17 Desember 2022

Tidak Ada Jawaban Bukan Berarti Tidak Bisa Menjawab

Didalam Teologia Kekristenan, tidak semua hal harus diperdebatkan jika hal itu tidak terlalu essensial karena hanya akan mempertajam perselisihan, bukan menemukan keharmonisan.

Contoh:

Dunia kesehatan menyatakan bahwa jumlah gigi orang dewasa sebanyak 32. Kemudian kebersihan gigi itu ditandai dengan gigi yang utuh, rapi dan putih bersih. Namun fikirkan ini, pernahkah anda membayangkan Yesus ternyata bergigi gingsul atau jumlah giginya tidak lengkap (penelitian terbaru menunjukkan dalam kondisi normal, jumlah gigi orang dewasa tidak semuanya 32) ...?

Sepertinya anda akan dianggap sesat jika berpandangan demikian. Kekristenan Barat dengan segala kesempurnaannya menggambarkan fisik Yesus dengan sempurna, rambut panjang terurai dan bermata biru.

Namun itulah problematika Kekristenan ketika segala sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan pandangan pribadi seseorang atau denominasi/skismatik tertentu maka akan ada sekelompok orang yang tidak bisa menahan diri untuk tidak berdebat.

Setiap orang memiliki hak untuk mengimani apa yang dia yakini karena demikianlah cara Tuhan membentuk nature ciptaan-Nya namun disaat bersamaan harus diakui bahwa inilah salah satu penyebab Calvinist dan Arminian, atau antara Roma Katolik dan Orthodox sulit berdamai dalam hal Teologia. Masing-masing menegakan doktrin tanpa melihat keharmonisan padahal Tuhan yang menciptakan seluruh umat manusia sangat menyukai harmonisasi.

Misalnya:

Kita tidak melihat Tuhan merumuskan doktrin Calvinist secara menyeluruh namun Dia meletakkan kepada setiap denominasi apa-apa saja yang Dia kehendaki sehingga hal itu menjadi ciri khas masing-masing supaya ketika disampaikan kepada Jemaat, Tubuh Kristus itu saling melengkapi.

Dalam hal lain, kita bisa melihat harmonisasi yang Tuhan ciptakan melalui warna, semisal warna A dicampur dengan warna B menjadi warna C dst. Kita juga melihat bagaimana sebuah pohon yang kuat, tebal dan akarnya kuat namun memiliki cabang dan ranting, jika Kristus diibaratkan akar dan pohon diibaratkan firman Tuhan, maka cabang dan ranting itu mewakili setiap denominasi/skismatik sehingga Bapa sebagai Pemelihara akan melihat, cabang dan ranting yang menjadi belukar (read: ajaran sesat) akan dipatahkan-Nya.

Rasul Petrus dan Paulus pernah berselisih paham terkait tradisi namun hal itu tidak menjadikan keduanya saling berbantah-bantahan hingga ajal menjemput, keduanya tetap saling menghormati dan menopang didalam pelayanan yang mana hal ini tersurat didalam Tulisan mereka.

Rasul Paulus menuliskan:

Galatia 2:7-9 (TB) Tetapi sebaliknya, setelah mereka melihat bahwa kepadaku telah dipercayakan pemberitaan Injil untuk orang-orang tak bersunat, sama seperti kepada Petrus untuk orang-orang bersunat — karena Ia yang telah memberikan kekuatan kepada Petrus untuk menjadi rasul bagi orang-orang bersunat, Ia juga yang telah memberikan kekuatan kepadaku untuk orang-orang yang tidak bersunat.

Dan setelah melihat kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, maka Yakobus, Kefas dan Yohanes, yang dipandang sebagai sokoguru jemaat, berjabat tangan dengan aku dan dengan Barnabas sebagai tanda persekutuan, supaya kami pergi kepada orang-orang yang tidak bersunat dan mereka kepada orang-orang yang bersunat.

Rasul Petrus menuliskan:

2 Petrus 3:15-16 (TB) ... seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini.

Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain.

Beberapa umat Kristen merasa dirinya telah bersikap kritis ketika bertanya hal-hal yang tidak dinyatakan jelas didalam Alkitab, misalnya:

Bagaimana nasib bayi-bayi yang meninggal atau kemana perginya Roh Ilahi Yesus ketika Dia wafat sebagai manusia...?

Disinilah letak keunikan Kekristenan, hampir selalu diharapkan dapat memberikan jawaban bagi setiap aspek kehidupan baik yang bersifat doktrinal (doktrin mayor/fundamental dan minor) maupun non-doktrinal.

Dalam beberapa forum diskusi internal Kristen, seseorang seringkali mengatakan kepada Saya, "Karena anda tidak bisa menjawab pertanyaan Saya maka itu artinya doktrin yang anda imani banyak kelemahan".

Saya kemudian menjawab, "Bahkan ketika Alkitab tidak menuliskan dengan pasti jawaban dari pertanyaan anda, bukan berarti Saya tidak bisa menjawab, ada beberapa hal jika berbicara tentang Keselamatan yang tidak tertuang dengan jelas disana dan itu menjadi prerogatif Allah."

Dia kemudian membalas, "Itu artinya anda tidak tahu."

Saya pun menjawab, "Bahkan ketika Saya mengatakan itu adalah prerogatif Allah, itulah jawaban yang bisa diberikan. Prerogatif Allah adalah jawaban bagi misteri Ilahi yang tidak disampaikan dalam Kitab Suci."

Salah satu cara yang dilakukan para Pendeta, Teolog dan Apologet Kristen ketika menjawab hal itu adalah mengambil beberapa kisah didalam Alkitab yang peristiwanya hampir sama dengan apa yang ditanyakan, melakukan analisa dan interpretasi barulah kemudian diaplikasikan/diambil kesimpulan sambil tetap berpegang pada prinsip "Tidak melampaui yang ada tertulis" (1 Korintus 4:6) yang dikenal juga dengan istilah eksegesis sehingga apa yang dijelaskan (dengan ciri khas masing-masing) tetap bermuara pada kesimpulan "Kedaulatan Ilahi", inilah salah satu contoh harmonisasi didalam variasi penafsiran yang dilakukan oleh Persekutuan Iman Kristen lintas denominasi / skismatik.

Namun bagi kelompok polemikus internal Kristen, hal itu membuktikan Kekristenan tidak bisa menjawab apa yang mereka tanyakan padahal mereka sendiri ketika diminta jawaban malah mengaku "Tidak tahu".

Dalam hal ini, yang paling Saya hindari adalah memberi jawaban bagi mereka yang hanya bisa mendikte sehingga Saya dianggap sebagai pihak yang bersalah sementara disaat yang bersamaan, para pendakwa itu tidak bisa memberikan jawaban yang benar dan tepat sesuai apa yang diajarkan dalam iman Kristen.

Menurut Saya, peristiwa yang tidak terlalu jelas dinyatakan didalam Alkitab merupakan bagian dari Kedaulatan Ilahi yang bersifat misteri sehingga hal itu hanya bisa dinyatakan sendiri oleh Bapa ketika Dia meminta Anak-Nya untuk bertindak. Salah satunya terlihat dari pernyataan tegas Yesus yang mengatakan bahwa "Tidak ada seorang pun termasuk Diri-Nya dan malaikat yang mengetahui kapan terjadinya kiamat (Kedatangan Yesus yang kedua) selain daripada Bapa sendiri." (Matius 24:36, Markus 13:32, Kisah Rasul 1:7).

Apakah kaum Kritikus dari internal Kristen mau mengatakan "Yesus tidak tahu kapan kiamat itu terjadi sementara disaat bersamaan Dia diimani sebagai Firman (Yohanes 1:1-4)?"

Retorika diatas ternyata telah melahirkan beberapa doktrin dan denominasi didalam Kekristenan yang salah satunya berakhir pada penyangkalan tentang status Yesus sebagai Firman (Anak Allah), yang lain mengatakan Yesus adalah Allah ke-2 yang statusnya lebih rendah dari Allah Bapa (Subordinasi), yang lain lagi mengatakan Yesus adalah Ciptaan (Arianisme dan Saksi Yehova) dan ketika ada yang mencoba menyelamatkan status Ilahi Yesus malah berakhir sebagai penganut Sabelianisme/Modalisme yang dalam perkembangannya dikenal sebagai Oneness Pentacostal yang mengajarkan bahwa Bapa dan Roh Kudus adalah Yesus itu sendiri yang tentu saja ini bertentangan dengan pernyataan Kitab Suci yang dengan tegas membedakan Ketiga-Nya. (Mat 28:19-20, Lukas 10:21, 1 Yoh 1:3, 4:14, 2 Yoh 1:3, dsb)

Sementara bagi sebagian yang lain tetap berada pada jalur pemahaman yang benar seperti yang diajarkan oleh para Rasul yakni tetap mengakui/mengimani Yesus sebagai Firman/Anak Allah dan Anak Manusia meskipun Kehadiran-Nya di dunia manusia dibatasi oleh Tubuh Manusia dan apapun tindakan yang Dia (Yesus) lakukan merupakan perwujudan dari Kehendak Bapa, inilah harmonisasi Ilahi didalam Kekekalan Allah Yang Esa dimana Bapa sebagai Pihak Yang Berkehendak (Yesaya 55:11; Yoh 14:31; Yoh 17:4, dsb), Firman sebagai Pihak yang Melaksanakan (Yesaya 55:11, Yoh 5:36, Yoh 10:37-38, dsb) dan Roh Kudus sebagai Pihak Yang Menuntun / Membimbing (Yoh 16:7- 15 dsb).

Salah satu bukti nyata harmonisasi Keesaan Allah dalam Perjanjian Lama terlukis didalam kisah Penciptaan dimana Bapa merupakan sumber segala sesuatu, Firman merupakan pencipta segala sesuatu dan Roh Kudus (dalam Perjanjian Lama, Dia disebut Roh Allah dan Dia memampukan umat Tuhan untuk melakukan hal-hal yang istimewa) merupakan perwujudan Ilahi yang tersurat sedang melayang diatas permukaan dunia yang diciptakan TUHAN. (Kejadian 1:1-2; Yoh 1:1-4; 1 Korintus 8:6).

Dalam peristiwa yang lain dapat kita lihat ketika setelah Yesus dibaptis, Roh Kudus turun dalam rupa burung merpati dan suara Allah Bapa menggelegar dihadapan semua yang hadir pada saat itu dengan mengatakan, "Inilah Anak-Ku yang Ku kasihi".

Bahkan dalam peristiwa Yesus didatangi oleh Musa dan Elia, suara Allah Bapa kembali didengar oleh para murid yang hadir disitu, rasul Petrus menuliskan:

2 Petrus 1:17-18 (TB) Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepada-Nya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan."

Suara itu kami dengar datang dari sorga, ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus.

Harmonisasi kerjasama Ilahi ini terus bekerja hingga saat ini dan sampai seterusnya baik didalam komunitas iman Kristen maupun diluar itu. Ketika kita melihat sejarah, orang-orang percaya untuk pertama kalinya mengalami lawatan Tuhan pada saat Dia mengungkap Jati Diri-Nya kepada bangsa Abraham dan keturunannya (bangsa Israel), kemudian melalui Pribadi dan karya Yesus, akhirnya melalui kehadiran Roh Kudus yang berdiam didalam diri orang percaya dan membimbing umat pilihan Allah.

Ketika kita membaca Alkitab, disana kita mendapati bahwa hanya ada satu TUHAN -- namun Bapa, Anak dan Roh Kudus, Ketiga-Nya selalu dirujuk sebagai Tuhan meskipun mereka jelas dibedakan satu sama lain. Bahkan tindakan penyelamatan pun adalah karya Tuhan yang Tritunggal. Kita ingin bersama dengan Bapa namun satu-satunya jalan untuk sampai kesana adalah melalui Yesus, Tuhan dan Manusia yang menjembatani hubungan antara Allah dengan manusia. Lalu setelah sampai kepada Bapa, kita menyadari bahwa keinginan yang membuat kita untuk mencari Dia tidak datang dari diri kita sendiri, tetapi dari Roh Kudus yang bekerja didalam kita.

Sebagai umat Kristen, kita mungkin tidak memahami hal ini namun kita telah mengalami itu. Berbagai petunjuk tentang Keilahian Yesus dan Roh Kudus tidak bertentangan dengan kebenaran bahwa Tuhan itu esa. Perjanjian Baru tidak mengajarkan ada 3 (tiga) Allah melainkan Ketiga-Nya dihubungkan secara bersama-sama sebagai ESA.

Dalam usahanya untuk menuangkan doktrin ini, Gereja Kuno tidak beralih kepada analogi yang dapat menjerumuskan seseorang pada kesesatan seperti yang dilakukan Modalisme/Sabelianisme; melainkan kepada pernyataan-pernyataan iman yang tertulis semisal Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Westminster.

Demikianlah Kekristenan yang sejati, didalam segala keterbatasannya telah menemukan sebuah kesimpulan bahwa Tuhan bukanlah sesuatu yang bisa kita atur sesuai keinginan kita. Sebaliknya, Tuhan sendiri yang mengungkapkan perwujudan Pribadi-Nya dan sifat-sifat Ilahi-Nya melalui firman-Nya yang telah sampai kepada kita, yakni Alkitab. Pun demikian jika dihadapkan dengan pertanyaan seputar iman Kristen, setiap jawaban yang diberikan meskipun beragam (karena melibatkan latar belakang Teologia masing-masing) -- mulai dari yang sederhana hingga yang rumit -- merupakan hasil dari analisa dan interpretasi atas pernyataan Kitab Suci (2 Tesalonika 2:15; 1 Petrus 3:15b), bukan atas dasar keinginan untuk memuaskan telinga (2 Timotius 4:3).

 

Tuhan Yesus memberkati


Tidak ada komentar:

Posting Komentar