02 Februari 2013

Renungan Singkat Tentang Firman ALLAH (Davar Elohim) Yang Menjadi Manusia (Yesus Kristus)

In the name of Father, Son, and Holy Spirit.

‘En arkhe en ho Logos, kai hi Logos en pros ton Theon, khai Theos en ho Logos’

‘Kai ho Logos sarks egeneto’

‘Pada mulanya adalah Firman, dan Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah.’

‘Dan Firman itu menjadi manusia.’

Yohanes 1:1,14

Mengapa Yesus disebut Firman Allah oleh rasul Yohanes?

Apakah ini ada kaitannya dengan Neo-Platonisme?

Kebanyakan orang yang tidak mengerti dan pura-pura tahu alias sok tahu akan mengatakan bahwa Rasul Yohanes telah dipengaruhi oleh filsafat Neo-Platonisme. Tuduhan ini lemah sama sekali dan tidak berdasar.

Penggunaan istilah yang sama belum tentu membuktikan kesamaan konsep diantara keduanya.

Meskipun rasul Yohanes menggunakan istilah ‘Logos’ dalam Injilnya, tetapi maknanya berbeda dengan ‘Logos’ dalam filsafat Yunani.

Ada perbedaan yang sangat jauh antara konsep ‘Logos’ dalam filsafat Yunani dan ‘Logos’ dalam latar belakang kitab Perjanjian Lama yang menjadi dasar pemahaman rasul Yohanes dalam menggunakan istilah ini.

Tidak digubrisnya konsep yang melatar-belakangi istilah ini dalam Perjanjian Lama, dapat menimbulkan kesalahpahaman yang terus-menerus terhadap iman Kristen.

Kesamaan istilah belum membuktikan makna yang sama antara masing-masing kelompok yang menggunakan istilah itu.

Contohnya, penggunaan istilah ‘surga’ dalam terminologi agama Islam dan Kristen. Namun, arti kata ‘surga’ dalam Kristen dan Islam berbeda dengan apa yang dimaknai oleh agama Hindu. ‘Surga’ adalah bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Sansekerta,’Svarga’.

Kata ‘Svarga’ dalam bahasa Sansekerta berasal dari dua kata, yakni ‘Svar’ yang artinya ‘cahaya’ dan ‘Ga’ yang artinya ‘Pergi’.

Dalam agama Hindu, ‘surga’ adalah perjalanan menuju cahaya, dan dimaknai sebagai sebuah tempat persinggahan sementara sebelum mencapai tujuan tertinggi yakni ‘Moksha’.

Pertanyaannya:

Apakah dengan menggunakan kata ‘surga’ dalam terjemahan Alkitab dan Alquran berbahasa Indonesia, lantas dapat dituduhkan bahwa konsep ‘surga’ dalam Kristen,Islam dan Hindu itu sama?

Tentu Kita tidak bisa menyimpulkan sesederhana itu. Meskipun umat beragama (Kristen, Islam dan Hindu) di Indonesia sama-sama mengenal istilah Surga/’Swarga’, tapi masing-masing kelompok memiliki konsep yang berbeda satu sama lain.

Demikian juga penggunaan istilah ‘Logos’ dalam kitab Injilnya, telah ada Septuaginta, terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani yang berasal dari abad ke 2 SM yang menggunakan kata tersebut.

Hal ini dapat dilihat dari Ayat dibawah ini yang dikutip langsung dari Septuaginta.

To logo tou kuriou hoi ouranoi estereothesan....

Oleh Firman Tuhan langit telah dijadikan...

Mazmur 33:6

Septuaginta menggunakan kata ‘Logos’ sebagai terjemahan dari kata Ibrani ‘Davar’.

Septuaginta, memang ditulis untuk orang-orang Yahudi perantauan, sebab itu menggunakan bahasa Yunani.

Namun konsep ‘Logos’ dalam ajaran Neo-Platonisme tidak digunakan. Dalam filsafat Yunani, Logos adalah sebuah ‘intermediary being’ (mahluk perantara) yang bukan Allah dan bukan manusia. Konsep Neo-Platonisme mengenai ‘Logos’ ini dilatar-belakangi oleh pandangan bahwa Allah tidak mungkin berhubungan dengan dunia ciptaan yang serba berubah dan tidak tetap.

Ajaran Neo-Platonisme tentang Allah dan dunia sangat berbeda dengan ajaran Alkitab dan Kekristenan. Para penuduh tersebut jelas-jelas tidak pernah mempelajari ini. Dalam Alkitab, ‘Logos’/Firman Allah itu adalah pernyataan diri Allah sendiri. Firman Allah bukanlah keberadaan lain di luar ‘Essensi’ Allah. Alkitab menegaskan bahwa Firman Allah/’Logos’ bukan ciptaan Allah. Firman Allah/’Logos’ adalah Hikmat Allah yang berdiri di dalam ‘Esensi’ Allah.

Jadi bisa disimpulkan, kata ‘Logos’ dalam filsafat Neo-Platonisme berbeda makna dan konsepnya dengan kata ‘Logos’ yang digunakan rasul Yohanes dalam Injilnya.

Seluruh ajaran Perjanjian Baru dilatar belakangi oleh Perjanjian Lama. Dalam hal ini juga terkait tetntang makna gelar ‘Firman Allah’ bagi Yesus. Latar belakang itu dapat dilacak dari sumbernya, Tarqum Aramaic.

Tarqum adalah terjemahan paraphrase berbahasa Aram dari Perjanjian Lama bahasa Ibrani.

Seperti diketahui, setelah pembuangan ke Babel, orang-orang Yahudi menjadi terbiasa menggunakan bahasa Aram sebagai bahasa sehari-hari sementara bahasa Ibrani hanya digunakan di sinagoge dan upacara keagamaan resmi di Bait Allah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa, gelar ‘Logos’ yang diterapkan pada Yesus, sepenuhnya berakar dari latar belakang Perjanjian Lama, yakni kitab Tarqum dan hampir semua Teolog yang mempelajari Yudaisme sepakat akan hal ini. Para teolog yang dulunya berusaha mencari akar Hellenis dalam Injil Yohanes, kini beralih ke Tarqum. Menurut mereka, Injil Yohanes sepenuhnya berlatar belakang Perjanjian Lama dan bukan dunia Hellenisme. Semakin dicari persamaannya dengan dunia Yunani, semakin ditemukan perbedaan diantara keduanya.

Dalam Tarqum, ketika berbicara tentang pernyataan diri Allah, maka kata YHWH atau Elohim, hampir selalu diterjemahkan dalam bahasa Aram sebagai ‘Memra YHWH/Firman ALLAH’.

Pengertian 'Memra' ialah suatu cara Aramaik untuk menyatakan suatu ke-Ilahi-an atau kehadiran Ilahi. (The Divine Name and Presence, The Memra, Robert Hayward, pp. 134-135).

'Davar' mengandung arti kata, perbuatan dan obyek yang konkrit. 'Davar' adalah fungsi tertinggi dari seseorang karena 'davar' identik dengan perbuatannya. Kata dan perbuatan bukan arti yang berbeda dari 'davar', perbuatan adalah akibat langsung dari 'davar'.

'Memra' merupakan 'penengah ilahi' antara Tuhan yang kudus yang tidak dapat bersentuhan dengan dosa, dengan manusia yang berdosa. Walaupun Tuhan tidak bersentuhan langsung dengan dosa, Ia mengasihi manusia berdosa dan berinisiatif menjangkau manusia melalui 'Memra' (Firman).

Frasa ‘Memra YHWH’ ini terus digunakan secara konsisten dalam Tarqum untuk menunjuk pribadi Allah. Dengan kata lain, ‘Memra YHWH’ atau Firman Allah adalah semacam Nama istimewa dari Allah sendiri. Dan ungkapan inilah yang melatar belakangi penggunakan ‘Logos’ dalam Injil Yohanes.

Contoh penggunaan ‘Memra Alaha’ dalam Tarqum dibawah ini, diambil langsung dari Tarqum berbahasa Aram dan Perjanjian Lama bahasa ibrani.

Lalu bernazarlah Yakub: "Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai,sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka TUHAN akan menjadi Allahku." (Kejadian 28:20-21)

Ayat diatas adalah terjemahan dari text bahasa Ibrani. Dalam Tarqum berbahasa Aram, kata ‘Allah’ dan ‘TUHAN’ diterjemahkan sebagai ‘Memra YHWH’ atau ‘Firman Allah’.

And Jacob vowed a vow, saying, If the Word of the Lord will be my help, and will keep me in which I go, and will give me bread to eat, and raiment to wear, and bring me again peace to my father's house; The Word of The Lord shall be my God. (Genesis 28:20-21, Targum Aramaic)

Artinya

Dan bernazarlah Yakub, ‘jika Firman Tuhan/Memra YHWH menjadi sumber pertolonganku dan menjagaku di jalan yang aku tempun dan memberikan roti untuk aku makan, dan pakaian untuk aku kenakan, serta membawa aku kembali dengan selamat ke rumah ayahku, maka Firman Tuhan/ ‘Memra YHWH’ akan menjadi Ilahku.

Kedua kutipan kitab suci di atas, baik teks Ibrani maupun Targum Aramaic, bila diperhatikan sekilas tidak ada perbedaan. Namun jika diperhatikan antara keduanya, terutama terkait penggunaan Nama Allah. Tarqum berbahasa Aram menerjemahkan kata ‘Elohim/Allah’ dan ‘YHWH/TUHAN’ menjadi ‘Memra YHWH/Firman Tuhan.’

Jadi dalam Tarqum, frasa ‘Memra YHWH/Firman Tuhan’ selalu digunakan untuk merujuk kepada Pribadi Allah sendiri.

Makna dari ungkapan Tarqum diatas, bukanlah sebuah perkataan atau kata-kata yang diucapkan, tetapi menunjuk Pribadi Allah dalam pernyataan-Nya kepada umat-Nya.

Sejauh Allah menyatakan diri-Nya kepada umat-Nya, maka Tarqum Aramaic menerjemahkan nama ‘Allah’ tersebut dengan ungkapan ‘Memra YHWH’ / Firman Tuhan.

Dan dalam Injil Yohanes 1:1, Kita juga membaca penuturan rasul Yohanes melalui pewahyuan Roh Kudus, bahwa ‘Firman bersama-sama dengan Allah’. Ternyata, ungkapan ini sudah dikenal di dalam Tarqum.

Contoh:

Pada waktu malam datanglah Allah dalam suatu mimpi kepada Laban, orang Aram itu, serta berfirman kepadanya: "Jagalah baik-baik, supaya engkau jangan mengatai Yakub dengan sepatah katapun." (Kejadian 31:24)

We Atta Meymra min Qedem Alaha lwat Laban Arama'a be-khalma d-leyla. (Targum Aramaic)

Artinya:

Maka datanglah Firman bersama-sama dengan Tuhan (min Qedem Alaha) melalui mimpi kepada Laban orang Aram itu...

Dalam Perjanjian Lama bahasa Ibrani tertulis bahwa ‘Allah datang kepada Laban melalui suatu mimpi...’. Targum Aramaic di atas menerjemahkan kata Allah tersebut dengan ungkapan ‘Memra min qedem Alaha, Firman yang bersama-sama dengan Allah.

Ketika orang Yahudi membaca ungkapan tersebut dalam Targum, mereka akan langsung memahami bahwa yang dimaksud adalah Allah sendiri.

Ungkapan Targum inilah yang menjadi latar belakang dalam Injil Yohanes 1:1 bahwa Firman itu bersama-sama dengan Allah.

Contoh lain:

supaya aku mengambil sumpahmu demi TUHAN, Allah yang empunya langit dan yang empunya bumi, bahwa engkau tidak akan mengambil untuk anakku seorang isteri dari antara perempuan Kanaan yang di antaranya aku diam. (Kejadian 24:3)

"We 'aqayyem 'alad be Meymra d' Alaha, Alaha d'symaya wa Alaha ar'a." (Targum Aramaic)

Artinya:

"Agar aku mengambil sumpahmu demi Memra YHWH, (Alaha d'symaya wa Alaha d'ar'e / Allah langit dan bumi) … "

Targum menerjemahkan teks Ibrani yang berbunyi: ‘YHWH Elohe Hasy-syamayim we'lohe ha arets’...

Sekali lagi bisa dilihat bahwa dalam Targum, frasa ‘Memra YHWH’ telah menjadi semacam Nama Diri Allah sendiri ketika Dia menyatakan diri atau disebut bersama umat-Nya.

Lalu Musa membawa bangsa itu keluar dari perkemahan untuk menjumpai Allah dan berdirilah mereka pada kaki gunung. (Keluaran 19:17)

‘We afeig Moshe yat 'amma le qadmut Meymra d'Alaha min masy-rita we'it'atadu be syifole muura.’ (Targum Aramaic)

Artinya:

Kemudian Musa membawa bangsa itu untuk berjumpa Firman Allah/‘Memra Alaha’...

Dalam teks Ibrani tertulis bahwa Musa membawa umat Israel untuk menjumpai Allah.
Namun bagaimana 'cara' berjumpa umat Israel dengan Allah di dalam keterbatasan manusia yang berdosa untuk berdiri di hadapan Allah yang maha kudus dan maha tinggi?

Targum menerjemahkan teks bahasa Ibrani ini ke dalam bahasa Aram sebagai berikut: "...We afeig Moshe yat 'amma le qadmut Meymra d'Alaha"

‘Le Qadmut Meymra d'Alaha’ artinya ‘untuk bertemu dengan ‘Memra Alaha’/Firman Allah’.

Berdasarkan contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa ungkapan ‘Memra Alaha’ atau ‘Memra YHWH’ menjadi semacam sebutan khusus bagi Allah. Terutama ketika Allah, yang transendensi-NYA begitu dijaga dalam Yudaisme, dikisahkan berinteraksi dengan umat-Nya, maka digunakan ungkapan ‘Memra YHWH’ sebagai terjemahan dari kata Allah (Ibrani: Elohim atau YHWH).

Dari pengkajian ini, Kita bisa mengerti latar belakang dan makna digunakannya ‘Logos’ (Aram: ‘Memra Alaha’) dalam Injil Yohanes. Tujuan Yohanes, bila pembaca Injilnya adalah orang Yahudi, maka mereka dapat menangkap maksud ungkapan ‘Memra Alaha’ yang dia gunakan.
Sebagai orang Yahudi, rasul Yohanes tidak mungkin langsung berkata kepada mereka bahwa YHWH menjadi manusia. Karena itu, Injil Yohanes menggunakan istilah Ttheologis yang sudah dipahami oleh orang Yahudi saat itu. Maksudnya, ketika dikatakan bahwa ‘Logos’/‘Memra Alaha’ menjadi manusia, orang Yahudi dapat melihat Hakikat Yesus yang sebenarnya.

Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: "Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan." (1 Timotius 3:16)

Latar belakang Perjanjian Lama ini perlu dipahami dengan baik oleh setiap umat Kristen. Mereka yang tidak mengetahui latar belakang Injil Yohanes, seringkali salah menafsirkan Injil ini.
Dalam menyatakan pewahyuan-Nya, Allah juga memperhatikan aspek-aspek budaya yang bisa menjembatani maksud Allah. Tentu sejauh hal itu tidak  bertentangan dengan aspek Etis-Moral Pribadi Allah.

Selain dasar Theologis diatas, ada hal-hal lain yang mendasarkan keyakinan umat Kristen mengapa Yesus disebut Firman Allah, terlepas dari konsep yang digunakan oleh rasul Yohanes diatas.
Dalam beberapa ayat Perjanjian Lama, Kita dalam banyak kesempatan membaca pernyataan para nabi atau bahkan ALLAH ttg bagaimana ALLAH menyatakan wahyu-Nya.

Bagaimana Kita yakin kalau Yesus Kristus adalah Firman Allah yang berbicara kepada para nabi dalam Perjanjian Lama?

Sebuah ayat dari Perjanjian Lama yang ditulis oleh nabi Yesaya menuliskan demikian:

Demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya. (Yesaya 55:11)

Yesus Kristus berdasarkan Pengakuan-Nya sendiri adalah Pribadi berasal dan keluar dari Bapa (Yohanes 8:42) atau dengan sederhana dikatakan, Yesus Kristus adalah Utusan Allah yang tidak akan gagal melaksanakan kehendak Bapa. Dalam Perjanjian Lama, Allah sudah menggambarkan apa yang harus dan akan diterima Utusan-Nya.

Ketika manusia seringkali gagal melakukan Kehendak Bapa, Yesus Kristus membuktikan Dia bisa melakukan kehendak Bapa dengan sempurna, bukan dengan paksaan atau biar dibilang hebat, tapi dengan kerendahan dan kerelaan hati, taat kepada Bapa.

Bahkan ketika Dia akan diangkat sebagai raja oleh hampir segenap penduduk Israel, Dia menolak meskipun pengaruh-Nya sudah meluas; dengan segala kekurangan-Nya, Dia justru memberikan apa yang dibutuhkan oleh para murid dan mereka yang mendengarkan firman dan pengajaran-Nya. Ketika Dia dicaci, dihina dan disesah bahkan dalam keadaan tidak berdaya, Dia justru mendoakan mereka yang melakukan itu supaya diampuni oleh Bapa.

Teladan yang Dia berikan luar biasa dan tentu saja, apa yang dilakukan Yesus Kristus, Firman yang menjadi manusia menjawab keraguan Bapa akan diri-Nya sendiri dan juga tantangan manusia kepada Allah.

Selanjutnya ...
Apakah Yesus Kristus adalah Firman Allah yang berbicara kepada para nabi dalam Perjanjian Lama?

Ketika Kita membaca Perjanjian Lama, Kita menemukan bahwa ketika para nabi berbicara kepada manusia membawa wahyu Allah, mereka selalu berkata, "Firman Allah datang kepadaku..." Atau "Firman Allah berbicara kepadaku..." Atau "...demikianlah Firman Allah".

Tapi Yesus, dengan otoritas-Nya sebagai Firman (Davar Elohim) mengatakan kepada pengikut-Nya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya…" atau "Amen I said to you...." atau "Kamu telah mendengar Firman tapi Aku berkata kepadamu...."

Para murid yang mendengar perkataan Yesus kemudian akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa Yesus Kristus adalah Firman yang menjadi manusia dan hal ini juga yang telah dikonfirmasi oleh Lukas dan para rasul Kristus didalam Tulisan Kudus mereka, beberapa diantaranya:

  • seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. (Lukas 1:2) 
  • Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu. (Galatia 6:6) 

  • Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup--itulah yang kami tuliskan kepada kamu. (1 Yohanes 1:1)

  • Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu. (1 Petrus 3:1)
  • Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: "Firman Allah." (Wahyu 19:13)

Dengan demikian, Kita bisa menyimpulkan bahwa Yesus Kristus adalah Wujud Yang Kelihatan dari Allah.

"Almasih (Ibnullah al-hayy), fa huwa Allahu al-Zhahiru fi al-Jasad. Huwa Allah lam yakun manzhuran fi al-'ahd al-qadim,wa shara manzhuran fi al-'ahd al-Jadid fi al-Masih"

Artinya:

Kristus (Anak Allah yang Hidup), Dia adalah Allah yang menampakan diri dalam daging. Dialah Allah yang tak nampak dalam Perjanjian Lama, dan sekarang menampakan diri dalam Perjanjian Baru, di dalam Pribadi Kristus.

Sebutan "Anak Allah" bagi Yesus, hendak menunjukan kesatuan Esensi serta relasi yang utuh dan intim antara Bapa dan Firman. Gelar itu juga menegaskan bahwa Dialah yang menyatakan Pribadi Allah. Karena itu, sebutan Allah Bapa dan Anak Allah (Sang Firman/Yesus Kristus) sama sekali tidak berkonotasi biologis. Hal itu menunjukan hubungan khusus antara Bapa dan Firman-Nya, dalam kaitannya dengan inkarnasi.

Selain itu, sepanjang pelayan-Nya, Yesus kerap kali menggunakan ungkapan ‘Ego Eimi’, baik dengan predikat maupun tanpa predikat.

Misalnya,"Ego Eimi ho Artos (Akulah roti hidup)" dalam Yohanes 6:35 dan "Ego Eimi ho Poimen (Akulah Gembala)" dalam Yohanes 10:11.

Dalam ungkapan berpredikat diatas, Yesus hendak menyatakan diri-Nya sebagai Mesias yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama.

Demikian juga ketika Dia menyatakan "Ego Eimi ho Hodos, kai ho Aletheia, kai he Zoe / Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup" (Yohanes 14:6).

Pernyataan ini tidak akan mungkin diucapkan oleh manusia biasa bahkan seorang nabi besar pun tidak. Jika Yesus berani mengatakan hal itu, jelas Dia lebih dari sekedar seorang nabi. Ungkapan ‘Ego Eimi’ sendiri berasal dari ungkapan Ibrani ‘Ani Hu/Akulah Dia’. Pernyataan Allah yang menggambarkan keberadaan-Nya dalam segala kebesaran-Nya.

Septuaginta yang menerjemahkan frasa ‘Ani Hu’ menjadi ‘Ego Eimi’ dapat dilihat dalam:

Yesaya 43:10

"Attem eday neum-YHWH (Adonai). We 'avdiy asyer bakharti lema'an ted'u we ta'aminu li we tavinu ki-Ani Hu le fanay lo-notsar el we akharay lo yihyeh."

Septuaginta menerjemahkan Ayat ini sebagai berikut:

"Genesthe moi martures kago martus legei kurios ho Theos hai ho paos hon ekselesamen hina gnote kai pisteusete kai sunete hoti Ego eimi Emprosthen mou ouk egeneto allos Theos kai met eme ouk estai."

Diterjemahkan oleh LAI sebagai berikut:

"Kamu inilah saksi-saksi-Ku," demikianlah firman TUHAN, "dan hamba-Ku yang telah Kupilih, supaya kamu tahu dan percaya kepada-Ku dan mengerti, bahwa Aku tetap Dia. Sebelum Aku tidak ada Allah dibentuk, dan sesudah Aku tidak akan ada lagi.

Dalam kitab Yesaya di atas, ungkapan ‘Ani Hu’ diterjemahkan dalam bahasa Yunani ‘Ego Eimi’. Ungkapan yang berasal dari pernyataan Allah kepada Musa ketika Allah mengutus Musa untuk membebaskan bangsa Israel.

Firman Allah kepada Musa: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu." (Keluaran 3:14)

Pernyataan ‘Aku adalah Aku’, dalam bahasa Ibrani ditulis ‘Ehyeh asyer Ehyeh’ yang dalam terjemahan Septuaginta menjadi ‘Ego Eimi ho on’ menurut tafsiran para rabbi Yahudi sendiri berkaitan erat dengan ke-Mahahadir-an Allah, baik dahulu, sekarang dan akan datang.

Inilah latar belakang ungkapan ‘Ego Eimi’ yang diucapkan Yesus.

Dengan demikian, Yesus hendak menyatakan kepada orang Israel bahwa Ia adalah 'Davar YHWH', Firman Allah yang berbicara kepada para nabi Perjanjian Lama dan yang telah menyatakan diri-Nya kepada Abraham, Ishak dan Yakub.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa keyakinan primitif mengenai dewa-dewi yang beranak dalam jazirah Arab kuno atau manusia setengah dewa akibat hubungan biologis dewa dengan manusia sama sekali asing bagi Alkitab.

** Penjelasan Singkat Yesus adalah Firman Allah oleh Pdt Teguh Hindarto, M.Th **

Purnawan Tenibemas mengatakan, 'Rasul Yohanes telah menyimak suasana pikiran zamannya, mengambil istilah yang umum di pakai dan tumpuan harapan orang sesamanya, serta memberi arti baru yang lebih dalam sesuai dengan ilham Roh Kudus kepadanya'. Berbeda dengan Tenibemas, Olla Tulluan, Ph.D., mengatakan bahwa penggunaan 'Logos' dalam Injil Yohanes di karenakan istilah itu sudah di kenal dalam lingkungan Yahudi dan Yunani, namun penggunaan 'Logos' harus di mengerti latar belakangnya dalam penyataan Tuhan dalam Perjanjian Lama. Senada dengan Olla Tullan, DR. David Stern mengulas kata 'Logos' dilihat dari latar belakang Semitik Hebraik kata Davar berdasarkan TaNaKh sebagai berikut: 'The language echoes the first sentence of Genesis…thus the TaNaKh lays the groundwork for Yochanan’s statement that the Word was with God and was God’s' (bahasa tersebut menggemakan kalimat pertama dari Kitab Kejadian…sehingga TaNaKh meletakkan dasar bagi pernyataan Yohanes bahwa Sang Firman bersama Tuhan dan Firman adalah Tuhan).

Apa yang dikatakan Yohanes mengenai Sang Firman?

  1. Dia bersama Tuhan (ay 1). Artinya, sang Firman berdiam dan sehakikat dengan Tuhan YHWH. Kata yang di terjemahkan 'bersama dengan' adalah 'pros'. Marcus Doods memberikan komentar mengenai penggunaan kata pros sebagai berikut: 'pros', implies not merely existence alongside with but personal intercourse' (kata 'pros' bukan hanya menunjukkan keberadaan bersama melainkan hubungan pribadi)
  2. Dia adalah Tuhan (ay 1). Artinya, sang Firman adalah manifestasi, ekspresi dari pikiran dan kehendak Tuhan. Dia adalah daya Kreatif, Daya Cipta yang menciptakan sesuatu menjadi ada dan bukan ciptaan.
  3. Dia menjadikan segala sesuatu (ay 3). Artinya, dari segala yang ada dan hidup, Sang Firmanlah yang menyebabkan adanya sesuatu. Dalam Kitab Kejadian 1:3, 6, 9, 11, 14 ,20, 24, 26, 29, di tegaskan bahwa Firman 'menjadikan segala sesuatu', sebagaimana ungkapan yehi wa yehi (jadilah ada maka jadilah ada). Ungkapan tersebut sejajar dengan istilah Qur’an, kun fa yakun.
  4. Dia kekal (ay 4). Artinya, Dia tidak akan mengalami kemusnahan atau eksistensi yang temporal. Dia adalah eternal. Pernyataan ini tersirat di balik istilah Yunani zoe atau Ibrani khay yang bermakna 'kehidupan yang berkualitas kekekalan'.

Penjelasan Yohanes menggemakan kembali hakikat Sang Firman dalam TaNaKh sebagai berikut:

** Firman adalah Daya Cipta Tuhan **

Mazmur 33:6 mengatakan, bi devar YHWH shamaym naasyu, ube ruakh piw, kal tsevaam yang artinya, (oleh Firman YHWH langit telah di buat dan oleh nafas dari mulut-Nya, terbentuklah semua tentara-Nya). Dalam Kitab Kejadian, sebanyak 9 kali istilah Amar (Firman) di hubungkan dengan terjadinya ciptaan. Di tuliskan, wayomer Elohim, ‘yehi wa yehi, artinya, 'jadi maka jadilah'.

