu bahasa ke bahasa yang lain, dan karena penterjemah yang baik akan selalu berusaha untuk memberikan makna yang sebenar­nya dari kata aslinya, kebanyakan terjemahan dalam bahasa Inggris memakai kata 'virgin' (perawan). Alasannya adalah menurut konteksnya perkataan itu harus diterjemahkan demikian.

Umat Islam yang telah menterjemahkan Al Qur'an ke dalam bahasa Inggris sering mengalami kesulitan-kesulitan seperti itu dari teks asli bahasa Arab. Terjemahan harfiah dari suatu kata atau teks mungkin tidak memberikan makna yang terkandung dalam bahasa aslinya.

Dengan demikian, tanda yang dimaksud dalam Yesaya 7:14 ialah seorang perawan akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-Iaki. Itu merupakan suatu tanda yang sesuai dengan Nubuatan Ilahi ­dan itulah yang terjadi ketika Firman (Yesus, Anak Allah) itu menjadi manusia dimana kehidupan-Nya di dunia dimulai dari dikandung oleh perawan Maria.

Yesaya menggunakan kata 'almah' dan bukan 'bethulah, karena kata terakhir ini bukan saja berarti perawan, tetapi juga janda yang suci (seperti dalam Yoel 1:8). Mereka yang menterjemahkannya sebagai 'perempuan muda' (sebagaimana dalam Revised Standard Version) menterjemahkannya secara harfiah, sedangkan yang menterjemahkannya sebagai 'perawan' (sebagaimana dalam King James Version) berbuat demikian untuk memberikan makna sesuai konteksnya. Kedua terjemahan itu benar, karena perempuan muda itu adalah seorang perawan sebagaimana Maria waktu mengandung Yesus. Masalahnya hanyalah soal terjemahan dan tafsiran dari bahasa asli Ibrani ke bahasa Inggris. Dan hal ini sama sekali tidak menyangkut keutuhan teks Al Kitab sebagaimana yang diperkirakan. Jadi tuduhan Deedat yang pertama semuanya salah dan tidak ada dasar.

**) Teks Deedat yang kedua - Yohanes 3:16

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga diberikan-Nya putera-Nya yang tunggal (his only begotten Son), supaya barangsiapa yang percaya kepada-Nya tidak akan binasa, tetapi beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16 - KJV)

Dalam Revised Standard Version (RSV) tertulis: Dia memberikan putera-Nya yang tunggal (his only Son) dan Deedat menuduh bahwa dihilangkannya kata "begotten" (diperanakkan) membuktikan bahwa Al Kitab telah diubah. Namun demikian, sekali lagi, hal ini hanyalah masalah tafsiran dan terjemahan dari kata aslinya dalam bahasa Yunani yang artinya 'unik'.

Bagaimanapun juga tidak ada perbedaan antara "only Son" (anak satu-satunya) dan "only beggoten Son" (anak satu-satunya yang tunggal), karena kedua­-duanya adalah terjemahan yang benar dari kata asli bahasa Yunani dan menunjuk pada maksud yang sama:

Yesus adalah Anak Allah yang unik. (kita tidak mengerti klaim Deedat bahwa Revised Standard Version (RSV) telah membawa Al Kitab lebih dekat kepada Al Our'an yang menyangkal bahwa Yesus adalah Anak Allah. Dalam Revised Standard Version (RSV) fakta bahwa Yesus memang Anak Allah yang unik menekankan sebutan yang sama seperti dalam King James Version.

Kita perlu menekankan sekali lagi bahwa tidak ada perubahan dalam naskah aslinya dalam bahasa Yunani, dan bahwa persoalannya adalah tafsiran dan terjemahan. Jadi tuduhan Deedat yang kedua pun salah dan tidak berdasar.

Mari kita melihat pada kutipan Deedat dari QS Maryam 19:88, orang Kristen mengatakan bahwa 'Allah yang maha pemurah itu mempunyai Anak laki-Iaki.' Dia mengambil ini dari Al Our'an terjemahan Yusuf Ali. Namun Saya akan menyajikan beberapa terjemahan yang lain terkait QS 19:88 dan jika cara berpikir Deedat dipercayai, maka ini adalah bukti bahwa Al Our'an juga telah berubah.

  • They say: (Allah) Most Gracious has begotten a son (Terjemahan Yusuf Ali)
  • And they say: The Beneficent hath taken unto Himself a son. (Terjemahan Pickthall)
  • And the disbelievers said, The Most Gracious has chosen an offspring. (Terjemahan Ahmed Raza Khan)
  • And they say, ''The Most Merciful has taken [for Himself] a son.'' (Terjemahan Ahmed Shahih International)
  • Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak". (Terjemahan Depag)

Kita tahu bahwa pembaca Muslim akan segera mengatakan kepada kita bahwa ini hanyalah terjemahan dalam bahasa Inggris dan bahwa yang as­linya dalam bahasa Arab tidak pernah berubah walaupun kata 'mempunyai' tidak terdapat dalam versi lain dari Al Our'an. Dengan demikian, Kita dapat meminta umat Islam untuk berfikir realistis mengenai hal ini, Al Kitab tidak pernah diubah hanya karena kata 'diperanakkan', seperti dalam Al Our'an, hanya terdapat di dalam satu terjemahan dan tidak di dalam terjemahan lain.

**) Teks Deedat yang ketiga - 1 Yohanes 5:7

Dalam 1 Yohanes 5:7 dalam versi King James ada ayat yang menerangkan Keesaan dari Bapa, Firman dan Roh Kudus, yang tidak terdapat dalam Revised Standard Version (RSV).

Deedat mengatakan bahwa ayat ini adalah yang paling mirip dengan apa yang orang-orang Kristen sebut sebagai Trinitas Kudus dalam ensiklopedia yang disebut Al Kitab (Apakah Al Kitab Firman Allah? Hal. 16). Jika hal ini benar atau jika seluruh doktrin Trinitas hanya didasarkan satu teks ini, maka hal ini perlu dipikirkan secara mendalam.

Tetapi sebaliknya setiap penafsir yang jujur dari Teologia Al Kitab akan mengakui secara terbuka sebagaimana yang dilakukan oleh Katolik Roma, Orthodox dan Kristen Protestan bahwa doktrin Tritunggal adalah satu-satunya pengajaran tentang Allah yang ter­cakup di dalam ajaran Al Kitab secara keseluruhan. Saya akan mencantumkan beberapa Ayat dalam Al Kitab yang mendukung doktrin Tritunggal Maha Kudus.

  • Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam Nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. (Matius 28:19)
  • Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." (Lukas 3:21-22)
  • tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu. (Yohanes 14:26)

Meskipun kata Tritunggal TIDAK muncul di dalam Kitab Suci, namun kata itu TELAH MEMBEDAKAN Ajaran Kekristenan sejati dengan ajaran-ajaran yg menyimpang dari kebenaran sejak Kelahiran Gereja. Sifat Tritunggal TUHAN menyentuh setiap bagian kehidupan Kristiani baik bagi kehidupan individu maupun bagi berbagai komunitas iman Kristen.

Ketika kita melihat sejarah, orang percaya mengalami perjumpaan dengan TUHAN untuk pertama kalinya saat Dia menyatakan diri-Nya melalui bangsa Israel, kemudian di zaman Perjanjian Baru melalui Pribadi dan Karya Yesus Kristus dan akhirnya melalui kehadiran Roh Kudus yg menyertai setiap orang percaya.

Ketika kita membuka Kitab Suci, kita hanya mendapati disana HANYA ADA Allah yg Esa, satu-satunya TUHAN yang benar. Bapa, Anak dan Roh Kudus semuanya SELALU dirujuk sebagai TUHAN meskipun jelas Ketiga-Nya dibedakan satu sama lain. Bahkan, tindakan penyelamatan pun adalah Karya TUHAN yang Tritunggal, Kita mencari BAPA tetapi satu-satunya jalan untuk dapat kesana HANYA MELALUI Yesus Kristus, Pribadi (Tuhan dan manusia) yang menjembatani hubungan antara Bapa dan manusia.

Lalu setelah sampai kepada Bapa, kita menyadari bahwa keinginan yang membuat kita pertama kali mencari Dia TIDAK DATANG dari diri kita sendiri, tetapi dari Roh Kudus yang bekerja & menyertai Kita. Ketiga Anggota Tritunggal itu giat bekerja UNTUK membawa kita ke dalam keluarga TUHAN. Kita mungkin TIDAK memahami Tritunggal NAMUN sebagai orang Kristen kita telah mengalami-Nya.

**) Teks Deedat yang keempat - Yohanes 20:17

Dia mengatakan bahwa para penulis Injil "yang diilhami" tidak mencatat satu kata pun mengenai KENAIKAN Yesus (Apakah Al Kitab Firman Allah? Hal.19). Klaim ini didasarkan atas dua pernyataan tentang kenaikan Yesus dalam Injil Markus dan Lukas, yang oleh Revised Standard Version (RSV) termasuk di antara ayat-ayat yang berbeda. Selain dari ayat-ayat ini, para penulis Injil, menurut Deedat sama sekali tidak menyebut kenaikan itu. Sebaliknya kita melihat bahwa keem­pat penulis Injil itu benar-benar mengetahui peristiwa itu. Yohanes menyebutnya tidak kurang dari sebelas kali.

Aku akan pergi kepada Bapaku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu (Yohanes 20:17b)

Lukas tidak hanya menulis Injil tetapi juga Kisah Para Rasul, dan dalam kisah ini hal yang pertama disebutkan adalah kenaikan Yesus ke sorga:

Sesudah la mengatakan demikian, terangkatlah la disaksikan oleh mereka, dan awan menutup­-Nya dari pandangan mereka. (Kisah Para Rasul 1:9)

Matius dan Markus sering menyebut kedatangan Yesus yang kedua kali dari sorga (Matius 26:64 dan Markus 14:62). Bagaimana mungkin Yesus datang dari Sorga jika la tidak naik ke sorga terlebih dahulu?

Sebagai kesimpulan kita harus menjelaskan bahwa ayat-ayat dari Markus 16:9-20 dan Yohanes 8:1-11 tidak dihapus dari Al Kitab dan kemudian dikembalikan, seperti yang dituduh oleh Deedat. Dalam terjemahan Revised Standard Version (RSV) ayat­-ayat tersebut dimasukkan dalam teks karena para ahli mengakui bahwa ayat-ayat tersebut merupakan bagian dari naskah asli. Yang benar ialah bahwa ayat-ayat tersebut ada dalam beberapa naskah tertua, tetapi tidak terdapat dalam naskah lain. Para penterjemah Revised Standard Version (RSV) tidak merubah isi Al Kitab, sebagaimana yang disarankan oleh Deedat, mereka hanya mencoba agar terjemahan bahasa Inggris memberi arti yang sedekat mungkin dengan bahasa asli, bukan seperti penyusun Al Our'an versi Utsman yang menganggap lebih mudah untuk menghancurkan setiap naskah yang berbeda dari naskah yang mereka sukai.

Pada akhirnya hal itu tidak membuktikan apapun sehubungan dengan keberadaan dari naskah-nas­kah asli yang di dalamnya kitab-kitab dari Al Kitab ditulis untuk pertama kalinya yang dikatakan hilang, rusak dan musnah seperti yang dialami dengan nas­kah pertama Al Our'an. Naskah Al Our'an yang tertua kini masih ada dan berasal dari abad kedua setelah Hijriah dan ditulis pada kulit binatang memakai huruf Arab kuno 'ai-mail'. Naskah Al Our'an kuno lainnya ditulis memakai huruf 'Kufik' dari zaman yang sama.

Dari awal tradisi mengatakan Matius sebagai penulis Injil ini, akan tetapi para sarjana masa kini hampir semuanya menolak pandangan ini. Penulis, yang masih tetap disebut Matius, jelas mengutip dari sumber misterius 'Q', yang mungkin merupakan kumpulan tradisi lisan. (Apakah Al Kitab Firman Allah? Hal.28)

Pertimbangkan fakta dibawah ini:

Tradisi Kristen mula-mula mengatakan bahwa Injil ini ditulis oleh Matius. Pendapat yang subjektif dari beberapa “sarjana moderen" tidak dapat dipegang untuk menolak kesaksian dari mereka yang hidup semasa Injil ini pertama kali disalin dan dibagikan. Dalam banyak hal saya meragukan tuduhan bahwa hampir semua para sarjana menolak Matius sebagai penulis dari Injil itu. Hanya beberapa sarjana yang melakukan hal ini- yakni mereka yang tidak percaya pada kisah penciptaan, yang mengatakan bahwa kisah ‘Nuh dan air bah’ hanyalah mitos, dan yang menolak pandangan tentang kisah ‘Yunus berada diperut ikan besar selama tiga hari’. Sebaliknya, para teolog yang menerima kisah-kisah tersebut sebagai kebenaran hampir semuanya sependapat bahwa Matiuslah yang menulis Injil tersebut.

Tradisi Kristen mengatakan Matius murid Yesus adalah penulis Injil Matius.

  1. It is reported that among persons there who knew of Christ, he found the Gospel according to Matthew, which had anticipated his own arrival. For Bartholomew, one of the apostles, had preached to them, and left with them the writing of Matthew in the Hebrew language, which they had preserved till that time. (The Church History of Eusebius).
  2. Now Matthew published among the Hebrews a written gospel also in their own tongue while Peter and Paul were preaching in Rome and founding the church. (Irenaeus of Lyons)
  3. Of all those who had been with the Lord, only Matthew and John left us their recollections, and tradition says they took to writing perforce. Matthew had first preached to the Hebrews, and when he was on the point of going to others he transmitted in writing in his native language the Gospel according to himself, and thus supplied by writing the lack of his own presence to those from whom he was sent. (Clement of Alexandria)

Jika kita mengetahui latar belakang Injil Markus, kita akan melihat bahwa argumentasi Deedat tidak mempunyai dasar. Papias, seorang bapa Gereja sudah mencatat bahwa rasul Petrus yang menjadi sumber informasi untuk Injil Markus.

Petrus lebih banyak mengetahui secara langsung tentang kehidupan Yesus daripada Matius. Pertobatan Petrus diceritakan dalam pasal 4 dari Injil Matius, sedangkan pertobatan Matius baru diberitakan dalam pasal 9 lama setelah terjadi banyak peristiwa yang disaksikan Rasul Petrus.
Lebih dari itu Petrus sering bersama Yesus saat Matius tidak hadir. Petrus menyaksikan Yesus diper­muliakan (Markus 9:2), dan hadir di Taman Get­semani (Markus 14:33), dan pada kedua peristiwa tersebut Matius tidak hadir.

And the presbyter said this. Mark having become the interpreter of Peter, wrote down accurately whatsoever he remembered. It was not, however, in exact order that he related the sayings or deeds of Christ. For he neither heard the Lord nor accompanied Him. But afterwards, as I said, he accompanied Peter, who accommodated his instructions to the necessities [of his hearers], but with no intention of giving a regular narrative of the Lord’s sayings. Wherefore Mark made no mistake in thus writing some things as he remembered them. For of one thing he took especial care, not to omit anything he had heard, and not to put anything fictitious into the statements. (Papias, “Fragments of Papias” in The Apostolic Fathers with Justin Martyr and Irenaeus)

Jika Deedat dapat membuktikan bahwa cerita dalam Al Kitab seperti yang diperbanyak mempunyai paralel dalam tulisan-tulisan di luar Al Kitab yang telah ada sebelum Injil, tulisan-tulisan seperti itu hanya merupakan kumpulan dongeng-dongeng, kita akan meneliti tuduhannya lebih lanjut. Sebaliknya, jika cerita-cerita dalam Al Kitab tidak ada paralelnya, banyak cerita dalam Al Our'an yang ditampilkan sebagai sejarah yang benar-benar terjadi, mem­punyai kesamaan dalam buku-buku Yahudi yang berisi dongeng dan cerita rakyat pada masa sebelum datangnya Islam. Kita akan memperhatikan hanya satu contoh. Al Qur'an mencatat pembunuhan Habil oleh saudaranya Kain (QS 5:27-32), yang juga terdapat di dalam Al Kitab dalam Kitab Kejadian. Tetapi pada sisi yang lain ada satu pernyataan yang luar biasa yang tidak ada paralelnya dalam Al Kitab.

Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepada Kain bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. (QS 5:31)

Dalam buku dongeng dan cerita rakyat Yahudi, Kita membaca bahwa:

Kain menangisi Habil dan tidak tahuan apa yang harus diperbuat dengan mayatnya sampai dia melihat seekor burung gagak menggaruk-garuk tanah dan menguburkan temannya yang telah mati. Melihat itu Kain berbuat seperti yang telah dilakukan burung gagak itu.
(Pirke Rabbi Eliezer, pasal 21).

Di dalam Qur'an, Kain yang melihat burung gagak dan di dalam dongeng orang Yahudi Adam yang melihat, tetapi selain dari 'perbedaan yang kecil ini, kesamaan kedua cerita itu jelas ada. Karena kitab Yahudi itu lebih dahulu dari Al Qur'an, nampaknya Muhammad menjiplak cerita tersebut dan dengan mengadakan penyesuaian sini-sana, kemudian menuliskan kembali dalam Qur'an sebagai bagian dari wahyu ilahi. Jika kesimpulan ini ditolak, kita dapat memberikan alasan mengapa hal itu demikian, terlebih lagi mengingat ayat berikutnya dalam Qur'an yang berbunyi:

Oleh karena itu Kami tetapkan bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa yang telah membunuh manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (QS 5:32)

Sepintas lalu ayat ini nampaknya tidak ada hubungan dengan cerita sebelumnya. Mengapa kehidupan atau kematian seseorang harus menjadi keselamatan atau kehancuran dari semua manusia sama sekali tidak jelas. Akan tetapi bila kita melihat kembali pada tradisi Yahudi, kita menemukan hubun­gan antara cerita itu dengan yang berikutnya.

Kita membaca mengenai peristiwa Kain yang membunuh saudaranya. Darah adikmu berteriak menangis kepada-Ku dari tanah (Kejadian 4:10). Di sini tidak dikatakan darah dalam bentuk tunggal, tetapi darah dalam bentuk jamak, yakni darahnya sendiri dan darah keturunannya. Manusia diciptakan tunggal untuk menunjukkan bahwa barangsiapa membunuh seseorang, akan dianggap bahwa dia telah membunuh segenap umat, tetapi barangsiapa memelihara hidup seseorang, akan dianggap sebagai telah memelihara seluruh manusia. (Mishnah Sanhendrin 4:5)

Menurut guru Yahudi yang menulis kata-kata tersebut penggunaan bentuk jamak untuk darah dalam Al Kitab berarti bukan hanya darah satu orang, tetapi darah dari seluruh keturunannya. Kita menganggap bahwa tafsiran itu sangat' spekulatif, tetapi bagaimanapun juga, kita terdorong untuk bertanya bagaimana bisa terjadi bahwa sesuatu yang dikatakan wahyu Allah di dalam Al Our'an merupakan pengulangan murni dari pemikiran guru Yahudi tersebut?

Kita hanya dapat simpulkan bahwa Muhammad menjiplak diktum mengenai seluruh bangsa atau keturunan dari sumber Yahudi tanpa menunjukkan (atau bahkan mengetahui) darimana hubungan itu berasal.

Melalui perbandingan ini jelas apa yang mendorong Muhammad untuk membuat penyimpangan ini: dia terbukti mendapat keterangan ini dari para informan yang menyampaikan kisah ini kepadanya. (Geiger – ‘Judaism and Islam’ hal.81)

Lanjutan yang luar biasa dari cerita burung gagak di dalam Al Our'an dan di dalam dongeng Yahudi dan filsafatnya tentang implikasi dari pembunuhan seseorang dengan seluruh keturunannya menimbulkan kesan bahwa Muhammad bergantung pada informan untuk mendapatkan informasi ini dan bahwa ayat-ayat tersebut tidak mungkin datang dari Allah. Kesimpulan ini sulit untuk ditolak.

Cerita tentang pembunuh yang pertama di dunia memberikan contoh yang sangat jelas dari pengaruh seorang Yahudi di belakang layar. (Guillaume, "The Influence of Judaism on Islam", The Legacy of Israel, haI.139).

Daripada mencoba untuk menggeser pokok yang utama dari Al Kitab dengan menunjuk kepada ayat­-ayat paralel di bagian lain, Deedat seharusnya mem­berikan keterangan yang lain kepada kita apa sebab ayat-ayat AI Qur'an sangat mirip dengan dongeng dan cerita rakyat Yahudi.

Dia mengakhiri pasalnya dengan mengatakan bahwa mereka yang percaya bahwa setiap kata, tanda petik, titik dan koma dalam Al Kitab adalah Firman Allah sebagai "pemukul Al Kitab" (Apakah Al Kitab Firman Allah? HaI.33). Kita juga tidak menaruh simpati pada orang-orang fanatik yang mengklaim Al Kitab dengan ekstrim, tetapi atas dasar bukti yang sudah kita pelajari sejauh ini, kita hanya dapat menjawab bahwa orang-orang Muslim yang sama fanatiknya dan yang juga mengklaim hal-hal yang ekstrim bagi Al Qur'an bertentangan dengan segala bukti, harus juga dicap sebagai pemukul Al Qur'an.

** Yang Disebut Pertentangan Didalam Al Kitab **

Deedat memulai pasal yang ketujuh dari tulisannya 'pengujian yang mendalam' dengan klaim yang mengatakan bahwa ada pertentangan antara 2 Samuel 24:1, yang mengatakan bahwa Tuhan menggerakkan Daud untuk menghitung jumlah umat Israel, dan 1 Tawarikh 21:1, yang mengatakan bahwa setanlah yang membujuk Daud untuk berbuat demikian. Setiap orang yang mengetahui isi Al Kitab dan Al Qur'an akan segera melihat bahwa Deedat hanya memperlihatkan kebodohannya tentang sifat teologia dari kedua kitab itu. Di dalam Al Qur'an sendiri ada ayat yang serupa yang menjelaskan masalah ini.

Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang­-orang kafir untuk menghasung (menghasut) mereka berbuat ma'siat dengan sungguh­-sungguh? (QS Maryam 19:83)

Di sini kita membaca bahwa Allah SWT mengutus setan-setan kepada orang-orang kafir. Oleh karena itu, sekalipun Allah SWT yang membuat mereka kacau, la memakai setan-setan untuk membuat kekacauan tersebut. Dengan cara yang sama, Allah yang menentang Daud dan memakai Iblis untuk menghasut Daud agar Israel disensus. Demikian pula dalam kitab Ayub dalam Al Kitab dikatakan bahwa Iblis diberi kuasa atas Ayub untuk mencobai dia (Ayub 1:12), tetapi kemudian Allah berfirman seakan­-akan Dia yang melawan Ayub (Ayub 2:3). Setiap kali Iblis menghasut manusia, tindakan itu dapat juga secara tidak langsung dikatakan sebagai tindakan Allah, sebab tanpa persetujuan Allah, iblis tidak dapat berbuat apa-apa. Kutipan berikut dari komentar Zamakshari mengenai surat AI Baqarah 2:7 sebenarnya cukup untuk mengakhiri persoalan ini:

Sesungguhnya iblis atau orang-orang yang tidak percaya itu yang mengunci-mati hatinya. Akan tetapi, karena Allah yang memberikan kepadanya kemampuan untuk melakukannya, hal mengunei itu disebut sebagai perbuatanNya, sarna dengan suatu tindakan yang ditimbulkan oleh Dia sendiri. (Gatje, The Our'an and its Exegesis, hal.223).

Jelas sekali bahwa orang-orang yang baru belajar seperti Deedat harus belajar teologi Al Our'an dari ahli-ahli terkenal seperti Zamakshari sebelum membuat dirinya menjadi bahan tertawaan karena serangan-serangan yang tidak beralasan terhadap Al Kitab.

Selanjutnya Deedat mempersoalkan tiga atau tujuh tahun wabah dalam 2 Samuel 24 dan 1 Tawarikh 21:11, dan perbedaan-perbedaan lain yang semuanya disebabkan kesalahan-kesalahan kecil dari para ahli kitab. Misalnya dalam bahasa Ibrani satu kata yang sangat kecil dipakai untuk 2000 di dalam 1 Raja-raja 7:26, dan jelas sekali huruf yang sarna dipakai untuk 3000 yang terdapat dalam 2 Tawarikh 4:5 (Apakah Al Kitab Firman Allah? Hal.42).

Bagi para peneliti yang obyektif jelas bahwa ahli kitab yang salah mengutip 2000 sebagai 3000. Semua kasus yang dikemukakan Deedat ternyata kesalahan-kesalahan kecil dan tidak bertentangan menurut arti yang sebenarnya, seperti yang dituduhkan Deedat. Belum ada seorang pun yang menunjukkan kepada kita apa pengaruh kesalahan-­kesalahan yang tidak berarti ini terhadap isi Al Kitab secara keseluruhan.

Kita juga dengan mudah dapat mengatakan bahwa ada pertentangan di dalam Al Qur'an, dimana satu hari bagi Allah sama dengan seribu tahun menurut perhitungan kita (QS As Sajdah 32:5), sedangkan di dalam surah yang lebih dahulu, yakni QS AI Ma'aarij 70:4, satu hari dikatakan sama dengan lima puluh ribu tahun. Daripada meributkan mengenai 2 Tawarikh 9:25 yang berbicara tentang empat ribu kandang kuda sedangkan 1 Raja-raja 4:26 menyebut empat puluh ribu kandang kuda yang oleh Deedat disebut sebagai suatu perbedaan yang luar biasa sebanyak 36.000 (Apakah Al Kitab Fir­man Allah? HaI.44), Deedat seharusnya menjelaskan perbedaan yang lebih menyolok dari 49.000 tahun yang sama dengan satu hari bagi Allah yang lenyap begitu saja di dalam Qur'an.

** Cerita – Cerita Porno Dalam Al Kitab **

Di dalam pasal berikutnya Deedat membesar-besarkan cerita tentang hubungan haram antara Yehuda dan Tamar (Kejadian 38) dan cerita-cerita yang sama dalam Al Kitab (seperti Lot berhubungan dengan kedua putrinya), dan mengatakan bahwa Al Kitab bukan Firman Allah karena cerita-cerita seperti itu ada di dalamnya.

Sulit bagi kita untuk mengerti hal ini. Sudah jelas bahwa Kitab yang mengklaim sebagai Firman Allah tidak dapat ditolak hanya karena melukiskan manusia bahkan yang terbaik di antara mereka sampai yang terburuk. Semua cerita yang disebut Deedat menggambarkan kejahatan manusia dan bagaimana cara mengungkapkan dosa-dosa manusia yang dapat mempengaruhi klaim Al Kitab sebagai Firman Allah yang sulit dipahami dengan akal. Seluruh Al Kitab menggambarkan Allah yang kudus, sempurna dalam Kebenaran-Nya dan Maha Pengasih.

Menarik sekali bahwa Deedat sama sekali tidak menggambarkan karakter Allah di dalam Al Kitab sebagai yang kurang layak dan jelas bahwa ini saja yang penting untuk menentukan apakah sebuah kitab adalah Firman Allah. Jika kitab itu memaparkan dosa-dosa manusia untuk memperlihatkan keadaan yang sebenarnya dan tidak menutupi tindakan yang terbaik sekalipun, Kitab tersebut layak disebut Fir­man Allah karena yang diutamakan ialah puji-pujian kepada-Nya, dan bukan pujian untuk manusia. Kemuliaan Allah yang penting bagi Al Kitab - bukan kemuliaan manusia.

Menarik juga bahwa Deedat dengan mudah pura-pura tidak mengetahui tentang suatu cerita dalam Al Kitab yang memperlihatkan kejahatan yang jauh lebih besar dari pada orang-orang yang dipilih untuk dibeberkan. Dalam 2 Samuel 11 kita membaca tentang Daud melihat Batsyeba sedang mandi dan menyuruh membawa dia kepadanya dan melakukan perzinahan dengannya. Kemudian, ketika Batsyeba hamil, Daud mengatur untuk membunuh Uria, suami Batsyeba dan mengambil Batsyeba sebagai istrinya.

Cerita ini paling sedikit sama dengan cerita-cerita yang dikutip Deedat dalam kejahatan, tetapi dia sengaja mengabaikannya.

Mengapa?

Karena Al Our'an juga menyebutnya. kita membaca dalam surat Shaad tentang dua orang yang menghadap Daud; seorang mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina menuntut satu-satunya kambing betina yang dimiliki orang lain bagi dirinya sendiri. Daud menjawab dengan tegas bahwa orang yang mempunyai sembilan puluh sembilan kambing betina sudah melakukan kesalahan karena menuntut kambing betina orang lain yang hanya seekor. Namun kemudian kita membaca bahwa Daud mengetahui perumpamaan itu sebenarnya menegur dirinya sen­diri, dan Al Our'an mengutip perkataan Allah sebagai berikut:

Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya dan dia meminta ampun kepada Tuhannya lalu tersungkur sujud dan bertobat. Maka Kami ampuni baginya kesalahan itu. (QS Shaad 38:24-25)

Seperti halnya dengan cerita Kain dan Habil kita melihat adanya urutan peristiwa yang nampaknya tidak berhubungan dengan peristiwa sebelumnya. Bagaimana Allah menguji Daud dan apa yang diper­buatnya sehingga ia bertobat dan mendapat pengampunan dari Allah?

Kita harus membuka Al Kitab untuk mendapatkan jawabannya. Dalam 2 Samuel 12 kita membaca bahwa nabi Nathan datang kepada Daud dan menceritakan kepadanya tentang seorang kaya yang mempunyai banyak kawanan domba, tetapi ketika dia memerlukan seekor untuk dihidangkan, dia mengambil satu-satunya kambing kesayangan dari salah seorang hambanya. Daud marah pada orang kaya itu, tetapi Natan berkata kepadanya:

Engkaulah orang itu! Beginilah Firman Tuhan, Allah Israel: Akulah yang mengurapi engkau menjadi raja atas Israel dan Akulah yang melepaskan engkau dari tangan Saul. Telah kuberikan isi rumah tuanmu kepadamu, dan istri­-istri tuanmu kepada pangkuanmu. 

Aku telah memberikan kepadamu kaum Israel dan Yehuda; dan seandainya itu belum cukup, tentu Kutambah lagi ini dan itu kepadamu. 

Mengapa kau menghina Tuhan dengan melakukan apa yang jahat dimata-Nya? Uria, orang Het itu. kau biarkan ditewaskan dengan pedang; istrinya kau ambil menjadi istrimu, dan dia sendiri telah kau biarkan dibunuh oleh pedang bani Amon. 

(2 Samuel 12:7-9)

Sekarang jelas bagaimana cara Allah menguji Daud. la memiliki lebih banyak dari yang dapat diingininya dan sejumlah isteri tetapi dia ternyata mengambil isteri hambanya untuk dirinya sendiri. Pada waktu Daud menjawab “Aku sudah berdosa terhadap Tuhan” Natan menjawab Tuhan telah menjauhkan dosamu itu (2 Samuel 12:13).

Kisah-kisah dalam Qur'an dan Al Kitab sangat memiliki kesamaan sehingga jelas pada peristiwa yang sama yaitu perzinahan Daud dengan Batsyeba. Kita hanya perlu mengatakan dua hal sehubungan dengan keadaan ini. Yang pertama, Deedat jelas tidak menyebut-nyebut kejahatan Daud karena dia tahu bahwa cerita tersebut ada di dalam Al Our'an. Yang kedua, fakta bahwa Al Our'an mengkonfirmasikan bahwa sebenarnya tidak berkeberatan terhadap cerita-cerita yang sama yang mengungkapkan pelanggaran yang dilakukan oleh nabi-nabi lain yang ada di dalam Al Kitab umat Kristen.

Semua nabi adalah manusia biasa terdiri dari daging dan darah dan semua pernah jatuh dalam kejahatan baik kejahatan besar ataupun kecil seperti yang dialami manusia lainnya, dan Al Kitab tidak pan­tas dikritik karena secara terbuka membeberkan per­buatan mereka. Bahkan Muhammad adalah orang yang mempunyai nafsu birahi yang sangat kuat seperti orang-orang lain, walaupun dia mempunyai sembilan orang isteri sekaligus, tetapi dia tidak dapat menahan keinginannya untuk hidup bersama dengan siapapun yang dia pilih daripada secara bergilir menggauli kesembilan isterinya. Pada saat Surat Al Ahzab 33:51 "diwahyukan", yang memberinya hak untuk menolak dan menggauli siapapun yang disukai dari antara isteri- isterinya sesuai dengan kemauan dan kebijaksaannya, Aisya isteri kesayangannya tidak dapat menahan untuk berkomentar:

Namun ketika turun firman Allah Taala: Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (istri-istrimu) dan boleh pula menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang ingin kamu gauli kembali dari perempuan yang telah kamu cerai. Aku (Aisyah) berkata: Demi Allah, aku melihat Tuhanmu selalu bersegera menuruti keinginanmu. (Shahih Muslim No.2658).

Yesus Kristus adalah satu-satunya manusia yang hidup tidak terpengaruh oleh kehendak, keinginan dan kegagalan-kegagalan orang lain. Deedat bertanya, berdasarkan 2 Timotius 3:16, apa tema dari cerita-cerita yang telah dia kutip. Saya akan memberikan jawaban:

  1. Pengajaran. Semua orang telah berbuat dosa, termasuk juga nabi-nabi dan orang orang yang terbaik. Semuanya memerlukan pengampunan hanya melalui anugerah Allah di dalam Yesus Kristus.
  2. Menyatakan kesalahan (menegur). Manusia yang berdosa melawan Allah tidak terlepas dari akibat-akibatnya. Satu hal yang sangat menarik ialah sesudah kisah mengenai Yehuda terhadap Tamar, satu- satunya anak Yakub yang diceritakan secara panjang lebar ialah Yusuf - satu-satunya anak yang tingkah lakunya tidak bercacat cela sebagaimana tertulis dalam kitab Kejadian.
  3. Memperbaiki kelakuan. Sekalipun Allah mau men­gampuni dosa-dosa kita, la membiarkan kita menderita sebagai akibat untuk kebaikan kita sendiri. Daud diampuni dari perbuatan zinahnya, akan tetapi la mengalami empat macam penderitaan yang sangat berat di dalam hidupnya sebagai akibat dari dosanya. Namun demikian hal itu untuk memperbaiki dia, karena di kemudian hari dia tidak melakukan lagi perbuatan yang sangat tercela ini.
  4. Mendidik dalam kebenaran. Semua peristiwa ini menunjukkan bahwa manusia tidak mempunyai kebenaran selain hanya kecenderungan kuat untuk berbuat dosa/kejahatan jika ada kesempatan. Oleh sebab itu kita perlu mencari kebenaran Allah yang hanya kita peroleh melalui iman di dalam Yesus Kristus. Setelah bertobat dari kejahatan yang amat keji yang dia perbuat, Daud berdoa:

    Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan per­baharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegiran­gan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela! (Mazmur 51:12-14)

Orang-orang berdosa dapat memperoleh kebenaran Allah melalui bertobat dari dosa-dosanya, memohon pengampunan dari Allah serta percaya akan keselamatan mereka pada Dia. Rasul Petrus mengemukakan hal ini dengan jelas:

Bertobatlah dan hendaklah kamu masing­-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus (Kisah Para Rasul 2:38).

** Silsilah Yesus Kristus **

Deedat mengawali pasalnya yang terakhir dengan saran bahwa ada pertentangan antara silsilah Yesus di dalam Injil Matius dan Lukas, hanya karena ada perbedaan-perbedaan pada daftar urutan nama-yang disusun oleh kedua penulis itu. Deedat menganggap perbedaan antara dua daftar sebagai bukti bahwa "kedua penulis itu adalah pembohong terkutuk" (Apakah Al Kitab Firman Allah? HaI.54).

Kita tidak percaya bahwa orang-­orang yang dengan susah payah mencatat pengajaran yang sangat kudus dan benar yang pernah diberikan kepada manusia ternyata "pembohong terkutuk" menurut klaim Deedat.

Untung kita tidak berprasangka terhadap Al Kitab seperti Deedat, dan kita dapat meneliti soal ini secara obyektif. Permulaan sekali perlu dikemukakan bahwa setiap manusia mempunyai dua silsilah - satu dari ayahnya dan satu lagi dari ibunya. Yusuf bukanlah ayah Yesus secara jasmani, tetapi dia dianggap sebagai ayah Yesus dalam silsilah sebagaimana semua orang Yahudi mengetahui silsilahnya melalui ayah mereka.

Oleh karena itu Matius langsung mencatat silsilah Yesus melalui garis keturunan Yusuf, dan selanjutnya dalam kisah mengenai kelahiran Yesus menitik­beratkan pada peranan Yusuf sebagai wali Yesus secara jasmani dan sebagai suami dari Maria, ibu Yesus.

Deedat menyebut sepintas lalu bahwa menurut Lukas 3:23, Yusuf adalah ayah Yesus menurut anggapan orang (Apakah Al Kitab Firman Allah? HaI.52) tanpa komentar. Kata-kata inilah yang jadi kunci silsilah Yesus dalam Injil Lukas. Dalam silsilahnya tidak ditemukan nama perempuan. Walaupun Lukas mengutamakan peranan Maria dalam kelahiran Yesus, namun Lukas tidak menyebut Yesus sebagai anak Maria, tetapi 'menurut anggapan orang', Dia adalah anak Yusuf, berarti bahwa untuk mempertahankan silsilah laki-laki,Yusuf disebutkan menggantikan Maria. Dengan sangat teliti Lukas menambahkan kata-kata 'menurut anggapan orang' dalam silsilahnya agar para pembaca mengetahui bahwa bukan silsilah Yusuf yang sebenarnya. Penjelasan yang sangat sederhana ini menyingkirkan anggapan adanya persoalan.

Walaupun fakta-fakta yang sebenarnya sudah jelas selama berabad-abad, orang-orang yang dibutakan oleh prasangka terus melontarkan tuduhan-tuduhan yang kekanak-kanakkan tentang pertentangan terhadap penulis Matius dan Lukas. (Finlay, Face the Facts, Hal.l02).

Sementara itu Deedat berusaha untuk mempertahankan klaimnya bahwa ada pertentangan diantara penulis-penulis Injil, juga Deedat menyalahkan Matius karena menjelekkan garis keturunan Yesus dengan menyebutkan nama orang-orang "yang berbuat zinah dan melakukan tindakan yang sangat tercela" (Deedat. Apakah Al Kitab Firman Allah? Ha1.52) sebagai leluhurnya, dan menganggap hal ini mem­pengaruhi kekudusan dan kemurnian Yesus.

Jika kita meneliti Injil Matius, kita akan menemukan empat orang wanita dalam silsilah Yesus. Mereka adalah Tamar, yang mengadakan hubungan terlarang dengan Yehuda; Rahab,bekas perempuan sundal dan orang kafir; Rut yang juga orang kafir; dan Batsyeba seorang pezinah. Ada maksud tertentu Matius menyebutkan keempat wanita yang cacat moril ataupun keturunan dalam silsilah Yesus. Jelas sekali bahwa secara sengaja mencantumkan nama-nama itu bukan bermaksud merendahkan Yesus. Seandainya silsilah seperti itu tercela, ia tentu akan menyebut nama-nama wanita yang lebih kudus sebagai leluhur Yesus, seperti Sarah dan Ribka.

Mengapa dia sengaja menyebut nama keempat wanita tersebut yang mengganggu "kekudusan" leluhur-Nya?

Matius langsung memberikan jawabannya.

Ketika malaikat datang kepada Yusuf, ia berkata tentang anak yang akan dilahirkan itu:
Engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. (Matius 1:21)

Sesungguhnya bagi orang-orang seperti Tamar, Rahab, Rut dan Batsyeba itulah Yesus datang ke dunia. Dia datang untuk menyelamatkan orang­-orang seperti mereka dari dosa dan juga untuk menyelamatkan semua orang, baik Yahudi maupun bukan Yahudi. Sebagaimana Dia sendiri mengatakan kepada orang-orang Yahudi dan murid-murid-Nya dalam suatu peristiwa:

Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa. (Matius 9:12-13)

Jika anda, pembaca yang budiman, menyangka bahwa amal-amal anda selama bertahun-tahun diperhitungkan sebagai kebenaran di hadapan Allah dan bahwa dosa-dosa anda akan dibersihkan oleh Allah yang tidak menghiraukan pelanggaran kekudusan-Nya, teruskanlah usaha anda mengejar kebenaran diri sendiri. Anda tidak perlu datang kepada Yesus, karena Dia tidak dapat menolong anda. Tidak ada seorangpun yang dapat menolong anda.

Tetapi bila anda tahu bahwa dosa anda sangat banyak dan jika anda sudah menemukan diri anda sebenarnya, dan mengetahui tidak ada kebenaran dalam diri anda, tetapi hanya kejahatan semata­-mata; jika anda jujur terhadap diri anda sendiri den­gan mengakui kenyataan ini, maka datanglah kepada Yesus karena Dia datang untuk menyelamatkan orang-orang seperti anda, dan Dia dapat menyucikan anda dan menyelamatkan anda dari semua dosa anda.

Kita tidak bermaksud untuk menanggapi secara panjang lebar pertanyaan Deedat mengenai penulis-­penulis Al Kitab. Yesus menegaskan bahwa semua kitab dalam Perjanjian Lama yang ada pada orang­-orang Yahudi adalah Firman Allah yang diilhamkan dan la selalu mengutip dan menegaskan bahwa Kitab Suci yang ada pada mereka tidak dapat dibatalkan (Yohanes 10:35), dan bahwa Roh Kudus sudah memberikan kesaksian melalui semua Gereja Kristen bahwa kitab-kitab dalam Perjanjian Baru memiliki otoritas yang sama.

Seperti telah kita lihat, Al Qur'an juga mendukung sepenuhnya Kitab Suci bangsa Yahudi dan umat Kristen pada zaman Muhammad sebagai Taurat dan Injil yang asli, yang adalah Firman Allah. Kitab-kitab tersebut adalah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebagaimana yang kita kenal sekarang. Fakta ini tidak dapat diragukan.

** Kesimpulan **

Deedat telah gagal untuk mendiskreditkan Al Kitab sebagai Firman Allah”.  Pada dasarnya, dia sudah menunjukkan dirinya sebagai seorang kritikus yang tidak layak terhadap kitab-kitab suci orang Kristen.

Selain itu kita merasa sedih melihat jiwa dan sikap negatif yang mengisi setiap halaman dari buku kecilnya. Tidak ada usaha sama sekali untuk meninjau isi Al Kitab secara obyektif. Satu kalipun tidak pernah ada perkataan yang baik untuk Al Kitab, dan hal ini sangat mengherankan kita bahwa orang yang sudah membaca seluruh Al Kitab, kemudian menuliskan komentar yang merupakan kritikan. Dari halaman pertama sampai halaman terakhir pembaca diperhadapkan dengan jiwa prasangka yang berlebih-lebihan, yang menunjukkan sikap yang tidak pantas bagi seseorang yang menganggap dirinya "sarjana Al Kitab".

Apakah untungnya meneliti suatu buku hanya dengan maksud mencari-cari kesalahan?

Mentalitas apa sebenarnya yang mendorong orang untuk mencari kesalahan dalam sebuah kitab sebelum mereka membaca sendiri isi atau perkataan yang ada di dalamnya?

Seorang penulis Kristen mengungkapkan mengenai Al Kitab dengan sangat baik:

Al Kitab merupakan Firman ajaib yang Allah sudah berikan kepada manusia. Kedalaman dan keindahannya tidak akan ditemukan oleh mereka yang membacanya hanya dengan tujuan untuk mengkritik. (Young, Thy Word is Truth, hal.138).

Salah satu penerbit Islam mengatakan tentang iman Kristen sebagai berikut:

Perlu untuk menekankan tentang pentingnya mempelajari Kekristenan bagi seorang Muslim. Walaupun banyak siswa Kristen mempelajari Islam, hanya sedikit orang Muslim yang mempelajari Kekristenan secara serius. Situasi umat Muslim sekarang ini menuntut mereka untuk mempelajari agama Kristen. Sudah jelas pendekatan yang terbaik untuk mempelajarinya ialah dari sumber-sumbernya sendiri dan menganalisa pemikiran dan dan pendapat penganutnya, daripada mengadakan polemik murahan dan bahwa beberapa penulis Muslim melakukan hal itu di masa lalu. (Ahmad Von Denffer, General and Introductory Books on Christianity, hal.4).

Kita harus mengatakan kepada para pembaca Muslim bahwa mereka hanya akan mendapat pandangan yang salah tentang agama Kristen dari buku-buku seperti yang disebut di atas, dan yang telah di buktikan ketidakbenarannya.

Cara terbaik bagi orang-orang Muslim untuk mendapat pengertian yang benar tentang iman Kristen ialah dengan membaca buku-buku yang ditulis oleh orang Kristen yang benar-benar memper­cayai Kekristenan.

Tidak ada alasan bagi mereka yang telah memeluk suatu agama untuk tidak membaca Al Kitab. Ini juga berlaku bagi mereka yang menyatakan keyakinan mereka yang kuat akan agama Islam. Memiliki Al Our'an tidak perlu men­jadi penghalang untuk mengenal kitab- kitab yang unik baik secara historis dan moral, dan berisi pengajaran yang sangat penting bagi semua orang seperti Al Kitab. Banyak orang Islam yang pada mulanya, karena kurang pengertian, menolak Al Kitab, kemudian setelah mengetahui ajaran yang sebenarnya, mengakui Al Kitab sebagai harta yang sangat berharga. (Harris, How to Lead Moslems to Christ, hal.17)

Kita dengan senang hati memberikan Al Kitab dengan cuma-cuma kepada setiap umat Islam yang mau membacanya dengan hati terbuka dan dengan keinginan yang murni untuk mengetahui ajarannya, yang tidak akan merusakkannya seperti yang dian­jurkan oleh Deedat (Apakah Al Kitab Firman Allah? Hal.41), dan menghormatinya sebagaimana ia inginkan orang Kristen menghormati Al Qur'an. Mereka yang berprasangka seperti Deedat tidak usah membuka Al Kitab sebelum mereka merubah sikapnya terhadap Al Kitab.

Mereka adalah sama seperti orang-orang yang dilukiskan oleh Qur'an 'seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal' (QS AI-Jumuah 62:5).

Sebagaimana keledai tidak tahu nilai dari yang dipikul, begitulah orang-orang itu tidak mengetahui harta rohani yang mereka pegang dalam tangan mereka yang tidak disucikan.

Semoga ALLAH dalam kasih dan kemurahan-Nya yang besar, memberikan kepada kita kemampuan untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran-Nya yang kudus dan agar kita mau men­cari kebenaran itu dimana saja dapat ditemukan. Semoga semua umat Islam yang sudah memiliki Al Kitab menemukan kebenaran-kebenaran yang mulia dan keindahannya yang memancar melalui membaca dengan hati terbuka dan dengan keinginan yang sungguh-sungguh untuk mengerti ajaran dan bimbingannya.


TUHAN Yesus memberkati.