17 Desember 2022

Efod Gideon -- Lambang Keberhasilan Yang Menjerumuskan Iman Bangsa Israel

 

Dalam cerita anak sekolah minggu, tokoh Gideon cukup populer karena hanya dengan 300 (tiga ratus) prajurit, mereka menaklukan bangsa Midian yang telah menindas bangsa Israel selama 7 (tujuh) tahun. Setelah mengalahkan musuh-musuhnya, Gideon menjadi Hakim selama 40 (empat puluh) tahun namun justru masalah itu yakni persundalan/perzinahan rohani muncul setelah keadaan sudah tenang.

Ada sebuah pertanyaan, jika memang Gideon berhasil dalam memimpin bangsa Israel, mengapa Tuhan mengizinkan negeri ini aman selama 40 (empat puluh) tahun ditengah persundalan rohani yang dilakukan bangsa Israel?

Satu-satunya jawaban yang mungkin adalah tidak ada satupun yang dapat memahami maksud Allah namun hal itu akan terlihat sesudahnya, cepat atau lambat sesuai dengan Waktu Tuhan.

Dalam berbagai hal di kehidupan persekutuan Kekristenan saat ini, kita bisa melihat beberapa pemimpin Gereja yang hidup dalam kemewahan, kemakmuran dan mujizad yang luar biasa namun justru berpotensi menuntun iman seluruh Jemaat melalui pengajaran dan teladan yang selangkah menuju kematian kekal. Terlebih jika didalam Gereja tersebut tidak ada orang yang berani menegur kesalahan pemimpin Gereja tersebut. Dan kalaupun ditegur, justru orang itu yang dipersalahkan karena mengusik hamba Tuhan.

1 Tawarikh 16:22 (TB) "Jangan mengusik orang-orang yang Kuurapi, dan jangan berbuat jahat terhadap nabi-nabi-Ku!"

Pernyataan diatas sudah sangat terkenal dikalangan pelayan Firman dan Jemaat, namun dampak buruk dari Ayat tersebut juga jelas, semacam ada anggapan bahwa Tuhan memberikan imun bagi semua pelayan Firman-Nya yang berdiri diatas mimbar mewartakan Injil dan pengajaran Kristen sehingga jika ditemukan ada kesalahan dalam mengajar seperti yang pernah dilakukan oleh Apolos sebelum akhirnya ditegur dan diajarkan oleh Priskila dan Akwila sehingga dia bertobat (Kisah Rasul 18:24-28), Jemaat tidak boleh menghakimi bahkan mengusik para pelayan Firman tersebut. Seandainya pun pelayan Firman diatas mimbar itu mengajar seperti Nikolaus dan Balak (Wahyu 2;6,14-15), apakah yang demikian harus dibiarkan karena menunggu teguran dan hukuman Tuhan?

Lantas bagaimana seharusnya kita memahami Ayat tersebut?

Yang pertama tentunya adalah konteks Perjanjian Lama. Pada masa itu, setiap kali Tuhan akan memilih seseorang untuk menyampaikan pesan-Nya atau perpanjangan Titah-Nya kepada umat Israel, Dia selalu berbicara langsung kepada orang tersebut. Nabi-nabi seperti Musa, Elia, Yesaya bahkan raja Saul sekalipun diurapi Tuhan. Hal yang sama pun berlaku didalam Perjanjian Baru, Tuhan memilih dan menetapkan beberapa orang untuk menjadi Murid-Nya bahkan menyampaikan pesan-Nya kepada Jemaat, atau sebagai perpanjangan tangan-Nya dalam memberikan pengajaran. 12 (dua belas) rasul Kristus termasuk Yudas, Matias dan Paulus adalah mereka yang dipilih-Nya meskipun sudah ditentukan sejak semula bahwa Yudas akan gagal.

Setelah era Kerasulan Perjanjian Baru berakhir yakni sejak kematian rasul Yohanes, Tuhan selalu memastikan bahwa disetiap generasi, meskipun Dia tidak lagi berbicara langsung kepada umat pilihan-Nya, selalu ada orang-orang yang dipilih, diurapi dan ditahbiskan untuk melakukan tugas sebagai pengajar dan pewarta Injil maupun penggembala Jemaat termasuk mereka yang menerima kepercayaan sebagai pemegang jawatan didalam Gereja. Sejarah Kekristenan mengenal itu sebagai warisan rasuliyah (Gereja Protestan memahami bahwa warisan pengajaran itu sudah berada didalam Kitab Suci) meskipun dalam perjalanannya tidak selalu berjalan mulus namun Tuhan tetap memastikan hal itu ada.

Pertanyaan sederhana:

Bagaimana seseorang yang diurapi-Nya bisa mendengar suara-Nya, menyampaikan pesan-Nya bahkan menerima teguran-Nya?

  1. Melalui kisah Ayub, kita melihat bahwa Tuhan berbicara melalui berbagai macam cara mulai dari mimpi, penglihatan hingga sakit penyakit. (Ayub 33:14-17)
  2. Melalui kisah Musa, kita melihat Tuhan berbicara kepada dia melalui Yitro (mertua Musa dan imam bangsa Midian - Keluaran 3:1) ketika Musa menghadapi persoalan tentang bagaimana menyampaikan dan memberikan nasihat kepada bangsa Israel. (Keluaran 18:13-27)
  3. Melalui kisah Paulus, kita melihat bahwa Tuhan memberikan dia sebuah penyakit supaya Paulus tidak memegahkan diri. (2 Korintus 12-7-9)
  4. Bahkan melalui suara hati dimana Paulus mengatakan bahwa setiap orang percaya, didalam hatinya sudah terpatri Hukum Taurat dan inilah yang menegur seseorang atau sekelompok orang atas setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan (Roma 2:14-15).
  5. Melalui pengajaran yang berlandaskan pada Kitab Suci (Roma 15:4, 2 Petrus 1:19-21) 6. Dan yang terakhir dan terutama tentu saja melalui Kitab Suci dimana ini merupakan pesan tertulis yang Tuhan sampaikan kepada Jemaat (2 Timotius 3:16).

Kembali pada kisah Gideon, Tuhan mungkin saja membiarkan Gideon menjadi Hakim atas bangsa Israel dan mereka aman selama 40 (empat puluh) tahun namun jika dia tidak bertobat dari dosanya, maka bisa saja akibat dari perbuatannya justru ditanggung oleh anak-anaknya dan itulah yang terjadi. Gideon bukanlah seseorang yang haus jabatan dan kekuasan meskipun salah satu kelemahan seorang Penguasa pada zaman itu adalah memiliki banyak isteri sebagai lambang kemakmuran dan kesejahteraan.

Bahkan mungkin saja Gideon punya maksud yang baik ketika membuat Efod yakni selaku suatu peringatan akan keberhasilan Israel dalam pekerjaan Allah. Gideon mungkin tidak berpikir bahwa orang Israel akan semudah itu menyembah Efod yang ia buat, tetapi seharusnya ketika ia mendengar ada orang Israel yang menyembah Efod yang ia buat, Gideon sebagai hakim seharusnya mampu melakukan sesuatu. Yang paling ekstrim (tetapi juga yang paling baik) adalah dengan menghancurkan Efod tersebut. Tetapi sepertinya ego Gideon masih terlalu tinggi untuk menghancurkan Efod yang ia buat sehingga justru Gideon seolah-olah membiarkan saja penyembahan kepada Efod itu. Tindakan penyembahan berhala ini mengakibatkan bencana rohani bagi bangsa itu dan rumah tangga Gideon, sehingga ada setitik noda dalam kisah hidupnya yang ditulis dalam Alkitab.

Hakim-hakim 8:27 (TB) Kemudian Gideon membuat efod dari semuanya itu dan menempatkannya di kotanya, di Ofra. Di sanalah orang Israel berlaku serong dengan menyembah efod itu; inilah yang menjadi jerat bagi Gideon dan seisi rumahnya.

Hal yang demikian pun bisa saja terjadi kepada para pemimpin Gereja yang menolak teguran positif ketika sudah salah melangkah karena sudah berada di zona nyaman, terlebih jika keuangan yang masuk ke kas Gereja sangat lancar sehingga mampu membangun gedung Gereja yang besar. Tetapi jika tidak berhati-hati, gedung Gereja yang besar itu dapat menjadi batu sandungan dan jerat, terlebih ketika mulai sombong dan berkata bahwa semua ini salah satunya adalah karena usaha pemimpin Gereja tersebut.

Seandainya Efod Gideon melambangkan kemakmuran dan keberhasilan bangsa Israel, bisa jadi kemewahan yang dimiliki oleh sebagian Gereja saat ini juga demikian. Mungkinkah?

Jawaban dari retorika itu cukup beragam namun Tuhan akan menjawab melalui cara-cara yang tidak biasa. Ada banyak gedung Gereja megah yang berdiri bahkan yang sudah berusia ratusan tahun namun Tuhan tetap memelihara umat-Nya yang berada disana karena Dia selalu memastikan bahwa akan ada seseorang atau sekelompok orang yang telah Dia tetapkan untuk menyampaikan teguran dengan cara yang bahkan tidak biasa supaya Gereja dan Persekutuan Jemaat yang ada disana tetap berjalan sesuai dengan Kehendak Tuhan.

Dalam kasus Perjanjian Lama, kita bisa melihat bagaimana peran Samuel ketika menegur Imam Eli, nabi Natan menegur raja Daud atau dari pihak luar seperti ketika Yitro menegur nabi Musa. Dalam Perjanjian Baru, kita bisa melihat bagaimana Saulus menegur Petrus, atau peran Timotius didalam Jemaat Tuhan di Korintus, Filipi dan Tesalonika.

Bahkan ketika kita melihat sejarah perkembangan Gereja sejak abad ke-2, Tuhan selalu memastikan ada seseorang atau sekelompok orang yang melakukan peran tersebut, sebut saja: Tertullianus yang menegur ketamakan dan kemerosotan moral para pelayan Tuhan pada masanya, Thomas Aquinas yang selalu berusaha agar ajaran yang dia sampaikan diterima oleh Paus Roma, Peter Waldo bersama kelompok Waldens yang menolak tegas otoritas Kepausan Roma, atau William Tyndale yang gigih memperjuangkan iman Kristiani dihadapan penguasa Inggris saat itu.

Setelah kematian Gideon, bangsa Israel sepenuhnya menyembah ilah asing. Bahkan keluarga Gideon kemudian menderita sebagai akibatnya.

Hakim-hakim 8:33-35 (TB) Setelah Gideon mati, kembalilah orang Israel berjalan serong dengan mengikuti para-Baal dan membuat Baal-Berit menjadi allah mereka; orang Israel tidak ingat kepada TUHAN, Allah mereka, yang telah melepaskan mereka dari tangan semua musuhnya di sekelilingnya, juga tidak menunjukkan terima kasihnya kepada keturunan Yerubaal-Gideon seimbang dengan segala yang baik yang telah dilakukannya kepada orang Israel.

Dalam cerita selanjutnya, kita membaca tentang kematian semua putra Gideon kecuali Yotam karena keinginan salah satu anak gundiknya, yakni Abimelekh, untuk menjadi raja (Hakim 9;1-57). Tragedi ini dapat ditelusuri asalnya yaitu dari penyembahan berhala yang muncul akibat pembuatan efod oleh Gideon serta dampak negatif dari memiliki banyak isteri dan anak.

Dikemudian hari, Daud dan Salomo jatuh didalam dosa yang sama yakni memiliki banyak isteri namun perbedaannya, Daud bertobat dari kehidupan poligami sementara Salomo terjerat kedalam penyembahan berhala.

Melalui kehidupan Gideon, kita bisa belajar supaya tetap konsisten didalam iman, pengajaran dan menguasai diri dalam setiap keadaan yang mungkin saja dapat menjatuhkan. Saat kita lengah dan dikuasai oleh rasa ingin dihormati, dengan mudah kita akan terperangkap ke dalam jerat. Jerat awalnya bisa berupa hal sepele, hal kecil, atau hal yang biasa-biasa saja. Bentuknya pun tidak selalu menakutkan bahkan seringkali bisa menarik hati. Namun jerat bisa membawa kita kepada situasi yang berbahaya. Itulah yang dialami Gideon dan umat Israel setelah kemenangannya yang gemilang mengalahkan musuh-musuhnya.

Pertanyaan bagi setiap gembala sidang/pemimpin Jemaat didalam Gereja:

Jika Anda saat ini diberi kepercayaan sebagai pemimpin jemaat atau gembala, apakah Anda membuat jemaat Anda menyembah Anda atau “baju efod emas” karya Anda, atau Tuhan yang hidup?

Tuhan Yesus memberkati

Oleh:
Sesandus Demaskus
Jemaat GKII Adonay desa Mekar Baru, Kab. Kubu Raya - Kalbar

Daftar pustaka:
Tafsiran Wycliffe
Renungan Santapan Rohani
Randite Herawan - Jangan Membuat Jerat 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar