28 Oktober 2021

Ragi Yang Merusak Seluruh Adonan Dalam Persekutuan Jemaat (Galatia 5:9)

 

Ragi adalah pengembang yang biasa digunakan untuk membuat adonan. Salah menggunakan ragi dapat menyebabkan roti hasil adonan menjadi keras dan alot. Inilah analogi yang digunakan rasul Paulus untuk menggambarkan kehidupan Jemaat yang menerima dan terbiasa membiarkan pengajaran yang salah atau perbuatan yang menyimpang di dalam Gereja. Beberapa orang seperti yang sering kita dengar mengatakan bahwa "dosa adalah tanggung jawab dan urusan pribadi dengan Allah, dosa bersifat individual dan terpisah dari Komunitas/Persekutuan".

Namun tanpa Kita sadari bahwa sebenarnya dosa itu seperti ragi yang merusak seluruh adonan. Perhatikanlah dalam kehidupan Kekristenan dewasa ini bagaimana hanya karena satu orang Jemaat perempuan berpakaian seksi maka seluruh orang menilai bahwa umat Kristen tidak punya sopan santun dan etika dalam beribadah; atau bagaimana ketika hampir seluruh Gereja Kristen pada masa lalu mengizinkan penyiksaan dilakukan kepada orang-orang yang menolak ajarannya maka akan dikatakan bahwa ajaran kasih dalam Kekristenan hanya sebatas ucapan; atau bagaimana karena satu saja ajaran yang menyimpang tentang Persepuluhan maka semua orang menilai pelayan Firman didalam Gereja-Gereja Kristen adalah orang-orang yang cinta uang dan masih banyak lagi yang lain.

Ketika satu orang dalam sebuah Komunitas/Persekutuan mulai mengembangkan kebiasaan atau kelakuan buruk dan hal itu dianggap wajar oleh Jemaat yang menjunjung tinggi 'human rights', maka Jemaat yang lain dalam Komunitas/Persekutuan itu juga akan melakukan hal yang sama. Dalam lingkup yang lebih luas, jika ada satu saja Komunitas/Persekutuan mengembangkan kebiasaan ibadah yang buruk dan perbuatan yang demikian dianggap wajar, maka Komunitas/Persekutuan yang lain akan mengikuti, dalam skenario yang buruk terjadilah kontaminasi didalam  Komunitas/Persekutuan umat Kristen.

Inilah yang dimaksud rasul Paulus ketika mengatakan:

Sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan.

Galatia 5:9 (TB)

Terjemahan Amplified Study Bible lebih jelas ketika menghubungkan ragi yang mengkhamirkan itu berkaitan dengan ajaran yang menyimpang.

"A little leaven (a slight inclination to error, or a few false teachers) leavens the whole lump [it perverts the whole conception of faith or misleads the whole church]."

Galatians 5:9 -- Amplified Study Bible

Mereka yang hidup dalam budaya individualisme akan mengatakan "setiap orang membayar dosanya sendiri" namun tanpa mereka sadari bahwa perbuatan dari beberapa orang telah memperburuk nama seluruh Komunitas/Persekutuan. Perhatikanlah bagaimana teguran Tuhan Yesus kepada beberapa Jemaat di dalam kitab Wahyu, Dia tidak menjatuhkan hukuman atas dosa individu kepada beberapa orang, namun karena dosa bersifat kolektif; dosa meresapi seluruh Jemaat, Dia menegur seluruh Jemaat yang berada di dalam Gereja itu.

Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?

Ibrani 12:5-7 (TB)

 

Tuhan Yesus memberkati

 

Oleh:

Sesandus Demaskus

Jemaat Gereja Kemah Injil Indonesia 'Adonay -- Desa Mekar Baru, Kab Kubu Raya

26 Oktober 2021

Sejarah Perkembangan Ajaran Persembahan Persepuluhan Didalam Kekristenan

Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan.
Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu.
Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu.
Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."
Lukas 21:1-4


Tidak bisa dipungkiri bahwa Persepuluhan dan berbagai bentuk Persembahan untuk Gereja masih menjadi 'batu sandungan' dalam pelayanan terutama sekali jika penyampaian tentang itu terkesan 'dipaksa' ataupun terlalu ditekankan meskipun tentang ini memang harus disampaikan kepada Jemaat supaya ada pemahaman yg benar dan tentunya diperlukan hikmat untuk menyampaikan dan menerima ajaran tentang rupa-rupa Persembahan di dalam Gereja.

Tanyakanlah kepada pemimpin Gereja dan para Teolog Kristen tentang Persepuluhan, anda akan mendapatkan beragam jawaban. Sebagian mengatakan umat Kristen wajib memberikan Persepuluhan dan Persembahan Buah Sulung, sementara yg lain mengatakan sebaliknya dengan alasan Yesus telah membebaskan Kita dari Hukum Taurat. Perdebatan tentang Persepuluhan dan Persembahan Buah Sulung bukan hal yg baru didalam Kekristenan dan sejarah telah mencatat itu.

Dalam beberapa perdebatan dan tulisan tentang Persembahan dan Persepuluhan, beberapa orang mengatakan bahwa umat Kristen saat ini tidak perlu lagi memberikan itu karena Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan tentang itu (terutama Persepuluhan), bahkan tidak sedikit dari mereka yg mengatakan Persepuluhan itu menyesatkan karena itu merupakan 'produk' Hukum Taurat. Hal ini tentu tidak benar namun harus diakui bahwa apa yg mereka lakukan merupakan 'jawaban' bagi sebagian ajaran para pelayan Firman yg mengatakan Persepuluhan itu harus, bahkan tidak sedikit dari mereka yg memberikan rumusan dan perhitungan matematis Persepuluhan yg harus dipersembahkan kepada Gereja, ada juga yg mengajarkan Persepuluhan berkaitan erat dengan Keselamatan, yg lain lagi mengajarkan Persepuluhan merupakan beban yg harus ditanggung oleh Jemaat dan masih banyak lagi. Ajaran-ajaran yg menyimpang tentang Persepuluhan dalam Perjanjian Baru seperti ini tentunya harus dihentikan entah itu melalui dialog ataupun tulisan Apologetik. Bagi kelompok ini, Saya menggunakan istilah Denominasi Anti Persepuluhan. Tidak salah ketika Tuhan Yesus mengatakan :

Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, tetapi celakalah orang yang mengadakannya. Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini. (Lukas 17:1-2)

Dalam kehidupan Kekristenan modern, harus diakui bahwa pengelolaan keuangan didalam Gereja membutuhkan Financial Management yg benar dan jujur sebagai 'respon' dan pertanggungjawaban kepada Jemaat yg telah diwajibkan untuk memberi persembahan dengan kerelaan hati dan tanpa paksaan (2 Korintus 9:7) kepada Gereja untuk menunjang kebutuhan/operasional dan kehidupan pelayan Firman yg melayani disana (1 Korintus 9:13-14). Penafsiran beberapa Teolog mengatakan bahwa Persepuluhan merupakan sebuah bentuk ucapan syukur yg diberikan Jemaat Tuhan kepada Dia atas apa yg mereka peroleh selama ini, dalam kehidupan Jemaat modern biasanya itu diberikan sebulan sekali kepada Gereja, tentu ini harus dipahami dan diaplikasikan dalam sisi yg positif dan fikiran yg jernih, artinya tidak ada tuduhan-tuduhan miring bagi Jemaat yg setia memberikan persembahan dan persepuluhan kepada Gereja.

Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu. (1 Korintus 9:13-14)

Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita”. (2 Korintus 9:7)

Sejarah panjang Persembahan dan Persepuluhan sudah dimulai sejak zaman Perjanjian Lama, keduanya diberikan kepada pelayan Firman (saat itu disebut Imam Allah) dan Bait Allah sudah dilakukan oleh para tokoh Alkitab. Tujuan mereka melakukan itu sangat sederhana, yakni sebagai wujud syukur kepada Allah dan nazar (janji iman) kepada Allah yg telah menuntun kehidupan mereka selama ini.

Berikut akan Saya berikan timeline Persembahan dan Persepuluhan dari Perjanjian Lama hingga kehidupan Kekristenan Paska Kerasulan.

** Persepuluhan dan Persembahan Sebelum Hukum Taurat **

  1. Kain dan Habel mempersembahkan kurban kepada Allah beruipa hasil pertanian dan hewan (Kejadian 4:4-5).
  2. Nuh mempersembahkan kurban bakaran kepada Allah (Kejadian 8:20-21)
  3. Abraham memberikan sepersepuluh kepada Imam Allah, Melkisedekh (Kejadian 14:19-20)
  4. Yakub mempersembahkan sepersepuluh kepada Allah dari semua yg dia peroleh (Kejadian 28:22)

Ketika kita membaca cerita dalam Ayat-Ayat diatas, motivasi memberi itu selalu datang dari umat Tuhan, tidak ada ketetapan khusus dari Tuhan harus memberi dalam jumlah tertentu dan inilah yg menjadi 'typologi' persembahan yg dilakukan umat Kristen - Perjanjian Baru hingga saat ini.

Perlu diketahui juga Persepuluhan bukanlah hal yg baru dalam Dunia Kuno, sejarah dari luar bangsa Ibrani mencatat hal ini juga dilakukan oleh bangsa-bangsa lain.
Beberapa ahli sejarah mencatat sebagai berikut:

  1. The institution of offering tithes of the fruits of the field and of the flocks is one which dates back to a period greatly anterior to Israelite history. A tenth of the flocks, fruits, and possessions of all kinds, as well as of the spoils of war, was given to their gods (referring to pagan tithing) by many peoples.

    [[ L
    embaga persembahan persepuluhan dari hasil ladang dan ternak adalah salah satu yg berasal dari periode yg sangat mendahului sejarah Israel. Sepersepuluh dari ternak, buah-buahan, dan segala jenis harta benda, serta rampasan perang, diberikan kepada dewa-dewa mereka (mengacu pada persepuluhan kafir) oleh banyak orang.]]

    ** James Hastings, ed., Hastings' Dictionary of the Bible, New York: Hendrickson, 1994, s.v. "Tithe," by W. O. E. Oesterley, 940. **

  2. The widespread practice in the ancient world of tithing by giving a portion of one's profit or spoils of war extended from Greece to China. Donation of a tenth portion was common apparently because most people "counted in tens, based on ten fingers."

    [[Praktek yang meluas di dunia kuno persepuluhan dengan memberikan sebagian dari keuntungan seseorang atau rampasan perang meluas dari Yunani ke Cina. Sumbangan sepersepuluh porsi tampaknya biasa karena kebanyakan orang "menghitung dalam puluhan, berdasarkan sepuluh jari"]]

    ** Walter A. Elwell, ed., Baker Theological Dictionary of the Bible, (Grand Rapids: Baker Book House, 1996, s.v. "Tithe, Tithing," by Brian K. Morley). **

  3. The custom is very ancient and widely practiced ... being known in Athens, Arabia, Rome, Carthage, Egypt, Syria, Babylon and China.

    [[ Kebiasaan ini sangat kuno dan dipraktikkan secara luas ... dikenal di Athena, Arab, Roma, Kartago, Mesir,
    Syria, Babel, dan Cina.]]

    ** Tithes, Tithing by R.E.O. White, Baker Encyclopedia of the Bible, Vol. 4, Grand Rapids: Baker Books, 1997, page 207 **

  4. We have discovered that the idea of the tithe covered all of the ancient world, from the extremes of Western Europe to the limits of the Farther East. The ancients, even those not Hebrew by birth, had the idea that to neglect the tithe would bring disaster from God. The universality of the practice of tithing argues that there was and is deep in the consciousness of man a sense of obligation. Since this feeling of deep obligation to God was so wide spread and at the same time so ancient, it follows that in the morning time of the world, God, by a revelation of His will, had promulgated and enforced the law of the tithe for all the sons of men.

    [[ Kami telah menemukan bahwa gagasan persepuluhan mencakup seluruh dunia kuno, dari ujung Eropa Barat hingga batas Timur Jauh.
    Dunia kuno, bahkan mereka yg bukan orang Ibrani sejak lahir, memiliki gagasan bahwa mengabaikan persepuluhan akan membawa bencana dari Tuhan. Praktik persepuluhan merupakan kewajiban yg ada didalam alam bawah sadar manusia secara universal. Karena perasaan kewajiban yg mendalam kepada Tuhan ini menyebar begitu luas, maka di pagi hari, Tuhan, dengan pernyataan kehendak-Nya, telah mengumumkan dan menegakkan hukum persepuluhan untuk semua anak-anak manusia.]]

    ** Babbs, Arthur V., The Law of the Tithe (New York, Fleming R• Re-vell Company-1920) **

Jika Kita mempertimbangkan persepuluhan Abraham kepada Melkisedekh (Kejadian 14:17-20) dan Nazar (Janji Iman) Yakub untuk memberikan Persepuluhan kepada Allah (Kejadian 28:18-22), kemudian dibandingkan dengan sejarah Persepuluhan dari bangsa-bangsa lain tentunya Kita sepakat bahwa ini bukanlah hal yg baru.

Apa yang pernah terjadi, akan terjadi lagi. Apa yang pernah dilakukan, akan dilakukan lagi. Tidak ada sesuatu yang baru di dunia ini.
(Pengkotbah 1:9 -- Alkitab Versi Terjemahan BISS)

Lalu bernazarlah Yakub: "Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai, sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku. Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu."
Kejadian 28:20-22

**) Persepuluhan dan Persembahan Di Zaman Hukum Taurat

Ketika Allah memerintahkan bangsa Israel untuk memberikan Persepuluhan, sebenarnya itu adalah praktik yg sama sekali baru jika dibandingkan dengan catatan sejarah diluar Israel karena Tuhan mengkhususkan itu untuk diberikan kepada para Imam, kaum Lewi dan orang-orang miskin.
Ini jugalah yg kemudian menjadi 'typologi' Persepuluhan dan Persembahan didalam Perjanjian Baru dan Kekristenan modern dimana berbagai Persembahan itu dikhususkan bagi para pelayan Firman dan orang-orang miskin atau saudara seiman yg membutuhkan.

Beberapa contoh perintah dan implementasi Persembahan di zaman Hukum Taurat :

  1. Bangsa Israel memberikan sepersepuluh dari hasil bumi yg mereka hasilkan kepada Allah (Imamat 27:30-32, Ulangan 14:24-27)
  2. Bangsa Israel memberikan persembahan khusus kepada Imam Besar dan bani Lewi yg melayani Allah (Bilangan 18:21-28)
  3. Bangsa Israel memberikan persembahan khusus kepada anak yatim, orang asing dan para janda (Ulangan 26:12)
  4. Bangsa Israel menyumbangkan harta yg mereka miliki untuk membuat Perkakas Bait Allah termasuk Baju Efod bagi Imam Besar (Kitab Bilangan)
  5. Raja Daud dan raja Salomo menyumbang kekayaan yg mereka miliki untuk membangun Bait Allah (Kitab Raja-Raja)

Sebagai bangsa yg baru lahir, Tuhan memberikan aturan dan ketetapan khusus bagi bangsa Israel tentang bagaimana mereka harus mengucap syukur atas apa yg diberikan Allah kepada mereka di Tanah Perjanjian termasuk bagaimana mereka harus menepati nazar (janji iman) yg telah mereka lakukan dihadapan Allah. Salah satu contoh nazar didalam Perjanjian Lama adalah ketika ibu Samuel bernazar akan mempersembahkan anaknya kepada Allah jika Dia menjawab doanya (1 Samuel 1:11,20-28).

**) Persepuluhan dan Persembahan Di Zaman Perjanjian Baru

Sementara di zaman Perjanjian Baru, sejak kedatangan Yesus hingga pelayanan para rasul-Nya, Jemaat senantiasa memberikan persembahan bagi kehidupan dan pelayanan mereka termasuk kepada yg membutuhkan NAMUN penekanan tentang jumlah yg diberikan atau dalam hal ini persepuluhan tidak lagi menjadi perhatian khusus karena 'dianggap' Jemaat sudah dewasa dalam hal pengajaran meskipun dalam beberapa kesempatan, persembahan dan persepuluhan tetap menjadi bagian dalam ajaran (minor teaching) Gereja, sebuah istilah 'disiplin rohani dan pengucapan syukur melalui persembahan' dikenalkan oleh para pelayan Firman bagi Jemaat terkait hal ini.

  1. Para perempuan yg mengikut Yesus melayani Dia dan rombongan-Nya dengan kekayaan mereka (Lukas 8:1-3)
  2. Yesus dan para Murid memberikan bantuan kepada orang-orang miskin (Yohanes 13:29)
  3. Para Jemaat memberikan persembahan kepada para pelayan Firman (Kisah Para Rasul 2:45-46)
  4. Para Rasul Kristus mengumpulkan sumbangan untuk para pelayan Firman di Yudea (Kisah Para Rasul 11:29)
  5. Jemaat di Makedonia dan Akhaya memberikan sumbangan kepada orang-orang miskin dan para pelayan Firman yg kekurangan (Roma 15:26)
  6. Jemaat memberi persembahan kepada para pelayan Firman (1 Korintus 16:1-2)

Hampir seluruh catatan sejarah Gereja sepakat bahwa sampai tahun 70 M, Kristen-Yahudi di Yerusalem dengan setia beribadah di Bait Allah (Kisah Para Rasul 2:46,3:3,5:42) sebagai wujud ketaatan pada Hukum Taurat dan setia dengan Persembahan dan Persepuluhan.
Tentang itu, Perjanjian Baru mencatat :

Pada keesokan harinya pergilah Paulus bersama-sama dengan kami mengunjungi Yakobus; semua penatua telah hadir di situ. Paulus memberi salam kepada mereka, lalu menceriterakan dengan terperinci apa yang dilakukan Allah di antara bangsa-bangsa lain oleh pelayanannya.
Lalu mereka berkata kepada Paulus:
"Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara hukum Taurat. Tetapi mereka mendengar tentang engkau, bahwa engkau mengajar semua orang Yahudi yang tinggal di antara bangsa-bangsa lain untuk melepaskan hukum Musa, sebab engkau mengatakan, supaya mereka jangan menyunatkan anak-anaknya dan jangan hidup menurut adat istiadat kita. Jadi bagaimana sekarang? Tentu mereka akan mendengar, bahwa engkau telah datang ke mari. Sebab itu, lakukanlah apa yang kami katakan ini:
Di antara kami ada empat orang yang bernazar. Bawalah mereka bersama-sama dengan engkau, lakukanlah pentahiran dirimu bersama-sama dengan mereka dan tanggunglah biaya mereka, sehingga mereka dapat mencukurkan rambutnya; maka semua orang akan tahu, bahwa segala kabar yang mereka dengar tentang engkau sama sekali tidak benar, melainkan bahwa engkau tetap memelihara hukum Taurat.
Tetapi mengenai bangsa-bangsa lain, yang telah menjadi percaya, sudah kami tuliskan keputusan-keputusan kami, yaitu mereka harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan."
Pada hari berikutnya Paulus membawa orang-orang itu serta dengan dia, dan ia mentahirkan diri bersama-sama dengan mereka, lalu masuk ke Bait Allah untuk memberitahukan, bilamana pentahiran akan selesai dan persembahan akan dipersembahkan untuk mereka masing-masing.
Kisah Para Rasul 21:21-26

Kehidupan Kekristenan Yahudi pada masa itu sangat unik, selain karena mereka 'sudah terpisah' dari Komunitas Yahudi, mereka tetap memelihara Taurat dan rajin memberikan Persepuluhan.
Hukum Musa tetap menjadi panduan bagi mereka dengan cara pandang yg baru sebagaimana yg diajarkan oleh Yesus.

**) Perkembangan Persembahan Persepuluhan Didalam Gereja Kekristenan Paska Kerasulan 

Tidak terlalu banyak catatan tentang bagaimana Gereja paska Kerasulan mengelola keuangan mereka namun sejarah mencatat bahwa hanya sedikit Gereja pada masa itu yg mengadopsi Persembahan dan Persepuluhan seperti yg ada tertulis dalam Alkitab karena pengajaran tentang ini tidak menjadi perhatian utama Gereja, harus diakui bahwa kehidupan Gereja saat itu sangat miskin karena bergantung dengan pemberian dari Jemaat. Selain itu, sebagian para Tokoh Gereja pada masa itu dikenal dengan kehidupan asketis sehingga membuat mereka lebih fokus dalam melayani Tuhan dan Jemaat, sebuah kehidupan yg tetap diteruskan oleh para pelayan Firman dari gereja Katolik Roma dan Orthodox.

Phillip Schaff, Sejarahwan Gereja dan Teolog Protestan menuliskan, "Hingga sekitar akhir abad kedua, orang-orang Kristen kebanyakan mengadakan ibadah mereka di rumah-rumah pribadi, atau di kuburan para martir, dan di ruang bawah tanah Latakombe. Ini disebabkan karena kemiskinan mereka, kondisi mereka yg tertindas dan terlarang, kecintaan mereka pada keheningan dan kesendirian, dan keengganan mereka terhadap semua seni kafir''.

Kehidupan Kekristenan paska Kerasulan memang menitikberatkan pada kekeluargaan dan kebersamaan, apa yg menjadi milik seseorang menjadi milik sebuah Komunitas/Persekutuan, hal ini mereka lakukan sebagai refleksi dari kehidupan Gereja mula-mula era Kerasulan dimana tertulis :

Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.
Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.
Sebab tidak ada seorangpun yang berkekurangan di antara mereka; karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.
Kisah Para Rasul 4:32-35

Namun sebagai umat Kristen - Perjanjian Baru yg menjadi bagian dari Jemaat Tuhan, sangat penting bagi Kita untuk mengetahui sejarah perkembangan persembahan dan pemberian (dalam bentuk uang/materi) kepada Gereja Kristen paska Kerasulan, semua itu tercatat dengan baik dan Saya akan memberikan beberapa.

1. Kitab Didache

  1. Paragraph XI ... ''Now, as concerning the apostles and prophets according to the teaching of the gospel, so do; and let every apostle that comes to you be received as the Lord; and he shall stay but one day, and, if need be, the next day also; but if he stays three days, he is a false prophet. When the apostle goes forth, let him take nothing but bread, until he reaches his lodging: if he asks for money, he is a false prophet ... But whosoever shall say in spirit, ‘Give me money, or other things,’ you shall not listen to him; but if he bids you to give for others that are in need, let no man judge him.''
  2. Paragraph XII ... "Let everyone that 'comes in the name of the Lord' be received" and proven ... "If he wishes to abide with you, being a craftsman, let him work and eat. If he has no craft, use your common sense to provide that he lives with you as a Christian, without idleness. If he is unwilling to do so, he is a 'Christ monger'. Beware of such."
  3. Paragraph XIII: "But every true prophet that desires to abide with you is ‘worthy of his food,’ In like manner a true teacher is also, like the laborer, ‘worthy of his food.’ Therefore, you shall take and give to the prophets every firstfruits of the produce of the wine-press and the threshing floor, of oxen and sheep. For the prophets are your high priests. If you have no prophet, give them to the poor ..."
  4. Paragraph XV: "Elect therefore of yourselves bishops and deacons worthy of the Lord, men that are gentle but not covetous (tamak), true men and approved; for they also minister to you the ministry of the prophets and leaders."

2. Justin Martyr (AD:100-165) - First Apology of Justin, Section 6

And the wealthy among us help the needy ... when our prayer is ended, bread and wine and water are brought, and the president (Churches leaders) in like manner offers prayers and thanksgiving, according to his ability, and the people assent, saying Amen; and there is a distribution to each, and a participation of that over which thanks have been given, and to those who are absent a portion is sent by the deacons.

And they who are well to do, and willing, give what each thinks fit; and what is collected is deposited with the president (Churches leaders), who succours the orphans and widows and those who, through sickness or any other cause, are in want, and those who are in bonds and the strangers sojourning among us, and in a word takes care of all who are in need.

3. Tertullian (AD:150-220) - Apology, Section 39

Though we have our treasure-chest, it is not made up of purchase-money, as of a religion that has its price. On the monthly day, if he likes, each puts in a small donation; but only if it be his pleasure, and only if he be able: for there is no compulsion; all is voluntary. These gifts are, as it were, piety’s deposit fund.

For they are not taken thence and spent on feasts, and drinking-bouts, and eating-houses, but to support and bury poor people, to supply the wants of boys and girls destitute of means and parents, and of old persons confined now to the house; such, too, as have suffered shipwreck; and if there happen to be any in the mines, or banished to the islands, or shut up in the prisons, for nothing but their fidelity to the cause of God’s Church, they become the nurslings of their confession.

No more be bound with sin offerings, holocausts,etc., nor yet with tithes and firstfruits, and part-offerings, and gifts and oblations. For it was laid upon them to give all these things as of necessity, but you are not bound by these things ... thus shall your righteousness abound more than their tithes and firstfruits and part-offerings, when you shall do it as it is written: 'Sell all thou hast, and give it to the poor.' (Didascalia Apostolorum, 2.35)

And for this reason, did the Lord, instead of that [commandment], Thou shalt not commit adultery, forbid even concupiscence; and instead of that which runs thus, thou shalt not kill, He prohibited anger; and instead of the law enjoining the giving of tithes, [He told us] to share all our possessions with the poor. (Irenaeus (AD:120-202) - Against Heresies, Chapter XIII of Book IV)

Disini dijelaskan bahwa Persembahan dan Persepuluhan bukanlah sebuah beban struktural yg harus ditanggung oleh Jemaat melainkan sebuah kewajiban sukarela yg dilakukan untuk mendukung pelayanan Gereja, para pelayan Firman dan membantu orang-orang miskin. Bahkan dalam kitab Didache diterangkan bahwa setiap pelayan Firman yg meminta uang setelah melayani Jemaat adalah pelayan yg menyesatkan.

Beberapa Teolog Kristen modern menyikapi Persepuluhan dan Persembahan dalam Gereja Paska Kerasulan, mereka menuliskan :

  1. The leaders [before AD 100] usually worked with their hands for their material needs. There was no ­ artificial distinction between clergy and laity. The ­ earliest bishops or presbyters engaged in secular labor to make their living and performed the duties of their church office when not at work.
    [[ Para pemimpin gereja [sebelum 100 M] biasanya bekerja dengan tangan mereka sendiri untuk kebutuhan materi mereka. Tidak ada perbedaan artifisial antara pendeta dan awam. Para uskup atau presbiter paling awal terlibat dalam pekerjaan sekuler untuk mencari nafkah dan melakukan tugas-tugas gereja mereka ketika tidak bekerja]]

    ** Robert Baker (Southern Baptist) **

  2. Thus…to come to the subject of this chapter…we now understand how so many of the ­ disciples and followers of the Lord gained their living by some craft; how in the same spirit the Master Himself condescended to the trade of his adoptive father; and how the greatest of his apostles throughout earned his bread through the labor of his hands, probably following, like the Lord Jesus, the trade of his father. For it was a principle, frequently expressed, if possible ‘not to forsake the trade of the father.
    [[ Jadi…untuk sampai pada pokok bahasan bab ini…kita sekarang memahami bagaimana begitu banyak murid dan pengikut Tuhan yang memperoleh penghidupan mereka dengan suatu keahlian; bagaimana dalam semangat yang sama, Sang Guru sendiri
    bekerja seperti ayah angkatnya; dan bagaimana rasul-rasulnya memperoleh kebutuhannya melalui pekerjaan mereka, kemungkinan mengikuti Tuhan Yesus yang bekerja seperti ayahnya. Karena itu adalah prinsip, yang sering diungkapkan, jika mungkin 'tidak meninggalkan pekerjaan ayah.]]
    ** Alfred Edersheim - Sketches of Jewish Social Life **

Menarik diketahui bahwa ternyata menurut mereka, sebagian dari para pelayan Firman (pemimpin Jemaat Kristen) paska Kerasulan tetap bekerja diluar tugas utama mereka, yg mana hal ini kurang lebih seperti rasul Paulus yg bekerja sebagai pembuat tenda (Kisah Para Rasul 18:3) untuk menghidupi dirinya namun di hari Sabath, dia mengajar tentang Injil dan Kristus. Kita tidak pernah tahu bagaimana dengan para rasul yg lain seperti misalnya Petrus dan Yohanes yg semula adalah penjala ikan namun ada kemungkinan bahwa setiap rasul Kristus tidak meninggalkan pekerjaan mereka sebelumnya sembari tetap memberitakan Injil Kristus. Ada kemungkinan bahwa Yesus sendiri pun tidak meninggalkan pekerjaan yg diwariskan ayah-Nya sebagai tukang kayu meskipun dalam pelayanan penginjilan mereka, ada donatur yg mendukung itu (Lukas 8:1-3).

Jejak pertama dari rumah ibadat bagi umat Kristen terjadi pada zaman Tertullian yg berbicara tentang 'pergi ke gereja' ditulis oleh Phillip Schaff.

About the year 230, Emperor Alexander Severus (AD:208-235) granted the Christians the right to a place in Rome againts the protest of the tavern-keepers because the worship of God in any form was beter than tavern-keeping. After the middle of the third century the building of churches began in great earnest as the Christians enjoyed over forty years of repose and multiplied so fast, according to Eusebius, more spacious place of devotion became everywhere necessary.

The Diocletian persecution began (in AD:303) with the destruction of the magnificent church at Nicomedia, which according to Lactantius, even towering above the neighboring imperial palace.

(Phillip Schaff, History of The Christian Church - Vol 2 Chapter 5 Section 59-65).

Tokoh bernama Cyprian (AD:200-258) adalah orang Kristen pertama yg menulis tentang praktek dukungan keuangan terhadap Klerus / Rohaniwan (clergy). Dia berargumentasi bahwa karena imam-imam Lewi didukung oleh Persepuluhan, maka hal yg sama juga berlaku bagi para pelayan Firman. Tentu saja, hal ini menjadi era baru dalam Kekristenan dan secara tidak langsung diadopsi oleh semua Gereja Kristen meskipun sekali lagi, Cyprian menuliskan tentang itu karena dia melihat kehidupan para pelayan Firman yg ada disekitarnya, dan tentu saja, menilik kepada Injil, ketika Yesus dan rombongan-Nya pun mendapat dukungan secara finansial. Dia menuliskan tentang itu didalam suratnya.

** Cyprian -- Epistle 65.1 **
... the Levitical tribe, which was left free for the temple and the altar, and for the divine ministries, received nothing from that portion of the division; [the allocation of the land of Canaan among the tribes of Israel once they crossed the Jordan river with Joshua] but while others cultivated the soil, that portion [the Levites] only cultivated the favor of God, and received the tithes from the eleven tribes, for their food and maintenance, from the fruits which grew.

All which was done by divine authority and arrangement, so that they who waited on divine services might in no respect be called away, nor be compelled to consider or to transact secular business.

Which plan and rule is now maintained in respect of the clergy, that they who are promoted by clerical ordination in the Church of the Lord may be called off in no respect from the divine administration, nor be tied down by worldly anxieties and matters; but in the honor of the brethren who contribute, receiving as it were tenths of the fruits, they may not withdraw from the altars and sacrifices, but may serve day and night in heavenly and spiritual things.

 ** Cyprian -- Epistle 128.9 **
Thus, we find, so early as the third century, the foundations of a complete hierarchy; though a hierarchy of only moral power, and holding no sort of outward control over the conscience…. With the exaltation of the clergy [in the third century] appeared the tendency to separate them from secular business, and even from social relations…. They drew their support from the church treasury, which was supplied by voluntary contributions and weekly collections on the Lord’s Day. After the third century they were forbidden to engage in any secular business, or even to accept any trusteeship.

Selain Cyprian tidak ada penulis Kristen sebelum Konstantinus Agung (AD:272-337) yg pernah menggunakan Perjanjian Lama sebagai referensi untuk mendukung praktik Persepuluhan yg membantu keuangan gereja dan kehidupan para pelayan Firman yg melayani disana. Namun ada sebuah tulisan yg senada dengan apa yg ditulis oleh Cyprian yg oleh gereja Katolik akhirnya menyatakan tulisan ini menyesatkan karena Persepuluhan saat itu tidak pernah menjadi doktrin resmi gereja.

Gereja Protestan Arus Utama juga tidak punya hubungan dengan tulisan ini seperti tuduhan beberapa pihak namun apa yg dituliskan disana menjadi gambaran praktik persepuluhan oleh sebagian denominasi Kristen saat ini. Tulisan itu menyatakan :

** Constitutions of the Apostles (Book 2, Section 4 - Berasal dari abad ketiga/keempat) ** 

1. On the Management of the resources collected for the support of the Clergy and the relief of the poor.
"Let the bishop esteem such food and raiment sufficient as suits necessity and decency. Let him not make use of the Lord’s goods as another’s, but moderately; ‘for the laborer is worthy of his reward.’ Let him not be luxurious in diet, or fond of idle furniture, but contented with so much alone as is necessary for his sustenance."

2. On First-fruits and Tithes, and after what manner the Bishop is himself to partake of them, or distribute them to others.

XXV. Let him use those tenths and first-fruits, which are given according to the command of God, as a man of God; as also let him dispense in a right manner the free-will offerings which are brought in on account of the poor, to the orphans, the widows, the afflicted, and strangers in distress, as having that God for the examiner of his accounts who has committed the disposition to him. Distribute to all those in want with righteousness, and yourselves use the things which belong to the Lord, but do not abuse them, eating of them, but not eating them all up by yourselves: communicate with those who are in want, and thereby show yourselves unblameable before God. For if you shall consume them by yourselves, you will be reproached by God.

"For those who attend upon the Church ought to be maintained by the Church, as being priests, Levites, presidents, and ministers of God; as it is written in the book of Numbers concerning the priests ..."

"Those which were then first-fruits, and tithes, and offerings, and gifts, now are oblations, which are presented by holy bishops to the Lord God, through Jesus Christ, who has died for them. For these are your high priests, as the presbyters are your priests, and your present deacons instead of your Levites; as are also your readers, your singers, your porters, your deaconesses, your widows, your virgins, and your orphans: but He who is above all these is the High Priest."

XXVI. "The bishop, he is the minister of the word, the keeper of knowledge, the mediator between God and you in the several parts of your divine worship. He is the teacher of piety; and, next after God, he is your father, who has begotten you again to the adoption of sons by water and the Spirit. He is your ruler and governor; he is your king and potentate; he is, next after God, your earthly God, who has a right to be honored by you."

XXVII. "You ought therefore, brothers, to bring your sacrifices and your oblations to the bishop, as to your high priest, either by yourselves or by the deacons; and do you bring not those only, but also your first-fruits, and your tithes, and your free-will offerings to him. For he knows who they are that are in affliction, and gives to every one as is convenient, that so one may not receive alms twice or more often the same day, or the same week, while another has nothing at all"

Dapat disimpulkan bahwa tulisan ini merupakan refleksi atas perkembangan doktrin Persepuluhan setelah tulisan Cyprian. 

Kita tidak bisa menafikan fakta bahwa sejak kaisar Konstantinus Agung menjadikan Kristen sebagai agama resmi negara, dia 'secara tidak langsung' mengadopsi tindakan raja Daud dan Salomo dimana dia mulai membangun gedung-gedung gereja yg megah bagi umat Kristen dan sejak itulah hingga saat ini, sebagian besar Gereja Kristen (dalam bahasa yg lebih halus) meminta dukungan dana dari Jemaat dan donatur untuk mendukung pembangunan gereja, sesuatu yg kemudian menjadikan Kekristenan berada didalam masalah. Bagi yg berfikiran bijak tentu merasa dirinya wajib mendukung pekerjaan dan pelayanan para pelayan Firman termasuk dukungan dana untuk membangun gedung gereja namun mereka yg sudah diracuni fikiran-fikiran negatif (yg mana hal ini tidak bisa sepenuhnya disalahkan mengingat sebagian dari pelayan Firman telah mengajarkan yg salah tentang Persepuluhan) sudah menjustifikasi bahwa para pelayan Firman yg hidup mewah (glamour/hedonisme) telah melupakan prinsip utama Persembahan dan Persepuluhan yakni memberikan itu kepada Jemaat yg membutuhkan bantuan dan orang-orang miskin yg mana itu merupakan hak mereka. Bagi mereka, para pelayan Firman yg demikian sudah menjadi hamba uang.

Kita tidak mempunyai rincian timeline yg cukup untuk praktek Persepuluhan yg dijalankan semenjak Cyprian pada abad ke-3 M, dan kapan kemudian praktek Persepuluhan "ditinggalkan" oleh Gereja. Yang kita tahu gereja Katolik Roma, Ortodoks, dan Gereja Protestan Arus Utama dewasa ini sudah tidak mewajibkannya di masa sekarang ini kecuali tentu saja, setiap Persembahan yg diberikan kepada Gereja, apapun wujudnya, haruslah didasari  rasa syukur kepada Allah. Namun demikian, sebagai umat Kristen, Kita harus jujur mengakui bahwa ada oknum-oknum di dalam Gereja yg memanfaatkan Persepuluhan dan Persembahan untuk kepentingan pribadi.

**) Perkembangan Persembahan Persepuluhan Didalam Gereja Sampai Abad ke - 16

Encyclopedia Americana (p6, 259) menuliskan, "It (tithing) was not practised in the early Christian Church but gradually became common (in the Roman Catholic church in western Europe) by the 6th Century. The Council of Tours in 567 and the 2nd Council of Macon in 585 advocated tithing. Made obligatory by civil law in the Carolingian Empire in 765 and in England in the 10th Century ... The Reformation did not abolish tithing and the practice was continued in the Roman Catholic church and in Protestant countries (until it was) gradually replaced by other forms of taxation. The Roman Catholic church still prescribes tithes in countries where they are sanctioned by law, and some Protestant bodies consider tithes obligatory."

Catholic Encyclopedia (1912) menuliskan, "In the beginning ­ [provision] was supplied by the spontaneous support of the faithful. In the course of time, however, as the Church expanded and various institutions arose, it became necessary to make laws which would insure the proper and permanent support of the clergy. The payment of tithes was adopted from the Old Law, and early writers speak of it as a divine ordinance and an obligation of the conscience. The earliest positive legislation on the subject seems to be contained in the letter of the bishops assembled at Tours in 567 and the Canons of the Council of Macon in 585."

Menurut Encyclopedia Americana dan Catholic Encyclopedia, praktik persepuluhan yg diperkenalkan dalam Perjanjian Baru yg diberikan kepada para Uskup sebanding/setara dengan Imam Besar dalam Perjanjian Lama.

Ketika Kristen mulai menjadi agama resmi negara semenjak era Konstantinus Agung dan mendapat dukungan dari Kekaisaran beberapa tahun sesudahnya, gereja mulai memiliki assets berupa tanah. Awalnya, gereja mendapatkan privatisasi atas tanah yg berasal dari sumbangan para tuan tanah yg berkuasa disana sembari mulai menjalankan praktik Persepuluhan melalui 'tangan' para Uskup dan mulai menjalankan bisnis sewa tanah. Dengan demikian Persepuluhan menjadi salah satu sumber utama pemasukan gereja Katolik Roma sehingga mereka mulai memiliki assets dan pemasukan tetap dari kedua praktik tersebut.

Sejarahwan Gereja sepakat bahwa tidak sampai 500 tahun setelah Peristiwa Salib Kristus di Calvary, gereja Katolik Roma mulai memiliki otoritas untuk memungut Persepuluhan. Konsili Tours 567 dan Konsili Macon 585 menetapkan Persepuluhan menjadi doktrin resmi Katolik Roma dan mengekskomunikasi Jemaat yg tidak memberikan Persepuluhan namun gereja tidak mendapatkan otoritas dari Kekaisaran untuk mengumpulkan sumbangan melalui Hukum Sipil. Adalah penting bahwa persepuluhan tidak muncul secara historis sampai Katolik Roma menjadi kuat di dunia sekuler. Bahkan hingga saat ini persepuluhan masih menjadi sumber pemasukan gereja. Saat itu, gereja Roma menolak untuk melaksanakan upacara keagamaan jika tidak diberikan kekayaan atau tanah sebagai hak milik.

Konsili Macon 585 yg dipimpin oleh Priscus, uskup agung dari Lyon (573-588) menetapkan :

'Quas leges (to pay the tithe) -- Christianorum congeries longis temporibus custodivit intemeratas; nunc autem pautatim prævaricatores legum pene Christiani omnes ostendunt, dum ea quæ divinitus sancita sunt adimplere negligunt.'

[[ Perintah, pembayaran persepuluhan (dibawah rasa sakit ekskomunikasi). Sekarang hampir semua orang Kristen secara bertahap menunjukkan diri mereka sebagai pelanggar hukum, sementara mereka mengabaikan untuk memenuhi hal-hal yang telah disetujui oleh Tuhan yakni membayar persepuluhan. ]]

Dalam dokumen yg lain yg masih terkait dengan Konsili ini, mereka menetapkan 12 Kanon dan salah satu kanon mengatakan :

The old law, to pay tithes to the Church, is widely neglected, and must therefore be enjoined afresh. The tithe is to be expended for the use of the poor (also of the clergy), and for the redemption of prisoners. Whoever obstinately refuses it is forever excommunicated.

[[ Perjanjian Lama, membayar persepuluhan kepada Gereja yg secara luas telah diabaikan, dan oleh karena itu harus diperintahkan lagi. Persepuluhan harus diberikan kepada orang miskin (juga Klerus), dan untuk penebusan tahanan. Siapa pun yang dengan keras menolaknya akan diekskomunikasi (dikucilkan selamanya dari gereja Katolik Roma) ]]

Ini merupakan pernyataan kanonik pertama gereja Katolik Roma tentang 'divine right' Persepuluhan. 

Ada sebuah surat yg ditujukan kepada kaum awam Kristen, baik selama Sinode Tours Kedua (567), atau segera setelahnya oleh empat uskup yg menjadi anggota Sinode itu, khususnya uskup agung Euphronius (AD:555-573) dari Tours, Prancis. Dalam surat ini mereka memanggil umat beriman untuk bertobat dan melakukan perubahan, agar mereka dapat lolos dari penghakiman ilahi yg ada di hadapan mereka. Dan terkait dengan persepuluhan, surat itu mengatakan semua harta benda, persepuluhan harus dibayar, bahkan setiap budak yg kesepuluh harus diberikan kepada para uskup untuk penebusan para tawanan.

Dengan semakin berkembangnya praktik persepuluhan di dalam gereja Katolik Roma, lahir konsili-konsili lokal gereja Katolik Roma yg menetapkan pembayaran persepuluhan.
Konsili Metz (888) yg dipimpin oleh Uskup Agung Ratbodus bersama para uskup yg lain di gereja Katolik St Arnold menetapkan
:

Enjoins the payment of tithe to the priest who serves the church, and forbids patrons to retain any for themselves.

[[ Memerintahkan pembayaran persepuluhan kepada imam yg melayani gereja, dan melarang patrons [penjaga/pelindung] untuk menyimpannya untuk diri mereka sendiri.]]

Teolog Thomas Aquinas yg mana ajarannya diakui sebagai ajaran gereja Katolik Roma oleh Paus Benedixtus XV, dalam membela persepuluhan menyatakan, ''During the time of the New Law the authority of the Church has established the payment of tithes / Selama masa Perjanjian Baru, otoritas gereja (Katolik Roma) telah menetapkan pembayaran persepuluhan'' (Summa Theologica, Vol. 3, The Second Part of The Second Part – Objection 5). Dia menggunakan Kejadian 14 dan Melkisedek untuk mendukung argumentasinya. 

Thomas Aquinas menunjukkan bahwa kelanjutan dari praktik ini dengan cukup tepat, “jangan sampai jemaat Perjanjian Baru memberi lebih sedikit kepada para pelayan Perjanjian Baru daripada yang diberikan jemaat Perjanjian Lama kepada para pelayan Perjanjian Lama. ”[1] Tetapi pada tingkat yang lebih mendasar, Aquinas melihat persepuluhan sebagai tindakan keadilan. Sebagaimana masyarakat harus menyediakan kebutuhan mereka yang melayani mereka (seperti pejabat pemerintah atau tentara), demikian pula masyarakat harus mendukung mata pencaharian orang-orang yang memimpin mereka dalam beribadah kepada Tuhan.

Thomas Aquinas juga menyatakan bahwa adalah kewajiban manusia dalam membayar persepuluhan timbul karena berasal dari kewajiban naluriah, sebagian lagi karena melihat kepada kebutuhan Gereja. Dengan mempertimbangkan kemampuan Jemaat, setiap orang dapat menetapkan pembayaran dengan proporsi yang berbeda.

Masih menurut Thomas Aquinas, ajaran tentang membayar persepuluhan, sejauh itu adalah ajaran moral, diberikan dalam Injil oleh Tuhan kita ketika Dia mengatakan "Pekerja layak menerima upahnya," dan rasul Paulus mengatakan hal yang sama dalam 1 Korintus 9:13-14. Tetapi penetapan proporsi tertentu diserahkan kepada tata cara Gereja.

Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu?

Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.

Thomas Aquinas juga menyatakan bahwa Gereja harus memperhatikan 2 (dua) hal sehubungan dengan persepuluhan: yaitu hak untuk menerima persepuluhan, dan hal-hal yang diberikan atas nama persepuluhan. Hak untuk menerima persepuluhan adalah hal rohani, karena itu timbul dari kewajiban yang olehnya para pelayan mezbah berhak menerima hasil dari pelayanan mereka, dan hal-hal duniawi yang menjadi hak bagi mereka yang menabur hal-hal rohani. Hak ini ini tidak lain adalah milik para rohaniwan yang memelihara jiwa-jiwa, dan hanya mereka yang berhak memiliki hak atas kewajiban Persepuluhan.

Lebih lanjut pengajaran, Thomas Aquinas tentang kewajiban Jemaat dalam memberikan Persepuluhan kepada para pelayan Firman melalui Gereja dapat dibaca dalam Summa Theologia -- Second Part of the Second Part -- Question 87.

Kemudian di Inggris ada Robert de Winchelsey (1245-1313), Teolog Katolik Roma dan uskup agung dari Canterbury yg dipengaruhi oleh tulisan Thomas Aquinas dalam sebuah Konstitusi di Merton, Inggris menetapkan :

  1. Relates to tithes, orders a uniform demand of tithe throughout the province, unless the parishioners redeem them at a competent rate. This constitution orders that tithe be paid of the profits or wages of handicraftsmen and merchants, masons, victualers, &c.; and that in demanding a mortuary (or principal legacy), the custom of the province, with the possession of the Church, be observed. Rectors, vicars, &c., who either for fear or favor of men, do not demand their tithes effectually, as aforesaid, to be punished.
  2. Relates to certain difficulties in taking tithe or sheep removed from parish to parish, and other similar matters.
  3. Ordains that if a man, at his death, have three or more animals among his chattels, the second best shall be reserved for the church where he received the sacraments when alive.
  4. Declares what things the parishioners are bound to provide for the service and repairs of their church, viz., a legend, an antiphonar, a graduale, a psalter, a troper, an ordinal, a missal, a manual, a chalice, the principal vestment, with a chesible, dalmatic, tunicle,1 a choral cope with all its appendages,1 a fontal for the high altar, three towels, three surplices, one rochet,1 a cross for processions, a cross for the dead, a censer, a lanthorn, a hand-bell to carry before the host to the sick, a pyx for the body of Christ, a decent veil for Lent, banners for the rogations, bells with ropes, a bier, a vessel to hold the blessed water, an osculatory (or Pax), a candlestick for the wax-taper at Easter, a font with lock and key, the images in the church, the chief image in the chancel, the enclosure of the churchyard, the repairs of the body of the church, within and without, with the images, windows, books, and vestments. All things else to be done at the expense of the rector or curate.
  5. Forbids stipendiary priests, i.e., such as had no share in the tithe of the parish, but were maintained by saying masses, &c., and others similarly maintained, to take any part of the fees, offerings, &c., without the incumbent’s permission, under pain of excommunication; orders such priests to be present in the chancel, and not in the body of the church, or fields, at matins, vespers, and other offices, in surplices purchased at their own cost, and to join in the reading, singing, and psalmody. Forbids them on Sundays, festivals, and days of funerals, to begin their masses until the gospel at high mass is ended. Provides that they shall take an oath on the holy Books, not in any way to injure the churches or chapels, or their incumbents, &c., and especially to abstain from raising scandal and contention between rectors and parishioners. Forbids them to receive the confessions of the people belonging to the several parishes, &c., of the churches in which they minister, and to frequent taverns, stews, and bad houses.
  6. Orders the clergy to enforce the payment of tithe as undermentioned, viz., of milk, and of the profits of woods, mast, trees, if sold, parks, fish in stews, rivers, or ponds, fruits, cattle, pigeons, seed, beasts in warren, fowling, gardens, court-yards, wool, flax, wine, grain, turfs, swans, capons, geese, ducks, eggs, hedge-rows, bees, honey, wax, lambs, calves, colts, and mills; also, of what is caught in hunting, and profits of handicraftsmen and merchants. Orders that payment be enforced under pain of suspension, excommunication and interdict.

Menurut doktrin Katolik Roma tentang Persepuluhan saat itu, pembayaran persepuluhan diadopsi dari Perjanjian Lama, dan para penulis awal Kitab Suci mengatakannya sebagai peraturan ilahi dan kewajiban hati nurani. Dalam perjalanan waktu, kita menemukan pembayaran persepuluhan diwajibkan oleh undang-undang gerejawi di semua negara Kekristenan dan gereja Katolik Roma memandang pembayaran ini sebagai " ... divine law, since tithes were instituted not by man but by the Lord Himself  (Persepuluhan adalah hukum Ilahi karena ditetapkan bukan oleh manusia tetapi oleh Tuhan sendiri]] [Chapter 14, X de Decimis [[tentang Persepuluhan]] III, 30).

Meskipun demikian, Pope Paschal (Paschal II) pernah menyatakan "It (tithes) is a new form of exaction when the clergy demand tithes from the clergy" (Ini [[Persepuluhan]] adalah bentuk baru dari pemerasan ketika klerus menuntut persepuluhan dari klerus) [Cap. Novum genus, de Decimis [[tentang Persepuluhan]], etc)

Namun dalam dokumen resmi gereja Katolik Roma yg lain juga dituliskan :

Religious who are clerics, if they have care of souls, and dispense spiritual things to the people, are not bound to pay tithes, but they may receive them. Another reason applies to other religious, who though clerics do not dispense spiritual things to the people; for according to the ordinary law they are bound to pay tithes, but they are somewhat exempt by reason of various concessions granted by the Apostolic.

[[ Rohaniwan yg menjadi Klerus, jika mereka memiliki kepedulian terhadap jiwa-jiwa (Jemaat), dan membagikan hal-hal rohani kepada umat, tidak terikat untuk membayar persepuluhan, tetapi mereka boleh menerimanya. Alasan lain berlaku untuk agama lain, yg meskipun Klerus tidak membagikan hal-hal spiritual kepada umat; karena menurut hukum biasa mereka terikat untuk membayar persepuluhan, tetapi mereka agak dikecualikan karena berbagai konsesi yg diberikan oleh Apostolik. ]]
(Cap. Ex multiplici, Ex parte, and Ad audientiam, de Decimis [[tentang Persepuluhan]])

Antara tahun 774 hingga 777 raja Frank, Charlemagne, menghancurkan kerajaan Lombard Arian yg memisahkan kerajaannya dari Italia utara. Dengan mengutip Hukum Musa melalui otoritasnya didalam  sinode gereja Katolik Roma, Paus akhirnya meyakinkan Charlemagne untuk mengizinkan Persepuluhan hasil pertanian yg dipaksakan untuk mendukung perkembangan sistem gereja paroki yg mulai berkembang pesat. Pada tahun 785 Paus Hadrianus berusaha memaksakan persepuluhan pada Anglo-Saxon. Sebagai apresiasi atas dukungan Charlemagne kepada gereja Katolik Roma, Paus menobatkan Charlemagne sebagai Kaisar Romawi Suci.

Pada tahun 906, raja Edgar secara hukum memberlakukan persepuluhan makanan di Inggris. Pada tahun 1067 dan 1078, pada Konsili Gereja Gerona, dan pada tahun 1215 pada Konsili Lateran Keempat, persepuluhan semakin diterapkan di semua negeri di bawah sistem pemerintahan Gereja-Negara. Semua warga negara, termasuk orang Yahudi, diwajibkan untuk memberikan persepuluhan kepada gereja Katolik Roma. Seorang petani biasa memberikan persepuluhan pertama dari tanahnya kepada penguasa atau tuan tanah sekulernya (yg sering kali adalah gereja Roma) dan sepersepuluh kedua kepada gereja secara langsung. Pada tahun 1179, Konsili Lateran Ketiga memutuskan bahwa hanya Paus yg dapat membebaskan orang dari kewajiban memberi persepuluhan.

Selama beberapa abad, hak untuk mengumpulkan persepuluhan pertanian bergeser bolak-balik antara Kepausan dan otoritas sekuler – tergantung pada kekuatan mana yg paling kuat. Paus Innocent III (1198-1216), untuk memperkuat dan memurnikan gereja, memerintahkan agar persepuluhan untuk mendukung gereja Katolik Roma didahulukan dari semua pajak lainnya.

Memaksakan persepuluhan pertanian dari orang Yahudi menjadi sangat parah di Inggris dan negara-negara Jerman. Mulai sekitar abad ke-14, orang Yahudi bahkan tidak diizinkan memiliki tanah di banyak negara. Ini memaksa orang-orang Yahudi keluar dari negeri itu dan mengalihkan profesi mereka ke dunia Perbankan dan Perdagangan karena pekerjaan dan uang itu tidak termasuk dalam persepuluhan. Pada tahun 1372 bahkan Klerus di Jerman memberontak karena harus membayar persepuluhan kepada Paus.

Tidak lama setelah Alkitab diterjemahkan ke dalam bahasa lokal, Otto Brumfels pada tahun 1524 menyatakan bahwa Perjanjian Baru tidak mengajarkan persepuluhan. Hal ini membuat Paus Gregorius VII beberapa tahun sesudahnya, dalam upaya mengendalikan kepemilikan sekuler atas persepuluhan, sekali lagi melarang kepemilikan persepuluhan oleh kaum Klerus.

Konsili Trente (1563) yg merupakan pergerakan gereja Katolik Roma untuk menahan arus Reformasi menyatakan bahwa :

Tithes are due to God or to religion, and that it is sacrilegious to withold them. And one of the six precepts of the Church commands the faithful to pay tithes to their pastors.

[[ Persepuluhan adalah hak Allah atau agama, dan adalah perbuatan asusila untuk menahannya. Dan salah satu dari enam ajaran gereja (Katolik Roma) memerintahkan umat beriman untuk membayar persepuluhan kepada pastor mereka. ]]

Menarik untuk diketahui bagaimana pendapat Teolog Protestant terkait dengan Persepuluhan. John Wycliffe (1328-1384) dan John Huss (1373-1415), keduanya menyamakan persepuluhan sama dengan persembahan ucapan syukur. Sementara Wycliffe bersikeras bahwa persepuluhan tidak diperintahkan dalam Perjanjian Baru. Huss dan para pengikutnya menyimpulkan bahwa Hukum Perjanjian Lama tidak mengikat orang Kristen. John Smyth (1609) mengatakan Kristus menghapuskan persepuluhan karena perubahan imamat. Francis Turrentin (1623-1687) menyatakan bahwa menurut Hukum Perjanjian Lama seperti persepuluhan dan buah sulung tidak mengikat. Dia menyimpulkan bahwa metode untuk mendukung pendeta harus menekankan kesukarelaan.

Selain itu, Teolog Protestant yg lain berada dalam posisi yg senada ketika berbicara tentang Persepuluhan, dalam sebuah kesempatan Martin Luther mengajarkan :

But just as the Jews fail, so also do the Gentiles. Therefor it is natural to honor God, not steal, not commit adultery, not bear false witness, not murder; and what Moses commands is nothing new. For what God has given the Jews from heaven, he has also written in the hearts of all men. Thus, I keep the commandments which Moses has given, not because Moses gave the commandment, but because they have been implanted in me by nature, and Moses agrees exactly with nature, ......

[[ Tetapi sama seperti orang-orang Yahudi gagal, demikian juga orang-orang bukan Yahudi. Oleh karena itu wajar untuk menghormati Tuhan, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak mengucapkan saksi dusta, tidak membunuh; dan apa yang diperintahkan Musa bukanlah hal baru. Untuk apa yang telah Tuhan berikan kepada orang-orang Yahudi dari surga, Dia juga telah menulis di dalam hati semua orang. Jadi saya menaati perintah-perintah yg telah diberikan Musa, bukan karena Musa memberikan perintah itu, tetapi karena perintah-perintah itu telah ditanamkan dalam diri saya oleh alam, dan Musa persis sama dengan alam, ....... ]]

But the other commandments of Moses, which are not [implanted in all men] by nature, the Gentiles do not hold. Nor do these pertain to the Gentiles, such as the tithe and others equally fine which I wish we had too. Now this is the first thing that I ought to see in Moses, namely, the commandments to which I am not bound except insofar as they are [implanted in everyone] by nature [and written in everyone's heart].

[[ Tetapi perintah-perintah Musa lainnya, yg tidak [ditanamkan pada semua orang] secara alami, tidak dipegang oleh orang-orang bukan Yahudi. Ini juga tidak berkaitan dengan orang-orang bukan Yahudi, seperti persepuluhan dan lainnya sama baiknya yg saya harap kita miliki juga. Sekarang ini adalah hal pertama yg harus saya lihat dalam Musa, yaitu, perintah-perintah yg saya tidak terikat kecuali sejauh mereka (ditanamkan dalam setiap orang) secara alami (dan tertulis dalam hati setiap orang). ]]

** Martin Luther -- How Christians Should Regard Moses, April 27, 1525 **

Berbeda dengan Teolog Protestant yg lain, John Calvin (1509–1564) mendukung praktik Persepuluhan yg mana menurut Calvin, umat Kristen tidak boleh menghilangkan sekecil apapun Hukum yg ada didalam Taurat, terkait dengan hal itu dia menuliskan :

He [Jesus] therefore acknowledges that whatever God has enjoined ought to be performed, and that no part of it ought to be omitted, but maintains that zeal for the whole Law is no reason why we ought not to insist chiefly on the principal points. Hence, he infers that they overturn the natural order who employ themselves in the smallest matters, when they ought rather to have begun with the principal points; for tithes were only a kind of appendage. Christ therefore affirms that he has no intention to lessen the authority even of the smallest commandments ...  It is therefore our duty to preserve entire the whole Law ... Hence, we conclude that all the commandments are so interwoven with each other, that we have no right to detach one of them from the rest.

[[ Karena itu Dia (Yesus) mengakui bahwa apa pun yg diperintahkan Tuhan harus dilakukan, dan tidak ada bagian darinya yg boleh dihilangkan, tetapi menyatakan bahwa semangat untuk seluruh Hukum bukanlah alasan mengapa kita tidak harus bersikeras terutama pada poin-poin utama. Oleh karena itu ia menyimpulkan mereka menjungkirbalikkan tatanan alam yg mempekerjakan diri mereka sendiri dalam hal-hal terkecil, ketika mereka seharusnya mulai dengan poin-poin utama; karena persepuluhan hanyalah semacam pelengkap. Oleh karena itu Kristus menegaskan bahwa Ia tidak bermaksud untuk mengurangi otoritas bahkan dari perintah-perintah yg terkecil sekalipun. ... Oleh karena itu adalah tugas kita untuk melestarikan seluruh seluruh Hukum. ... Oleh karena itu kami menyimpulkan bahwa semua perintah begitu terjalin satu sama lain, sehingga kami tidak berhak untuk memisahkan salah satunya dari yang lain. ]]

** John Calvin, Commentary on a Harmony of the Evangelists, Matthew, Mark, and Luke, 3 vols ... Trans. William Pringle (Grand Rapids: Baker, 1999), 3:92 **

Charles Spurgeon (1834-1892), penulis The Pilgrim's Progess mengajarkan :

It is also noteworthy that, with regard to Christian liberality, there are no rules laid down in the Word of God. I remember hearing somebody say, I should like to know exactly what I ought to give. Yes, dear Friend, no doubt you would; but you are not under a system similar to that by which the Jews were obliged to pay tithes to the priests. If there were any such rule laid down in the gospel, it would destroy the beauty of spontaneous giving, and take away all the bloom from the fruit of your liberality.

[[ J
uga patut dicatat bahwa, berkenaan dengan kemurahan hati umat Kristen, tidak ada aturan yg ditetapkan dalam Firman Tuhan. Saya ingat pernah mendengar seseorang berkata, "Saya ingin tahu persis apa yg harus saya berikan."
"Ya, Sahabat terkasih, Anda pasti akan melakukannya; tetapi Anda tidak berada di bawah sistem yg serupa dengan sistem yg mewajibkan orang Yahudi untuk membayar persepuluhan kepada para imam. Jika ada aturan seperti itu yg ditetapkan dalam Injil, itu akan menghancurkan keindahan memberi secara spontan, dan menghilangkan semua bunga dari buah kemurahan hati Anda." ]]

** Metropolitan Tabernacle Pulpit, 68 vols. (Pasadena, TX: Pilgrim, 1974), 47:97 **

I have read some amazing statements upon the divine right of tithes. It seems to be established in the minds of some that if God gave the tithes to Levi he must, therefore, have given them to Episcopalian ministers: an inference which I fail to see. I should just as soon draw the inference that he had given them to Baptist ministers; certainly it would be no more illogical. The idea of our being priests, or Levites, in order to get compulsory tithes, would be too abhorrent to be entertained for a moment.

[[ Saya telah membaca beberapa pernyataan yg menakjubkan tentang hak ilahi dari persepuluhan. Tampaknya ditetapkan dalam pikiran beberapa orang bahwa jika Tuhan memberikan persepuluhan kepada Lewi, dia pasti telah memberikannya kepada para pendeta Episkopal: sebuah kesimpulan yg gagal saya lihat. Saya harus segera menarik kesimpulan bahwa dia telah memberikan mereka kepada pendeta Baptis; tentu itu tidak akan lebih tidak logis. Gagasan bahwa kita menjadi imam, atau orang Lewi, untuk mendapatkan persepuluhan wajib, adalah hiburan yg menjijikan. ]]

** Metropolitan Tabernacle Pulpit 28:694 **

Pada tahun 1714 gereja Anglikan di Inggris meminta persepuluhan pertanian dari Katolik Roma dan Presbiterian untuk mendukung gereja Irlandia yg kemudian memicu pemberontakan di Prancis. Tahap paling awal dari Revolusi Prancis adalah tindakan yg menyerang hak istimewa dan status gereja Katolik Roma. Pada tahun 1789, persepuluhan dihapuskan di Prancis oleh otoritas sekuler. Pemberontakan lain terhadap persepuluhan menyusul. Antara tahun 1836 dan 1850 persepuluhan sebagian besar dihapuskan di Inggris yg kemudian diubah menjadi sewa yg harus dibayar tunai. Pada tahun 1868, sebagai akibat dari agitasi yg dimulai setidaknya sejak tahun 1830-an dan yang didukung oleh Dissenters, pembayaran wajib persepuluhan kepada Paroki Lokal untuk pemeliharaan gereja dihapuskan dan dibuat murni sukarela. Namun, persepuluhan tidak dihapuskan sampai tahun 1936 di Inggris.

Di Kanada, hingga akhir tahun 1868, Konsili Quebec Keempat menyatakan bahwa persepuluhan adalah wajib. Untuk sementara persepuluhan bahkan diwajibkan di tanah Prancis di Dunia Baru sampai wilayah itu dijual. Pada tahun 1871, persepuluhan dihapuskan di Irlandia. Pada tahun 1887 persepuluhan berakhir di Italia.

Di Jerman Barat, penduduk harus secara resmi meninggalkan keanggotaan gereja untuk menghindari pajak gereja yg wajib. Di tempat lain, gereja Ortodoks Timur tidak pernah menerima persepuluhan dan para anggotanya tidak pernah mempraktekkannya namun gereja Katolik Roma masih menetapkan persepuluhan di setiap wilayah di mana itu disetujui oleh Hukum, saat itu beberapa Sinodal Protestan masih menganggap persepuluhan sebagai kewajiban. Saat ini sebagian besar badan keagamaan telah meninggalkan praktik persepuluhan wajib, khususnya di Amerika Serikat, di mana tidak ada sistem persepuluhan yg pernah diterapkan secara umum setelah Revolusi Amerika.

Persepuluhan tidak pernah menjadi persyaratan hukum di Amerika Serikat. Namun demikian, gereja tertentu seperti gereja Mormon (Latter Day Saints) dan gereja Advent Hari Ketujuh diharuskan untuk memberi persepuluhan TETAPI Jemaat Kristen di Gereja lain melakukannya secara sukarela. Gereja Baptis Selatan mendefinisikan persepuluhan sebagai “harapan” dan beberapa cabang gerejanya menjadikan persepuluhan sebagai persyaratan keanggotaan (selain memegang jabatan gereja).

Eropa perlahan-lahan menolak pajak negara-gereja dan divine rights raja-raja, Eropa juga menolak persepuluhan yg dipaksakan kepada gereja-gereja yg didukung negara.

Sejarah mencatat bahwa persepuluhan paling cocok dengan ekonomi negara-gereja yg mirip dengan Teokrasi Israel. Sejarah juga mengungkapkan bahwa persepuluhan menjadi doktrin “Kristen” hanya setelah gereja Katolik Roma bergandengan tangan dengan kekuatan sekuler dan politik. Namun, sama seperti keharusan memberikan Persepuluhan yg tidak pernah menghasilkan pertumbuhan rohani di Israel-Perjanjian Lama, demikian pula persepuluhan tidak pernah mengarah pada pertumbuhan rohani ketika digunakan oleh orang Kristen dan akhirnya dihentikan oleh Gereja-Negara.

Baik Katolik Roma maupun Protestan pada saat itu telah bersalah atas penindasan dan penganiayaan terkait undang-undang persepuluhan yg diamanatkan negara. Dan, seperti persepuluhan Perjanjian Lama di Kerajaan Israel Kuno, tidak ada hal baik yg pernah dihasilkan dari upaya memaksakan persepuluhan pada orang lain. Bahkan jika Kita dengan jujur memaknai persembahan janda miskin sebagaimana yg dicatat dalam Lukas 21:1-4, praktik Persepuluhan didalam bangsa Israel telah mengarah ke sesuatu yg menyedihkan, meskipun Tuhan Yesus memuji perbuatan janda miskin tersebut, namun pertanyaannya adalah :

Bagaimana bisa dia menjalani hidupnya dikemudian hari jika seluruh harta yg dia miliki diberikan ke Bait Allah...?

Ketika imam besar hidup dengan makanan yg berlimpah tanpa berkekurangan, janda miskin masih harus mengemis ataupun bekerja serabutan hanya untuk anggaplah sekali makan dalam sehari. Sementara orang-orang kaya memberi dalam kelimpahan, janda miskin ini memberikan seluruh miliknya. Ketika Kita membaca kisah itu dan beranggapan bahwa penekakannya adalah pemberian yg ikhlas, mungkin Kita telah mengabaikan rangkaian peristiwa yg ditulis Lukas.
Sebelumnya Lukas mencatat bahwa Yesus memberi peringatan kepada Kita untuk berhati-hati dengan pemimpin agama dan ahli Taurat yg ''menelan rumah janda-janda dan yang mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang" (Lukas 20:47). Mereka ''menyita'' harta orang miskin lewat ajaran tentang persembahan harta dan kesalehan hidup.
Lukas kemudian menceritakan kepada Kita bahwa janda itu ''memberi seluruh nafkahnya'' (Lukas 21:4). Anda mungkin akan menyanggah ''Tetapi dia memberikannya kepada Bait Allah -- pemberian kepada Allah, bahkan Yesus memuji perbuatan janda itu''. Namun di Ayat selanjutnya Lukas mengatakan :

Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus:
Apa yang kamu lihat di situ--akan datang harinya di mana tidak ada satu batupun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan.

Lukas 21:5-6

Apa yg sebenarnya yg dimaksud Lukas kepada Kita melalui urutan peristiwa itu...?
Apakah janda itu contoh dari pemberian yg penuh pengorbanan ataukah Yesus sedang menjadikannya sebagai contoh tentang bagaimana pemuka Agama dapat mengeksploitasi kesalehan janda miskin...?
Sebuah kontras pengajaran yg masih ada didalam sebagian gereja hingga saat ini.


 ** Refleksi Tentang Persembahan Persepuluhan di era Kekristenan Modern **

Pendeta J.D. Greea dari The Summit Church dari Durham, Carolina Utara, menerima banyak sekali pertanyaan tentang apakah Persepuluhan itu Alkitabiah. Pertanyaan yg masuk berkali-kali akan kembali kepada "apakah kita di bawah hukum Taurat atau kasih karunia?"
Greear menyatakan meskipun "Yesus tidak membiarkan kita hidup di bawah Hukum Taurat, bukan perpuluhan atau apapun, tetapi ide untuk memberikan sepersepuluh dari seluruh pendapatan merupakan panduan yg baik".

Grear melanjutkan, "Kita tidak lagi berada di bawah bangsa Teokratis Israel, namun bagaimana Tuhan telah membentuk perekonomian bagi umat-Nya tidaklah berubah, hukum itu diberikan untuk membantu kita hidup di dalam kemurahan dan rasa syukur kepada Tuhan. Itulah yg memberikan efek abadi kepada hukum tersebut".

Greear menekankan bahwa Persepuluhan bukanlah hukum wajib bagi orang Kristen yg tentu berbeda bagi bangsa Israel. Namun pada saat yang sama, Injil menyerukan untuk kita masuk dalam level yg lebih tinggi dalam meresponi Hukum Allah.
"Perintah Allah mengatakan ‘Jangan membunuh’, namun Yesus mengatakan Injil menuntut kita untuk mengasihi saudara kita dan tidak membencinya, bahkan terhadap musuh kita".
"Jadi jika hukum berkata ‘berikan sepersepuluh’, kemurahan hati seperti apa yang dituntut oleh Injil? Bukankah kemurahan hati yang lebih besar dari sepersepuluh, sama seperti perintah lainnya yg diajarkan oleh Kristus?"

Pete Wilson, senior pastor dari Cross Point Church di Nashville, memiliki pandangan yg serupa. "Jika Anda bertanya kepada saya apakah Anda harus memberikan Persepuluhan, saya akan menjawab: Mungkin saja tidak. Menurut saya, Anda harus memberikan proporsi yg lebih besar dari penghasilan Anda. Kasih karunia Yesus Kristus seharusnya memaksa kita untuk memberikan lebih dari yg diperintahkan oleh hukum Taurat."

Dengan cara yg sama, Greear percaya bahwa dalam Injil yg menyentuh jiwa, "Persepuluhan seharusnya menjadi dasar bagi persembahan. Dan orang Kristen seharusnya menyisihkan ‘Persepuluhan’ terlebih dahulu dan bukannya sisa setelah menghitung segala pengeluaran.". Bagi Greear, prinsip "Buah Sulung" juga berarti 'Persepuluhan sebelum 'pajak' (pengeluaran rutin yg harus dilakukan oleh setiap keluarga Kristen).

"Sebagian besar dari kita, bahkan mereka yang memiliki penghasilan berlebih, akan selalu merasa bahwa kita tidak dapat memenuhi tuntutan Persepuluhan. Saya tidak pernah dapat mengakhiri bulan dengan menyisakan sepersepuluh dari penghasilan saya. Itulah sebabnya saya pikir bahwa prinsip Buah Sulung sangat penting untuk gaya hidup di bawah otoritas Tuhan. Buah Sulung harus ditujukan kepada Tuhan, dan Persepuluhan adalah sesuatu yg tepat untuk memulai."

Menyadari bahwa argumennya tentang perpuluhan dapat dianggap sebagai ‘egois’ dan ‘manipulatif’, mengingat perannya sebagai Pendeta, Greear menghimbau kepada mereka yg memiliki perasaan curiga untuk memberikan Persepuluhan di tempat lain.
"Jika hal ini mengganggu Anda, kami tidak memerlukan uang Anda. Berikan ke tempat lain, namun saya ingin Anda mengalami sukacita dari ketaatan dan iman dalam area ini," ungkapnya menegaskan.

Dalam menanggapi pembaca yg berkeyakinan bahwa perintah perpuluhan telah berakhir di Kayu Salib dan mereka yg lebih lanjut menolak argumen bahwa bagi yg tidak memberikan Persepuluhan telah merampok Allah, Greear membuat sebuah pernyataan yg jelas: "Tuhan tidak membutuhkan uang kita atau penyembahan kita atau komitmen kita atau apapun."

"Ibadah Gereja sepenuhnya tentang apa yg telah Tuhan berikan kepada kita di dalam Kristus dan bagaimana kita secara bebas menanggapi melebihi penyembahan, pengorbanan dan uang kita," ungkapnya. "Tuhan tidak membutuhkan apapun yg ditawarkan dalam ibadah. Kitalah pihak yg membutuhkan hal itu. Jadi, pemberian kita adalah untuk Tuhan, namun dalam meresponi apa yg telah Tuhan lakukan dalam hidup kita dengan menggunakannya untuk menyebarkan secara lebih lagi dari apa yg telah Tuhan berikan kepada kita."

** Sebuah artikel dari sabda tentang Persembahan Persepuluhan **

Di Gereja tertentu yg pengelolaan keuangannya dilakukan sendiri oleh Pendeta, mereka menekankan bahwa persembahan persepuluhan harus diberikan secara utuh dan rutin ke Gereja tersebut. Jemaat dilarang memberikan persembahan persepuluhan kepada pelayanan yg lain.

Tetapi di Gereja Protestan, pengelolaan keuangan Gereja dilakukan oleh bendahara Gereja atau bendahara Sinode (Presbiterian Sinodal), dan Pendeta mendapat gaji/upah bulanan secara tetap yg jumlahnya diputuskan oleh Sidang Sinode atau Sidang Majelis.

Di Gereja Protestan, persembahan yg diberikan oleh Jemaat digunakan selain untuk kehidupan pelayan Firman dan keluarganya, juga digunakan untuk Pelayanan Diakonia, Penginjilan atau pun yg lain. Seluruh persembahan dari Jemaat yg diberikan ke Gereja dikelola oleh Majelis Jemaat melalui Bendahara Majelis, dan dilaporkan secara terbuka kepada Jemaat dalam Laporan Keuangan secara berkala. Dengan pola seperti itu Jemaat secara langsung bisa mengetahui secara jelas penggunaan keuangan Gereja dan juga melakukan pengontrolan.

Mengenai cara pemberian persepuluhan untuk Gereja yg menekankan bahwa persembahan persepuluhan harus diberikan kepada Pendeta, hendaknya dilakukan seperti itu. Karena pengelolaan keuangan dilakukan sendiri oleh Pendeta yg bersangkutan.

Tetapi untuk Gereja yg menerapkan Sistem Presbiterial (Sidang Majelis) atau Sinodal (Sidang Sinode), persembahan persepuluhan dapat dimasukkan ke dalam persembahan bulanan atau dimasukkan secara langsung ke dalam kantong persembahan.

Jika Gereja tersebut telah memiliki kemampuan finansial yg besar, persembahan persepuluhan itu bisa juga diberikan kepada pelayan Firman lain yg 'membutuhkan' atau diberikan kepada orang asing, anak yatim atau janda miskin (Ulangan 14:29, 26:12). Tetapi diingatkan oleh Rasul Paulus, bahwa janda yg berhak menerima persembahan persepuluhan adalah janda tua yg miskin, bukannya janda muda yg cantik (1 Timotius 5:5-15).

Persembahan persepuluhan sebaiknya diberikan kepada Gereja lokal tempat orang Kristen tersebut dilayani. Gereja lokal akan mengelola persembahan persepuluhan untuk digunakan sesuai dengan pelayanan yg dilakukan di Gereja tersebut.

Tetapi tidak tertutup kemungkinan, orang Kristen memberikan persembahan persepuluhan secara langsung kepada pelayan Firman yg lain yg 'membutuhkan', orang miskin, anak yatim atau pun janda tua miskin sesuai dengan tuntunan Roh Kudus dalam hatinya (Matius 19:21).

Pada saat seorang Kristen memberikan persembahan persepuluhan dengan setia dan penuh sukacita, maka Tuhan PASTI menggenapi janji-Nya untuk "Membuka tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat sampai berkelimpahan." (Maleakhi 3:10)

Tuhan Yesus tidak menilai berapa banyak dan kepada siapa persembahan persepuluhan itu diberikan, tetapi Dia menilai hati si pemberi persembahan itu. Tuhan Yesus mengajarkan orang Kristen untuk memberikan persembahan dengan sukacita agar tidak terikat kepada harta bendanya - karena sukar sekali bagi orang kaya (yg umumnya bergantung dan mengandalkan hidup pada kekayaannya) untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Matius 19:23).

Jadi, sebaiknya orang Kristen tidak perlu mempertentangkan mengenai ketentuan pemberian persembahan persepuluhan dan kepada siapa harus diberikan. Lebih baik mencoba melakukan sendiri untuk menguji sejauh mana Kebenaran firman Tuhan di Maleakhi 3:10 dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya minta bimbingan Roh Kudus untuk menunjukkan kepada siapa persembahan itu akan diberikan. Kepada Gereja lokal, kepada pelayan Firman yg 'membutuhkan', kepada orang asing, anak yatim atau kepada janda tua yg miskin.

** Tambahan **

Untuk lebih memahami tentang pengelolaan keuangan didalam Gereja, ada baiknya Kita mengenal beberapa sistem Pemerintahan didalam Gereja karena melalui itu, Kita bisa memahami apa dan bagaimana sistem Pemerintahan didalam Gereja ditempat Kita beribadah.

  1. Sistem Presbiterial adalah suatu sistem dimana Greja dipimpin oleh para Presbiter (Penatua). Keputusan tertinggi telah tersedia pada persidangan Presbiter (Majelis Jemaat). Gereja dipimpin oleh pejabat-pejabat Gerejawi yg secara kolektif dinamakan Majelis Jemaat.

  2. Sistem Sinodal adalah suatu sistem dimana Gereja dipimpin oleh persidangan para pejabat Gerejawi yg disebut Sinode. Persidangan Sinode ini merupakan instansi tertinggi yg keputusannya harus dilaksanakan oleh Jemaat yg tergabung dalam Sinode tersebut.
  3. Sistem Presbiterial Sinodal adalah penggabungan antara sistem presbiter dan sinodal. Maka pengambilan keputusan tertinggi di Jemaat Lokal berada di tangan Presbiter (Majelis Jemaat) dan pengambilan keputusan tertingggi dari Jemaat Lokal berada di tangan Sinode (Pejabat Gerejawi). Gereja Kemah Injil Indonesia, organisasi dimana penulis berjemaat menganut sistem ini.

  4. Sistem Kongregasional adalah jenis pemerintahan Gereja yg berpusat pada Kongregasi atau Jemaat atau Gereja Lokal. Kata "Kongregasional" memiliki akar kata "Kongregasi" yg berasal bahasa Latin, congregationes, yg berarti pertemuan bersama-sama atau pertemuan rutin.
    Bentuk Gereja Kongregasional adalah kongregasi-kongregasi yg tidak mengenal struktur di atas mereka. Karena itu, Kongregasi atau Gereja Lokal adalah Gereja yg otonom, dan bukan merupakan bagian dari Gereja Regional atau Gereja Nasional. Sistem ini tidak mengakui wibawa sidang-sidang (misalnya sidang sinode) yg mengikat atau membuat keputusan final. Keputusan-keputusan yg diambil dalam kongregasi harus bergantung pada persetujuan umat atau seluruh anggota kongregasi
  5. Sistem Episkopal merujuk kepada sistem kepemimpinan Gereja yg bersifat hierarkhis. Kata episkopal berasal dari kata episkopos yg berarti uskup. Di dalam sistem ini, Gereja dipimpin oleh seorang uskup atau beberapa uskup yg merupakan pimpinan tertinggi dalam pengertian hierarkhis (dari atas ke bawah). Dalam pelaksanaan dari sistem ini terdapat juga Episkopal Monarkhis, dimana dari antara para uskup itu dipilih seorang pemimpin yg disebut Paus yg memiliki kuasa tertinggi karena ia dianggap mewarisi keutamaan dari Rasul Petrus.
    Sistem Episkopal ini ditemukan kebanyakan di dalam gereja Ortodoks dan Katolik Roma.
  6. Sistem Kependetaan merujuk kepada sistem pemerintahan Gereja dimana otoritas tertinggi berada ditangan pendeta di Gereja tersebut. Dalam sistem ini, seorang Pendeta dibantu oleh satu atau lebih Wakil Pendeta, Penatua dan Majelis (atau istilah lain yg digunakan oleh Gereja tersebut).
  7. Sistem Kepenatuaan adalah sistem pemerintahan Gereja dimana otoritas tertinggi berada ditangan Penatua di Gereja tersebut. Meskipun punya asal kata yg sama dengan 'Presbiterian' namun didalam sistem Kepenatuaan tidak ada Sinode yg membawahi sejumlah Gereja lokal.

Di dalam Gereja Protestan Arus Utama, sebagian besar menganut Sistem Pemerintahan Presbiterian, Sinodal dan Presbiterian-Sinodal. Kata presbiterial berasal dari kata presbiter (dari bahasa Yunani) atau zaqen (dari bahasa Ibrani).

Ada 3 macam Zaqen dalam Perjanjian Lama:

  1. Yang bertindak sebagai wakil-wakil seluruh bangsa (Keluaran 3:16)
  2. Yang bertindak sebagai wakil-wakil suku (Hakim-Hakim 11:5)
  3. Sebagai pemuka-pemuka kota (Hakim-Hakim 8:14)

Dengan berbagai macam Zaqen ini maka mereka mempunyai berbagai fungsi, misalnya:

  1. Membebaskan Israel dari Mesir (Keluaran 3:16)
  2. Mengusut perkara pembunuhan (Ulangan 21: 22)
  3. Mengadili pembunuh (Ulangan 9:12)
  4. Mengurus perkara cekcok dalam pernikahan (Ulangan 22:15; 25:7)

Fungsi Zaqen ini haruslah dilihat dalam konteks (situasi kehidupan) bahwa bangsa Israel menyadari dirinya adalah umat pilihan Allah yg diperlengkapi dengan berbagai peraturan yg bertujuan untuk memelihara nilai-nilai dan norma-norma kehidupan seperti yg dikehendaki Allah. Dalam rangka mempertahankan dan memelihara kehidupan, dalam kedudukannya seperti yang disebutkan di atas maka bangsa Israel memerlukan  para Zaqen selaku pengontrol kehidupan sosial di dalam umat Allah.

Peranan para Zaqen  ini tampaknya berlangsung sepanjang sejarah kehidupan bangsa Israel itu sendiri: sejak keluaran dari Mesir, melalui para Hakim, para Raja, pembuangan ke Babel, kembali dari pembuangan Babel sampai pada jaman Perjanjian Baru. Walaupun pada jaman Raja-Raja, para raja mempunyai kepemimpinan atas umat Israel, namun para raja pun mengakui peranan dan kedudukan Zaqen tersebut (1 Raja-Raja 8: 1, 3; 10:1, 2 Raja-Raja 10: 1; 19:2; 23:1).

Di dalam Perjanjian Baru, kata Presbiter dalam konteksnya masing-masing dapat dikelompokkan dalam empat kelompok pengertian:

  1. Yang menunjuk pada usia tua dalam artian umum (Kisah Para Rasul 2:17, 1 Timotius 5:1-2, 1 Petrus 5:5, Lukas 15:27)
  2. Yang menunjuk kepada nenek moyang atau pemimpin agama di masa lampau (Matius 15:2, Markus 7:3,5)
  3. Yang menunjuk kepada para penatua Yahudi (Matius 16:21, Kisah Para Rasul 4:4-5,8,23; 6:12; 23:14; 24:1)
  4. Yang menunjuk kepada Penatua Gereja (Kisah Para Rasul 11:30; 14:23; 15:2,4,6,22-23; 1 Timotius 5:17,19; Titus 1: 5)

Dengan demikian peranan Presbiter dalam Perjanjian Baru sangat penting dalam kaitan dengan umat, yaitu dalam hal kepemimpinan dan pengontrol sosial. Oleh sebab itu kita dapat mengatakan bahwa peranan Presbiter tidak banyak berbeda dengan peranan Zaqen dalam Perjanjian Lama.

Ketika Gereja mula-mula mengalami perkembangan yg pesat maka mau tidak mau peranan Presbiter pun berkembang. Sehingga muncul beberapa jenis presbiter yg ditentukan oleh pelayanannya, yaitu:

  1. Presbiter yg bertindak selaku gembala, selaku pemberi teladan (1 Petrus 5:1-3). Tekanan pelayanannya adalah pada soal penggembalan/pengabdian diri dan bukan pada pemerintahannya.
  2. Presbiter yg mengunjungi orang sakit dan mendoakannya (Yakobus 5:14)
  3. Presbiter yg bertugas berkhotbah dan mengajar (1 Timotius 5:17)

Sementara Sinodal/Sinode berarti berjalan bersama, seperjalanan, berpikir bersama, bertindak bersama. Sebagai contoh dari hidup bersinode dapat kita lihat dalam Kisah Para Rasul 15. Pada jaman Paulus dan Barnabas, dalam jemaat Anthiokia muncul suatu masalah yg harus dipecahkan yaitu apakah orang-orang kafir (bukan Yahudi) yg akan masuk Kristen harus menjalani proses proselitisasi Yahudi dahulu...? Apabila hal ini merupakan keharusan maka berarti orang-orang bukan Yahudi ini harus tunduk kepada peraturan sunat Yahudi.

Sehubungan dengan hal ini terdapat perbedaan pendapat. Juga antara Paulus dan Petrus. Paulus tidak setuju bahwa mereka yg bukan Yahudi harus disunat terlebih dahulu sebelum menjadi Kristen. Sedangkan Petrus sebaliknya. Maka kita dapat membayangkan gejala perpecahan di tengah Jemaat ini. Jemaat Anthiokia adalah Jemaat yg mandiri, artinya dapat mengambil kewenangan sendiri untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tentu saja mereka akan dapat memecahkan masalah tersebut apalagi dengan hadirnya tokoh seperti Paulus, Petrus dan Barnabas. Tetapi mereka tidak berusaha memecahkan masalah itu sendirian karena berkeyakinan bahwa Jemaat ini  juga berada dalam Persekutuan Bersama dengan Jemaat-Jemaat lainnya. Itulah sebabnya mereka membawa masalah ini ke Sidang Gerejawi di Yerusalem. Langkah kebersamaan inilah yg dikenal dengan sebutan Sinodal.


Oleh :
Sesandus Demaskus
Jemaat Gereja Kemah Injil Indonesia 'Adonay' -- Desa Mekar Baru, Kab Kubu Raya - Kalbar


Referensi silang

  1. https://www.sabda.org/pesta/node/627
  2. http://www.tithing-russkelly.com/id15.html
  3. http://www.ukapologetics.net/09/tithing.printer.htm
  4. https://www.newadvent.org/cathen/14741b.htm
  5. https://www.historyireland.com/18th-19th-century-history/the-tithe-war-reports-by-church-of-ireland-clergymen-to-dublin-castle/
  6. https://www.worldhistory.biz/sundries/32710-bibliography.html
  7. https://www.historytoday.com/archive/french-revolution-and-catholic-church
  8. https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/01440365.2021.1946198 
  9. https://www.ecatholic2000.com/councils2/untitled-16.shtml
  10. https://www.ecatholic2000.com/councils/untitled-48.shtml