** Firman adalah Utusan Tuhan  **

Mazmur 107:20 mengatakan, yislakh devaru we yirpaem… (Dia mengutus Firman-Nya dan disembuhkannya mereka)

** Firman adalah Pelaksana Kehendak Tuhan **

Yesaya 55:11 mengatakan, ken yihye devari asher yetse mipiy. Lo yashuv elay reqam. Ki imasha et asher khapatsti we hitsliyakh asher shelakhtiw (Demikianlah Dia, Firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku tidak akan kembali kepada-Ku dengan kehampaan namun Dia akan melaksanakan dengan sempurna apa yang Aku inginkan dan akan memperoleh tujuan-Nya sebagaimana Aku mengutus-Nya).

** Firman adalah Kehendak Tuhan yang di komunikasikan pada para nabi-Nya **

Yesaya 38:4 mengatakan, wa yomer et YHWH el YesaYah (Maka berfirmanlah YHWH kepada Yesaya). 

Kalangan Saksi Yehuwa menerjemahkan secara berbeda frasa Yunani kai Theos en ho Logos (Yohanes 1:1) dengan menerjemahkannya sebagai berikut, Dan firman adalah suatu (tuhan). Terjemahan ini untuk mendukung pandangan mereka yang menolak keilahian Yesus. Donald Guthrie membahas kesalahpahaman penafsiran tersebut tersebut dan memberikan penilaiannya sebagai berikut: "Dalam Yohanes 1:1 dalam bahasa Yunani, kata Theos tidak mempunyai kata sandang, hal ini telah menyesatkan banyak orang yang berpikir bahwa pengertian yang benar dari pernyataan itu ialah, ‘Firman itu adalah seorang tuhan’, tetapi secara tata bahasa pengertian itu tidak dapat di pertahankan, karena kata Theos merupakan predikat. Tidak dapat di ragukan bahwa Yohanes bermaksud agar para pembacanya mengerti bahwa Firman itu memiliki sifat (Ketuhanan), tetapi ia tidak bermaksud bahwa Firman dan Tuhan merupakan istilah yang sama artinya, karena pernyataan sebelumnya dengan jelas membedakan keduannya. Seharusnya pernyataan ini berarti bahwa walaupun Firman itu adalah Tuhan, namun pengertian tentang (Ketuhanan) mencakup lebih dari Firman…dengan beberapa kata ia telah memberi kesan mengenai sikap dan kedudukan Ketuhanan dari Firman yang selalu bersama-sama dengan (Tuhan)."

Implikasi teologis frasa 'Firman itu telah menjadi manusia' bahwasanya Yesus memiliki aspek keilahian dan sekaligus aspek kemanusiaan. Aspek keilahian tersebut dinampakkan bahwa hakikat Yesus adalah Sang Firman yang setara, sehakikat, melekat dengan Tuhan (Yohanes 1:1). Firman tidak diciptakan melainkan daya cipta Tuhan yang menjadikan segala sesuatu ada (Kejadian 1:3, Mazmur 33:6, Yohanes 1:3).

Karena Firman tidak diciptakan maka Firman itu kekal adanya. Firman bukan yang begitu saja serupa dengan Tuhan sebagaimana terungkap dalam frasa, 'Firman itu bersama dengan Tuhan' (Yohanes 1:1) namun serentak bahwa Firman bukan yang berbeda dengan Tuhan hal itu terungkap dalam frasa 'Firman itu adalah Tuhan' (Yohanes 1:1). Frasa 'bersama Tuhan' menunjukkan perbedaan fungsional dan frasa 'adalah Tuhan' menunjukkan kesatuan dan kesehakikatan dalam Ketuhanan.

Yesus adalah ‘Memra Elohim’ yang menjadi manusia, Firman yang berasal dari Bapa dan karenanya sehakekat dengan Bapa; ‘Pengantara ilahi’ yang datang dalam Nama YHWH, yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dengan Bapa. Allah begitu besar dan jauh dari umat-Nya, namun melalui Firman-Nya, umat Allah mengenal-Nya.

Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar