17 Desember 2022

Generasi Iman Didalam Jemaat Kristus

Generasi Iman (anak-anak Sekolah Minggu) GKII Jemaat Adonay

Dalam setiap generasi selalu terjadi pergulatan didalam jemaat Tuhan, antara kehadirannya sebagai Tubuh Kristus dan lembaga yang disebut Gereja. Tidak ada solusi permanen untuk menyelesaikan masalah ini selain ketaatan dan iman.

Sejak kematian para rasul Kristus hingga saat ini, sebagian umat Kristiani merasa frustasi dengan yang namanya institusi Gereja sehingga mereka mencoba mengidupi imannya sendirian, tetapi iman yang diajarkan didalam Perjanjian Baru mustahil untuk bertahan diluar komunitas/persekutuan, mereka hanya timbul sesaat kemudian mati dan kembali muncul di periode selanjutnya.

Jemaat Montanis awalnya terbentuk karena kekecewaan dengan kehidupan institusi Gereja saat itu sehingga mereka berupaya menghidupkan tradisi asketis dan Evangelical Spirit (semangat penginjilan) namun akhirnya jatuh kedalam kesesatan karena yang mereka lakukan terlalu menyimpang dari Kebenaran Ilahi dalam Perjanjian Baru.

Ketika Arianisme lahir, uskup Arius pernah mendapatkan posisi terhormat sebagai pemimpin Gereja melalui kedekatannya dengan penguasa/kaisar Romawi saat itu namun karena kegigihan Athanasius menentang ajarannya yang menyesatkan, alhasil Arius bertobat dan ajarannya meredup namun akhirnya mendapatkan tempat melalui Saksi Yehova yang hingga saat ini kembali hidup dan terus diserang secara doktrinal oleh Gereja milik Kristus lintas denominasi dan skismatik.

Pun demikian halnya dengan ajaran Sabelianisme/Modalisme yang kembali mendapat tempatnya melalui Oneness Pentacostal akibat kesalahan umat Kristiani sendiri yang tidak memahami atau tidak menerima pengajaran tentang dogma Tritunggal Maha Kudus, peran para pelayan Firman pun tidak terlalu mendalam sampai akhirnya mereka sadar bahwa ada banyak Jemaat yang diabaikan secara doktrinal. Perkembangan doktrin Oneness Pentacostal kembali terhambat ketika para pelayan Firman, Apologet dan Jemaat awam Kristen kembali menggali sejarah iman Gereja dan Kebenaran Kitab Suci.

Sekumpulan umat Kristiani dimana saja dapat dengan cukup cepat menjadi sebuah lembaga ditengah mudahnya akses informasi di era sekarang namun dampaknya secara negatif tidak akan jauh berbeda dengan peristiwa di masa lalu.

Perhatikan sejarah Gereja dan sadarilah bahwa permasalahan internal Kekristenan tidak akan pernah berakhir hingga kedatangan Kristus yang kedua. Reformasi Protestan memperjuangkan hak dan tanggung jawab setiap umat Kristiani untuk membaca Kitab Suci dan membuat pilihan dalam hidupnya apakah akan berjalan dalam koridor iman yang benar atau melepaskan itu. Dampaknya secara negatif mulai terasa ketika Kekristenan mulai kembali mendapat tempatnya di Eropa dan Amerika ratusan tahun kemudian sehingga terobosan hak dan tanggung jawab pribadi setiap orang telah menjadi individualisme yang berlebihan, siapa saja, dimana saja, setiap orang boleh menciptakan kedaulatan bagi imannya sendiri.

Sikap individualisme berlebihan yang demikian melahirkan makna iman yang baru bagi sebagian orang dimana Iman Jemaat tidak lagi bersandar pada Kristus serta tulisan-tulisan para nabi dan rasul didalam Alkitab atau ajaran-ajaran Gereja disepanjang sejarah yang terbukti dapat bertahan melawan serangan para penyesat melainkan lebih kepada mempercayai apa yang mau dipercayai, berdasarkan pengalaman pribadi, opini pribadi dan intuisi yang lebih dipercaya daripada pengajaran Kekristenan yang telah terbukti kebenarannya sepanjang sejarah. Kehidupan iman yang demikian telah membawa sebagian umat Kristen dimana Alkitab menggambarkan konsep ini: "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri." (Hakim-Hakim 17:6b).

Meskipun demikian, ketika didalam sejarah kita melihat orang-orang seperti Tertullianus dan Origens, Augustinus dari Hippo dan Patrick dari Irlandia, Peter Waldo dan Thomas Aquinas, Marthin Luther, John Calvin dan Ignatius Loyola,  Thomas Cranmer, Oliver Cromwell dan John Bunyan, A.B Simpsons dan Dietrich Bonhoeffer serta masih banyak lagi yang lain, kita dapat melihat bahwa TUHAN selalu punya cara untuk menyelamatkan setiap generasi dari ajaran yang menyesatkan meskipun jika dipandang dari sudut pandang anakronisme, hal itu tidak sesuai dengan hak asasi manusia.

Bahkan ketika Eropa dan Amerika mengalami de-kristenisasi akibat pengaruh berbagai ajaran yang berusaha mensejajarkan Kebenaran Firman Tuhan melalui iman dengan ilmu pengetahuan; TUHAN tidak kehilangan akal, Dia mengutus para pekabar Injil untuk tersebar hingga ke ujung-ujung bumi meskipun harus melalui tangan penjajahan.

Ajaran Kristiani yang sejalan dengan iman para rasul Kristus didalam Kitab Suci semakin tersebar di dalam komunitas/persekutuan Kristen. Dengan membaca tulisan-tulisan orang Kristen dari budaya dan zaman yang berbeda akan membantu kita untuk memahami sebuah kalimat dari C. S Lewis yang mengatakan:

"Setiap zaman memiliki pandangannya sendiri, adalah sangat baik melihat kebenaran-kebenaran tertentu dan kesalahan-kesalahan tertentu dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu kita membutuhkan buku-buku yang akan mengkoreksi kesalahan-kesalahan karakteristik dari zaman kita sendiri. Itu artinya buku-buku lama, tentu saja bukan karena ada sesuatu yang magis mengenai masa lalu. Orang-orang pada zaman dulu tidak lebih pintar daripada orang-orang zaman sekarang; mereka melakukan kesalahan, sama seperti kita, namun bukan kesalahan-kesalahan yang sama."

Dalam sebuah ajaran tentang pernikahan, John Stott (Teologi dan Pendeta dari Inggris) pernah mengatakan:

"Kita jangan pernah meninggikan kehidupan melajang (seperti yang dilakukan oleh sebagian bapa-bapa Gereja khususnya Tertullianus) seolah-olah itu lebih tinggi dan lebih kudus dari pernikahan. Kita harus menolak tradisi askese yang menghina seks sebagai hawa nafsu yang dilegalkan. Tidak, tidak begitu. Seks adalah karunia yang baik dari Pencipta yang baik dan pernikahan adalah institusi-Nya sendiri. Kalau pernikahan itu baik, kehidupan melajang juga baik, itu contoh keseimbangan dalam Alkitab walaupun Kejadian 2:18 menunjukkan bahwa baik untuk menikah ... Namun 1 Kor 7:1 mengatakan bahwa "adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin." Jadi menikah maupun melajang adalah baik, tidak ada yang lebih baik atau yang lebih jelek daripada yang lainnya."

Demikian juga dalam hal berpakaian, banyak diantara kita yang mengaku ingin menunjukkan penampilan terbaik bagi Tuhan, namun, ketika disaat yang bersamaan kita mengimani bahwa Tuhan melihat kita sepanjang minggu.

Apakah kita benar-benar menunjukkan penampilan kita yang terbaik bagi Dia?

Pada titik ini, di dalam setiap generasi hingga kedatangan Anak-Nya yang kedua, Bapa melalui Roh Kudus akan selalu memastikan bahwa ditengah angkatan yang bengkok hatinya akan selalu ada anak-anak Allah yang bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia.

Tuhan Yesus memberkati

Generasi Iman (anak-anak Sekolah Minggu) GKII Jemaat Adonay

 

Oleh: 

Sesandus Demaskus

Jemaat GKII Adonay desa Mekar Baru, Kab. Kubu Raya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar