29 Desember 2022

Kedaulatan Allah dan Kehendak Bebas Manusia

Dalam beberapa diskusi tentang kehendak bebas manusia, Saya kerap kali mendapatkan pertanyaan seperti ini:

Apakah orang kristen yang sudah lahir dari Allah, bisa jatuh kembali ke dalam dosa yang mendatangkan maut (dosa menghujat Roh Kudus)?

Jawaban Saya sangat sederhana:

Nature dosa menyebabkan seseorang yang sudah lahir baru tetap berpotensi melakukan dosa, siapapun dia. Namun Iman Saya mengatakan, Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya, apabila dia jatuh, tak sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangannya.

Roma 8:28-30 (TB) Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.

Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.

Anti-Calvinist selalu punya kebiasaan menolak pemilihan dan pemeliharaan Allah dalam kehidupan dan keselamatan karena dalam benak mereka, manusia punya hak untuk hidup sesuai kehendak hatinya, sementara Calvinist memandang bahwa kehendak hati dan perbuatan manusia terutama sekali umat pilihan-Nya, selalu berada didalam pemeliharaan Allah, itulah kenapa meskipun Allah membiarkan mereka jatuh namun Dia tidak akan membiarkan mereka tergeletak.

Itulah kenapa anti-Calvinist seperti tanah liat yang berusaha memberontak kepada si tukang periuk, ibarat mencari jarum didalam genangan lumpur.

Selama masa reformasi Gereja, Faustus Socinus (1539-1604 AC) hanya menerima bagian-bagian dari Alkitab yang tampak masuk akal baginya. Salah satu sasarannya dan para pengikutnya adalah untuk membangkitkan kembali konsep Yunani tentang kehendak bebas manusia yang mutlak; beberapa filsuf Yunani Kuno berargumentasi bahwa untuk benar-benar bebas, seseorang harus benar-benar bebas dari setiap kontrol para dewa, bahkan bebas dari pengetahuan mereka. Dikatakan bahwa ketika laba-laba menjalin sarang di kelopak mata patung para dewa Yunani, para penyembahnya menjadi lebih sering datang ke kuil penyembahan mereka. Semakin sedikit yang diketahui para dewa tentang diri mereka, maka mereka merasa lebih nyaman.

Para pengikut Socinus yang menerima gagasan-gagasan Yunani ini tidak ingin menyangkali kemahatahuan Allah secara terang-terangan, jadi mereka mendefinisikan ulang istilah tersebut.

Kemahatahuan Allah, kata mereka berarti bahwa Allah mengetahui hanya apa yang bisa diketahui dan keputusan setiap ciptaan-Nya yang (memiliki kehendak) bebas adalah hal-hal yang tidak bisa diketahui.

Jadi, karena Allah tidak bisa mengetahui yang tidak bisa diketahui, maka Ia tidak mengetahui setiap keputusan kita sampai kita mengambil/melakukan keputusan tersebut.

William James (1842-1910 AC) yang mendukung gagasan tersebut mengatakan bahwa, 

"Allah tidak bisa meramalkan dengan tepat apa saja gerakan yang akan diambil oleh ciptaan-Nya, Dia hanya mengetahui setiap gerakan yang mungkin diambil sehingga Allah mengimbangi setiap gerakan ciptaan-Nya dengan gerakan-Nya sendiri, dengan demikian pengetahuan Allah sama seperti pengetahuan manusia".

Bagaimana pun juga, sebagai umat pilihan Allah, kita tidak usah terkejut dengan pemikiran liberal yang demikian, bagaimana pun juga, jika Allah tidak memiliki Ketetapan dan Otoritas atas ciptaan-Nya, maka manusia dapat dengan bebas menciptakan ilah apapun sesuai keinginannya bahkan berbuat apapun sekehendak hatinya.

Richard Rice (born 1944), Teolog dari Sevent Day Adventist mengatakan, 

"Bapa tidak mengetahui apakah Yesus akan melanggar Kehendak Bapa sampai Dia (Yesus) sendiri yang mengambil keputusan untuk melakukan itu, atw bahkan menolaknya."

3 (tiga) pandangan diatas tentu sering kita dengar dalam perkembangannya dan sebagian Teolog yang mengambil pandangan ini berfikir bahwa pembatasan Ketetapan Allah atas hidup manusia itu perlu untuk mengamankan kehendak bebas manusia.

Tentu saja, gagasan diatas sangat bertentangan dengan pernyataan Kitab Suci yang dengan tegas menyatakan bahwa:

Yesaya 46:9-10 (TB) Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan.

Dari lusinan nubuatan Ilahi yang membuktikan bahwa Allah mengetahui keputusan semua ciptaan-Nya di masa yang akan datang, ada beberapa hal menarik yang ingin Saya sampaikan, +- 150 tahun sebelum kelahiran Koresh, Allah menamainya dan menubuatkan bahwa dia akan menjadi raja Persia, dan pada saat itu, Allah sudah mengetahui kebijakan-Nya yang paling penting (Yesaya 44:24-28; 45:1-6).

Dengan kata lain, Allah mengetahui masa depan karena Dia terlibat didalam perencanaannya, jika tidak demikian, maka peristiwa yang terjadi di dunia ini tidak diarahkan pada suatu akhir yang telah ditentukan Allah.

Bukankah Pemazmur mengatakan:

Mazmur 139:1-4 (TB) TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku.

Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh.

Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi.

Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN.

Bahkan Daud merenungkan bahwa dia selalu berada didalam lingkaran pengetahuan Allah, ia mungkin tidur dan melupakan Allah namun Yang Maha Kuasai tidak demikian.

Tidaklah mengherankan jika Daud meneruskan Mazmurnya dengan mengatakan:

Mazmur 139:6 (TB) Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.

Dengan demikian, sebagai ciptaan kita tidak bisa memahami sepenuhnya informasi yang dimiliki Yang Maha Kuasa tentang kita. Tidaklah mengherankan dalam salah satu Surat Penggembalaannya, rasul Paulus menuliskan:

Roma 9:19-21 (TB) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: "Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkan-Nya? Sebab siapa yang menentang kehendak-Nya?"

Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?"

Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?

Akademisi J. I Packer dalam bukunya, Knowing God menuliskan:

Aku dibentuk dalam telapak tangan-Nya. Aku tidak pernah berada diluar fikiran-Nya. Semua pengetahuanku tentang Dia bergantung pada inisiatif-Nya yang terus-menerus mengetahui tentang diriku. Aku mengenal-Nya karena Ia terlebih dahulu mengenalku, dan terus-menerus tahu tentang diriku.

Ia mengenal ku sebagai seorang sahabat; Sahabat yang mengasihi ku dan pandangan-Nya tidak pernah terlepas dari diriku, perhatian-Nya tidak pernah bergeser dariku, dan oleh karena itu perhatian-Nya tidak pernah terputus.

Pengetahuan Allah tentang kita lantas tidak membebaskan kita dari tanggung jawab, melainkan mendorong kita untuk dekat kepada-Nya, bukan menjauh dari-Nya.

 

Tuhan Yesus memberkati

 

Oleh:

Sesandus Demaskus

Jemaat GKII Adonay desa Mekar Baru, Kab. Kubu Raya, Kalbar

Pentingnya Makna Kebangkitan Yesus Bagi Persekutuan Jemaat (Tubuh Kristus)

 

BPJ GKII Adonay bersama tamu undangan

Ketika Yesus bangkit dari kematian, Dia tidak saja mendamaikan hubungan kita dengan Allah tetapi juga satu sama lain. Kematian Yesus untuk menyelamatkan setiap orang berdosa yang berkenan kepada-Nya dan mengembalikan mereka kedalam komunitas yang dirancang Allah bagi mereka.

Didalam Efesus 5:23-30, Paulus menjelaskan bagaimana Yesus memberikan hidup-Nya bagi segenap umat pilihan yang berada didalam Komunitas umat Allah yang menjadikan Dia sebagai Juruselamat mereka, kita mengenal Komunitas ini sebagai umat Kristen (Kis 11:26) dan Alkitab mengenalkan Komunitas ini sebagai Persekutuan Jemaat (umat) Kristus.

Keselamatan yang kita terima sebagai individu tidak dapat dipisahkan dari Komunitas umat Allah, karena kita telah menerima keselamatan itu maka kita menjadi bagian dari Komunitas tersebut.

Komunitas ini meliputi semua orang yang telah ditebus tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, dimana pun mereka berada saat ini, Pengakuan Iman Rasuli mengenalkan Komunitas ini sebagai Persekutuan Orang Kudus. Jadi, ketika menjadi bagian dari sebuah Gereja lokal, kita benar-benar terjalin didalam iman dengan orang lain yang telah lahir baru didalam Kristus.

Perjanjian Baru menggunakan beberapa kata yang menggambarkan komunitas ini, salah satu yang menarik menunjukkan betapa hidup kita menjadi bagian tak terpisahkan dari komunitas ini setelah kita menerima anugerah keselamatan.

Paulus juga menggambarkan bagaimana kita bersama-sama adalah Tubuh Kristus dan kita semua adalah bagian-bagian yang berbeda. Beberapa dari kita ada yang menjadi kaki, tangan, telinga dsb; sama seperti tubuh jasmani kita bekerja dengan baik apabila setiap anggota tubuh dapat menjalankan fungsinya seperti yang sudah dirancangkan Tuhan (1 Korintus 12:12-27).

Hubungan didalam komunitas ini mempunyai lebih dari satu fungsi, kita bertumbuh secara rohani melalui hubungan kita dengan anggota tubuh yang lain.

Efesus 4:16 (TB) Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, — yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota — menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.

Kehidupan rohani kita juga bergantung dengan bagaimana kita berhubungan dengan sesama, anggota Tubuh Kristus yang lain, sama seperti setiap bagian tubuh fisik kita yang perlu tetap berhubungan satu sama lain supaya dapat tetap hidup.

Alkitab selanjutnya mengatakan bahwa hubungan didalam Persekutuan ini disebut Keluarga Allah.

Efesus 2:19-20 (TB) Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.

Dan didalam Keluarga Allah ini, Tuhan berkenan supaya kita memanggil Dia, "Bapa", dan kita adalah anak-anakNya. Setiap jemaat didalam Persekutuan ini telah menjadi saudara seiman didalam Tuhan. Dan sebagai keluarga, sudah selayaknya kita untuk menghidupi ajaran-ajaran dari Alkitab yang mengajarkan tentang prinsip "saling", seperti saling mengasihi (Yoh 13:34), saling mendoakan (Yakobus 5:16), saling menghormati (Galatia 12:10), saling mengampuni (Efesus 4:32) bahkan saling menegur dan menasihati (1 Tesalonika 5:14, 2 Timotius 4:2) serta masih banyak lagi yang lain yang mana prinsip "saling" ini menurut Yesus adalah ujian sekaligus bukti dari hubungan yang kita miliki dengan Dia.

Yohanes 13:35 (FAYH) Kasih kalian yang teguh seorang kepada yang lain akan membuktikan kepada dunia ini, bahwa kalian adalah murid-murid-Ku.

Mengapa semua ini diperlukan...?

Mengapa Tuhan begitu mementingkan hubungan kita didalam Keluarga-Nya...?

Stanley Grenz dan John Franke menjelaskan:

Pada inti pemahaman kita tentang Gereja ada kesadaran bahwa panggilan kita sebagai manusia adalah untuk mencerminkan karakter Ilahi. Memang ada aspek personal didalam panggilan ini. Meskipun demikian, karena Allah adalah Pribadi-Pribadi yang Esa didalam hubungan Tritunggal, ada suatu hubungan yang ditandai dengan kebersamaan yang hanya dapat digambarkan sebagai Kasih, manusia sebagai imago dei (gambar Tuhan) -- dalam hubungannya dengan peristiwa penciptaan (Kejadian 1:27) -- seharusnya adalah pribadi-pribadi dalam hubungan kasih. Hanya dalam relasi -- sebagai pribadi-pribadi didalam komunitas -- kita mampu mencerminkan kepenuhan karakter Ilahi. Dan karena kumpulan murid-murid Kristus dipanggil untuk menjadi citra Ilahi, Persekutuan Jemaat (Gereja) ada dasarnya adalah sebuah komunitas yang ditandai oleh Kasih, orang-orang yang mencerminkan karakter Sang Pencipta dalam hubungan satu sama lain dan dengan semua ciptaan.

Oleh:

Stanley J. Grenz dan John R. Franke

Beyond Foundationalism: Shaping Theology in a Postmodern Context.

(Louisville, KY: Westminster John Knox Press 2001), hlm 228.

Ketika kita menghidupi prinsip "saling" didalam Keluarga Tuhan, kita menunjukan karakter Ilahi untuk dapat dilihat oleh dunia.

Tujuannya tidak hanya untuk menarik perhatian, kehadiran Komunitas yang sejati akan menggerakkan orang-orang yang belum mengenal Kristus -- iman yang timbul oleh pendengaran dan kesaksian sehingga Roh Kudus bekerja didalam hati mereka untuk mengenal Kristus -- karena mereka juga diciptakan untuk mengalami hubungan tersebut didalam Gereja sehingga mereka juga mendapat bagian untuk menjadi umat pilihan Allah.

Tuhan Yesus memberkati

 

Daftar pustaka:

Mark Tabb -- Mari Berfikir Tentang Teologi Apa Yang Kita Yakini?

 

Oleh:

Sesandus Demaskus

Jemaat GKII Adonay desa Mekar Baru, Kab. Kubu Raya, Kalbar