04 Juni 2011

Rangkuman Singkat Tentang Versi Dan Terjemahan Alkitab



Pada masa hidup Jerome (Eusebius Hieronymus), penerjemah Alkitab Vulgata dalam bahasa Latin, sudah ada berbagai-bagai terjemahan Alkitab bahasa Latin; ada yang baik, ada pula yang jelek. Namun setiap terjemahan itu, apakah baik atau jelek, di antara pembacanya ada yang merasa: "Pasti inilah Kitab Suci yang paling bagus!"

Karena umat Kristen pada zaman kuno itu terlalu mengagungkan terjemahan-terjemahan Alkitab yang sudah ada, maka semula mereka tidak mau menerima terjemahan baru yang dikerjakan oleh Hieronymus. Sejak tahun 383, ketika ia mengerjakan terjemahan baru keempat Kitab Injil atas imbauan Paus Damasus, Hieronymus sudah menyadari bahwa ada umat Kristen yang terlalu mengagungkan terjemahan lama. Sang penerjemah itu menyurati Paus sebagai berikut:

"Setiap pembaca Alkitab, apakah dia pandai atau bodoh, ketika ia memegang terjemahanku dan menemukan susunan kata-kata yang berbeda dengan yang sudah biasa baginya, pasti ia akan mengangkat suaranya dan menuduh bahwa aku adalah seorang pemalsu, penghujat, seorang yang berani mengubah, meralat, mengutik-ngutik Kitab Suci yang sudah lama ada."

Reaksi seperti itu sesungguhnya sudah sering muncul sepanjang abad, dan di seluruh dunia. Pada tahun 1971-1974, ketika Lembaga Alkitab Indonesia mula-mula menerbitkan terjemahan yang sekarang ini paling lazim dipakai, ada orang-orang Kristen yang tidak mau menerimanya. Ada seorang sarjana Teologi yang mau mengkritiknya dengan tajam. Bahkan ada suatu organisasi Kristen yang mengongkosi pencetakan ulang terjemahan lama, oleh karena mereka sama sekali tidak mau bersangkutan dengan "terjemahan baru yang jelek" itu.

Hieronymus merasa kurang sabar terhadap orang-orang Kristen yang bersikap kolot seperti itu. Ia pernah menyambut mereka sebagai "keledai berkaki dua", dan menyatakan sebagai berikut:

"Percuma aku memainkan kecapiku bagi keledai! Jika mereka tidak mau minum dari sumber air yang jernih, biarlah mereka minum air sungai yang keruh!"

Dalam salah satu tulisannya, Hieronymus pun menggambarkan dirinya sebagai seorang penerjemah Alkitab yang terbentur pada dua masalah:

"Seandainya aku bekerja sampai mengeluarkan keringat dengan menganyam keranjang untuk mendapat nafkah, maka tidak ada seorang pun yang akan mengiri kepadaku. Tetapi justru karena aku menaati Amanat Sang Juru Selamat, dan demi kebaikan jiwa-jiwa manusia aku memilih untuk menyediakan Roti Hidup yang tak kunjung binasa, yaitu membersihkan jalan kebenaran dengan mencabut alang-alang yang oleh kebodohan pernah ditanam di situ maka aku dituduh telah berbuat dua macam kejahatan: Jika aku meralat yang kurang tepat dalam Alkitab, aku dikutuk sebagai pemalsu. Tetapi jika aku tidak meralatnya, aku didamprat sebagai penyebar kebohongan."

Lambat laun terjemahan Hieronymus itu diterima secara umum. Bahkan julukannya cukup mencerminkan hal itu: Vulgata, atau Alkitab "Untuk Semua Orang." Bahkan Vulgata itu pun pernah diberi nama kehormatan yang lebih luhur lagi: "Ratu di Antara Semua Versi Alkitab".

Sayang, ada perkembangan sejarah selama abad-abad terkemudian yang pasti akan sangat membingungkan Hieronymus, seandainya ia masih hidup pada abad-abad tersebut. Alkitab Vulgata itu disalin dengan tulisan tangan selama seribu tahun lebih, karena di dunia Barat belum ada mesin cetak. Dan sama seperti yang selalu terjadi dengan salinan apa saja yang dibuat oleh manusia yang kurang sempurna di sana sini terdapat salinan yang salah tulis. Lagi pula, terjemahan asli Hieronymus itu sendiri tidak seratus persen sempurna, karena yang mengerjakannya pun adalah manusia yang kurang sempurna.

Pada masa Reformasi Protestan, para pemimpin gereja Katolik Roma diberitahu bahwa telah ditemukan banyak naskah Alkitab Kuno dalam bahasa-bahasa aslinya, yang sangat berfaedah guna memperbaiki Alkitab Vulgata. Namun, semuanya itu mereka tolak. Sebaliknya, mereka bersikeras hanya Vulgata sajalah yang harus dipakai dalam ibadah umat Katolik Roma di seluruh dunia, yang lain tidak. Padahal semula Hieronymus sendiri justru mengerjakan Vulgata untuk mengganti terjemahan-terjemahan Alkitab Lama yang kurang tepat.

Apakah akibat perkembangan sejarah yang tak diharapkan itu, yakni Alkitab Vulgata terlalu diagungkan?

  1. Selama berabad-abad, setiap kali ada rapat gerejawi agung di kalangan umat Katolik Roma, ada salinan Alkitab Vulgata yang dimasukkan ke dalam sebuah peti keemasan yang indah, lalu dibawa dalam arak-arakan suci, seolah-olah menjadi patung berhala.
  2. Selama berabad-abad, bila para utusan Injil Katolik Roma pergi kepada bangsa-bangsa asing, mereka membawa serta Alkitab Vulgata saja, dan mengharapkan agar orang yang bahasanya lain daripada bahasa Latin itu akan merasa puas dengan Alkitab dalam bahasa yang sudah kuno.
  3. Selama berabad-abad, bahkan sampai beberapa puluh tahun yang lalu, acara kebaktian dalam setiap gereja Katolik Roma di Indonesia dan di seluruh dunia selalu diselenggarakan dalam bahasa Latin saja, pada hal bahasa itu sudah menjadi "bahasa kuil", tidak lagi dibicarakan oleh siapa pun, di tempat mana pun juga.

Syukurlah, pada pertengahan abad ke-20 para pemimpin umat Katolik Roma mulai menyadari kejanggalan ini. Pada masa sekarang, di mana-mana orang-orang Katolik Roma didorong untuk mempunyai dan membaca firman Allah dalam bahasa mereka sendiri. Bahkan umat Kristen golongan Katolik Roma itu suka bekerja sama dengan umat Kristen golongan non-Katolik Roma demi terjemahan Alkitab dalam bahasa yang mudah dipahami pada masa kini, seperti misalnya 'Alkitab Kabar Baik Dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari.'

  • Bagaimana dengan umat Kristen non-Katolik Roma ...?
  • Apakah mereka juga pernah terjebak karena "terlalu mengagungkan Kitab Suci"...?
  • Apakah mereka juga pernah memperlakukan satu terjemahan Alkitab tertentu seolah-olah menjadi patung berhala...?

Sayang sekali, bukan hanya umat Katolik Roma saja yang pernah keliru dengan cara demikian. Umat Kristen Nestorian juga ikut terjebak.

Mungkin orang-orang Nestorianlah yang mula-mula membawa Kabar Baik tentang Tuhan Yesus ke kepulauan Nusantara. Ada tradisi kuno yang menyatakan bahwa beberapa gereja Nestorian sudah didirikan di daerah Barus, Sumatera Utara, pada abad ke-12.

Mengapa aliran Nestorian itu tidak tahan lama di Indonesia...?

Mungkin alasannya (antara lain) ialah, karena orang-orang Kristen Nestorian kurang antusias menerjemahkan firman Tuhan ke dalam bahasa setempat. Menurut mereka, sudah cukupkah bila ada Alkitab bahasa Syria Kuno yang telah mereka miliki sejak abad ke-5. Jadi, bila para utusan Injil Nestorian pergi ke mana-mana (dan mereka itu memang cukup banyak dan cukup rajin), mereka hanya membawa serta sebuah terjemahan Alkitab yang sangat kuno dan sulit dipahami.

Alkitab bahasa Syria Kuno itu pun satu-satunya Alkitab yang dikenal di jazirah Arab pada abad ke-6 dan ke-7.

Bagaimana seandainya orang-orang Kristen dahulu kala di daerah Arab itu lebih rajin menerjemahkan Alkitab...?

Bagaimana seandainya orang-orang Arab pada zaman itu sudah dapat membaca dalam bahasa ibu mereka, tentang Yesus Kristus, Sang Juru Selamat yang diutus oleh Allah Bapa...?

Pengandaian itu sungguh menarik. Namun kenyataannya, baru ada Alkitab bahasa Arab sesudah ada Alquran bahasa Arab, dan bukan sebelumnya. Lagi pula, kebanyakan terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Arab yang dikerjakan kemudian, bahkan sampai abad ke-19, seakan-akan timbul sebuah reaksi terhadap munculnya agama Islam, dan bukan sebagai usaha untuk menyediakan Alkitab bahasa Arab yang sungguh komunikatif.

Misalnya:

Apakah kaum Muslimin suka memakai istilah "Isa Almasih"...? Baiklah!

Kaum Kristen akan memakai istilah "Yesus Kristus."

Apakah kaum Muslimin suka menyebutkan Ibrahim, Solaiman, Yahya...? Baiklah!

Kaum Kristen akan menyebutkan Abraham, Salomo, Yohanes.

Sampai sekarang pun penyisihan istilah-istilah khas Arab itu masih disengaja, dan masih kuat pengaruhnya terhadap terjemahan-terjemahan Alkitab dalam banyak bahasa modern.

Mungkinkah pembaca mulai berpendapat, bahwa apa yang diceritakan ini tidak ada sangkut pautnya dengan diri pembaca sendiri...?

Memang, semuanya itu berkisar pada kekeliruan orang Kristen yang berbeda alirannya daripada mayoritas orang Kristen di dunia sekarang. Orang Kristen non-Katolik Roma seperti kaum Protestan, misalnya pasti belum pernah terjebak sehingga mereka terlalu mengagungkan satu terjemahan Alkitab tertentu, ya...?

Kenyataannya, kaum Kristen non-Katolik Roma terlibat juga. Contohnya, mereka yang suka membaca Alkitab dalam bahasa Inggris, bahasa Internasional di seluruh dunia:

Pada tahun 1611 telah terbit suatu terjemahan Alkitab baru yang sangat bagus, atas titah raja James I di Inggris. Beliau menitahkan agar versi baru itu diadakan, justru sebagai pengganti banyak terjemahan lama yang dianggap tidak lagi memadai.

Dalam prakata Alkitab versi raja James yang terkenal itu, panitia penerjemah mengajukan dua pertanyaan retoris:

"Apakah Kerajaan Allah itu telah menjadi kata dan kalimat...? Mengapa kita membiarkan diri dibelenggu olehnya, jikalau kita boleh merdeka...?"

Sayang sekali, justru itulah yang kemudian menjadi kenyataan: "Kata dan kalimat" Alkitab versi raja James itu menjadi semacam rantai, sehingga sebagian besar umat Kristen non-Katolik Roma di seluruh dunia Barat memang "dibelenggu olehnya." Selama dua setengah abad lebih, tidak ada usaha sedikit pun untuk menghasilkan terjemahan baru, padahal selama jangka waktu itu bahasa Inggris terus berkembang dengan pesatnya.

Menjelang akhir abad ke-19, barulah ada permulaan proyek-proyek penerjemahan baru. Namun banyak orang yang berbahasa Inggris menentang dengan keras setiap usaha itu untuk memperbaiki terjemahan Sabda Allah. "Alkitab baru ini mengandung racun rohani!" demikianlah ucapan banyak orang Kristen. Menjelang akhir abad ke-20, barulah untuk pertama kalinya ada terjemahan-terjemahan modern yang berhasil menggeser Alkitab versi raja James sebagai Alkitab berbahasa Inggris yang paling laris.

Nah, pernahkah umat Kristen Indonesia juga mengagungkan satu terjemahan Alkitab tertentu, sehingga mereka tidak mau menerima Alkitab baru yang sesungguhnya lebih mudah dipahami?

Pernah. Cerita lama yang menyedihkan itu terulang lagi di Bumi Nusantara. Terjemahan Alkitab bahasa Melayu (bahasa Indonesia Kuno) yang paling pertama dan paling terkenal itu adalah terjemahan Leydekker, yang mula-mula diterbitkan dengan lengkap pada tahun 1733. Lama sekali setelah itu, umat Kristen Indonesia di daerah-daerah tertentu tidak mau tahu tentang Alkitab lain. Bahkan sampai abad ke-20 masih ada cetakan ulang Alkitab Leydekker, atas desakan jemaat-jemaat di Ambon.

Padahal Alkitab Leydekker itu sudah lama menjadi suatu Alkitab yang amat sulit dibaca. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang hidup, bahasa yang terus berkembang. Istilah-istilah yang gampang ditangkap artinya pada tahun 1733 itu, satu abad kemudian tidak lagi dapat dimengerti dengan mudah apa lagi dua atau tiga abad kemudian.

Pada tahun 1823, seorang penduduk asing di Singapura meminjamkan sebuah Kitab Perjanjian Baru terjemahan Leydekker kepada seorang guru bahasa Melayu bernama Abdullah bin Abdul Kadir. Pada waktu sang guru itu berusaha membacanya, ia pun menjadi sangat heran. Menurut kesaksian Abdullah sendiri, "Buku itu memang ditulis dengan huruf-huruf Melayu, dan mengandung kata-kata Melayu pula. Namun itu bukan bahasa Melayu. Sebab itu aku tidak mengerti maknanya."

Ketika Abdullah mengembalikan Perjanjian Baru itu kepada orang asing yang telah meminjamkannya, orang tersebut bertanya kepadanya melalui seorang pengalih bahasa, "Sudahkah kau baca buku ini?"

"Ja Meneer," jawab Abdullah.

"Apakah bahasa Melayu memang begitu?" tanyanya.

"Nee, Meneer," jawab Abdullah.

"Jika memang bahasa Melayu tidak begitu," tanyanya lagi, "bagaimana bahasanya yang betul?"

"Aku tidak tahu, Meneer," jawab Abdullah. "Hanya si penulis saja yang tahu bahasa apa itu."

Tidaklah mengherankan bila pernah ada tuduhan bahwa Alkitab Leydekker itu "dijunjung tinggi oleh orang Kristen, tetapi jarang dipahami merupakan semacam penghormatan mekanik, tanpa jiwa atau roh".

Alkitab itu memang sebaiknya selalu dijunjung tinggi. Namun jangan sampai umat Kristen terlalu mengagungkan satu terjemahan Alkitab tertentu. Jangan sampai mereka tidak mau menerjemahkan kembali Sabda Allah ke dalam bahasa yang mereka pakai sehari-hari. Jangan sampai mereka tidak mau menggantikan terjemahan lama dengan terjemahan baru yang lebih tepat dan lebih mudah dipahami.

Terjemahan Alkitab Modern

NIV (New International Version) adalah Alkitabnya kaum Liberalis yang telah membuang ayat-ayat Alkitab. Berikut ini beberapa contoh ayat yang telah dibuang oleh Liberalis NIV (New International Version) dari Alkitab:

Ayat-ayat yang dibuang Liberalis NIV (New International Version)

Ayat Alkitab yang dibuang liberalis NIV 2010 NIV 1984 NIV UK NIrV T-NIV
For yours is the kingdom, the power, and the glory forever. Amen. (Matius 6:13b)
But this kind does not go out except by prayer and fasting. (Matius 17:21)
For the Son of Man came to save what was lost. (Matius 18:11)
Woe unto you, scribes and Pharisees, hypocrites! for ye devour widows' houses, and for a pretence make long prayer: (Matius 23:14)
Verily I say to you, There will be comfort for Sodom and Gomorrah in the day of judgment rather than for that city. (Markus 6:11b)
If any man have ears to hear, let him hear. (Markus 7:16)
Where their worm dieth not, and the fire is not quenched (Markus 9:44)
Where their worm dieth not, and the fire is not quenched (Markus 9:46)
But if ye do not forgive, neither will your Father which is in heaven forgive your trespasses. (Markus 11:26)
And the scripture was fulfilled, which saith, And he was numbered with the transgressors. (Markus 15:28)

Selain terjemahan NIV (New International Version), terjemahan Alkitab lain yang tidak memasukkan 100% ayat Alkitab adalah:

Nama Terjemahan Kelengkapan Ayat
A Conservative Version (ACV) 90,57%
Accurate New Testament (ANT) 31,13%
American Bible Union New Testament (ABU) 62,26%
American Standard Version (ASV) 48,11%
Amplified Bible (AMP) 76,19%
An understandable version new testament (AUV) 45,28%
Analytical-Literal Translation (ALT) 91,43%
Bible in Basic English (BBE) 33,96%
Catholic Public Domain Version (CPDV) 81,13%
The Clear World (TCW) 95,09%
Common New Testament (CENT) 30,19%
Complete Apostles Bible (CAB) 88,68%
Concordant Literal Version (CLV) 60,38%
Contemporary English Version (CEV) 33,02%
Darby Bible 1889 (DB) 70,75%
Douay-Rheim Bible 1899 (DRB) 80,19%
Douay-Rheim Bible Challoner revision (DRBC) 80,19%
Easy-To-Read Version (ERV) 31,13%
English Majority Text Version (EMTV) 89,62%
English Standard Version (ESV) 42,45%
God's Word (GW) 31,13%
Good News Bible (GNB)
Good News Translation (GNT)
Today English Version (TEV)
29,25%
Goodspeed New Testament (GSNT) 13,21%
Holman Christian Standard Bible (HCSB) 46,23%
International Standard Version (ISV) 53,77%
Julia E Smith Bible (Julia) 99,05%
James Moffat New Testament (Moffat NT) 36,79%
James Murdock New Testament (Murdock) 87,74%
Revised James Murdock New Testament (Re-Murdock) 87,74%
Jonathan Mitchell New Testament (JMNT) 52,83%
The Lexham English Bible (LEB) 31,13%
Living Oracles New Testament (LONT) 78,30%
Montgomery New Testament (Montgomery) 44,34%
Messianic Renewed Covenant (MRC) 46,23%
Modern Spelling Tyndale/ Converdale Bible (MSTC) 95,28%
The New American Bible (NAB) 29,25%
New American Standard Bible (NASB) 48,11%
New English Translation Bible (NET Bible) 28,30%
New Century Version (NCV) 48,11%
New Heart English Bible (NHEB) 47,17%
New International Version 2010 (NIV 2010) 28,30%
New International Version 1984 (NIV 1984) 28,30%
New International Version United Kingdom (NIVUK) 28,30%
New International Reader's Version (NIrV) 30,19%
Today New International Version 2005 (T-NIV 2005) 28,30%
New Jerusalem Bible (NJB) 32,08%
New Living Translation (NLT) 30,19%
Noyes Translation 1869 (Noyes) 32,08%
New Simplified Bible (NSB) 35,85%
New World Translation (NWT) 17,92%
Revised King James New Testament (RKJNT) 50,94%
Revised Version (RV) 33,33%
Revised Standard Version (RSV) 25,47%
New Revised Standard Version (NRSV) 30,19%
The Emphasized Bible by J.B. Rotherham (EB) 3,77%
Twentieth Century New Testament (TCNT) 18,87%
The Message (TM) 29,25%
1912 Weymouth New Testament (WNT) 33,96%
1902 William Baxter Godbey New Testament (Godbey) 18,87%
William's New Testament (WmsNT) 27,36%
World English Bible (WEB) 92,45%
Worldwide English New Testament (Bible in Worldwide English) (WE/ BWE) 75,47%
Worsley's New Testament (WorNT) 97,17%
1898 Young's Literal Translation (YLT) 99,06%

Sedangkan terjemahan Alkitab yang dengan setia memasukkan 100% ayat Alkitab dan biasanya diserang kaum Liberalis beserta para pendukungnya adalah:

Nama Terjemahan Kelengkapan Ayat
King James Version (KJV) 100%
21st Century King James Version (21st KJV) 100%
King James Version 2000 (KJV 2000) 100%
American King James Version (AKJV) 100%
Modern King James Version (MKJV) 100%
New King James Version (NKJV) 100%
Restored Names King James Version (RNKJV) 100%
Updated King James Version (UKJV) 100%
English Jubilee 2000 Bible (Jubilee 2000) 100%
Jay P. Green KJ3 (Literal Translation Of the Holy Bible) (KJ3 LITV) 100%
Webster Bible (Webster) 100%
Revised Webster Bible (RWebster) 100%

Rasio antara terjemahan Alkitab bahasa Inggris lengkap dan tidak lengkap sebagai berikut:

Jangan heran bila para manusia anti Kristus mengutip kitab-kitab terjemahan Liberal dan menyerang kitab-kitab yang setia memasukkan seluruh ayat Alkitab, menyalahkannya, dan memfitnahnya. Keberadaan guru-guru palsu sudah dinubuatkan 2000 tahun yang lalu.

Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka. (2 Petrus 2:1)

Gunakanlah terjemahan-terjemahan Alkitab yang setia memasukkan seluruh ayat Alkitab 100%. Hal ini tidak berarti terjemahan Alkitab setia itu sempurna. Bagaimanapun seorang penterjemah masih manusia biasa. Kesetiaan memasukkan seluruh teks Alkitab itu setidaknya menunjukkan keyakinannya terhadap Alkitab sepenuhnya. Terjemahan dari manusia yang demikian tentu lebih baik daripada terjemahan para manusia yang meragukan kebenaran Alkitab dan bahkan membuang ayat-ayat yang secara keliru diyakininya palsu.

** Alkitab -- Terjemahan Dan Kanonisasi **

Berbagai diskusi tentang terjemahan dan kanonisasi Alkitab.

(Tanya-1) BAHASA ASLI ALKITAB.

Mengapa Alkitab tidak dipertahankan dalam bahasa aslinya saja untuk mengurangi kesalahan penerjemahan? Seringkali ada penerjemahan yang kurang tepat sehingga harus melihat dulu dari bahasa aslinya baru tahu yang dimaksud itu seperti apa. Yang jadi masalah adalah banyak keyakinan yang timbul, yang terkadang menimbulkan kontroversi, padahal ayat tersebut diambil dari ayat berbahasa Indonesia yang artinya kurang begitu tepat kalau dilihat dari bahasa aslinya. Bagaimana bila kasus seperti ini terjadi pada teman-teman seiman yang tidak memiliki pengetahuan tentang bahasa asli alkitab ?

SEBENARNYA penerjemahan Alkitab direstui bahkan didorong oleh Tuhan, Nabi, Imam, Yesus, dan para Rasul, karena merupakan tradisi firman Tuhan sendiri. Perlu diketahui bahwa bahasa Ibrani berkembang, baik kata-kata, gramatika, maupun kegunaannya, ada kalanya menjadi bahasa ‘mati’ (tidak digunakan dalam percakapan) dan kemudian digunakan sebagai bahasa ‘hidup’ (percakapan). Ketika Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani sudah tidak dimengerti umat, Ezra menerjemahkannya ke dalam bahasa Aram (Nehemia 8:2-9), kemudian Imam Besar Eliezer merestui dan mengirimkan penerjemah untuk menerjemahkan naskah Ibrani Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani (LXX). Ketika hari Pentakosta, Roh Kudus sendiri menerjemahkan firman Tuhan ke banyak bahasa (Kisah Para Rasul 2:4), dan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani dan bukan Ibrani. Firman Tuhan adalah hidup dan tidak dibatasi bahasa manusia. Bila kita ingin menghindari penerjemahan dan kembali ke bahasa Alkitab, resikonya sama yaitu orang yang mempelajari bahasa asli Alkitab belum tentu mengertinya sama, karena itu lebih baik, sekalipun tidak sempurna, penerjemahan dilakukan oleh kumpulan spesialis yang ahli Teologi dan bahasa agar ada keseragaman, dan mempelajari bahasa asli dapat merupakan penambahan pengertian yang saling melengkapi. Terjemahan Alkitab selalu terbuka akan perbaikan untuk lebih memperjelas artinya dan disesuaikan dengan perkembangan bahasa terjemahannya. Kita jangan menjadikan firman Tuhan sebagai mati dalam keterbatasan Alkitab, namun dalam keterbatasannya itu kita menganggapnya cukup untuk membawa kita kepada iman akan Yesus yang adalah Mesias dan agar kita hidup dalam Nama-Nya (Yohanes 20:30-31).

(T-2) TANGGUNG JAWAB PENERJEMAHAN.

Bagaimana pertanggungjawaban para penerjemah terhadap hasil terjemahan mereka? Saya menanyakan hal ini karena saya mendengar dari beberapa khotbah, ada pengkhotbah yang berkata bahwa ayat ini atau ayat itu kurang tepat terjemahannya dan seharusnya begini kalau diurut dari bahasa aslinya.

(J-2) PERTAMA, para penerjemah bertanggung jawab kepada Tuhan dan Gereja Kristen yang am, dan pekerjaan mereka biasanya dipelajari oleh gereja-gereja pendukung dan setelah mendapat masukan maka diterima sebagai terjemahan resmi. Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) juga telah diakui oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dari gereja Roma Katolik. Saya kira kotbah para pengkotbah yang menganggap ada terjemahan yang kurang tepat juga harus diuji dan kalau teruji lebih benar dapat menjadi masukan untuk memperbaiki penerjemahan resmi. Ingat bahwa terjemahan Alkitab adalah hasil konsensus berbagai pihak. Adalah mustahil, selama manusia masih terbatas dan pikirannya tidak sama dengan pikiran Allah, untuk menghasilkan penerjemahan yang 100% identik dengan apa yang dimaksudkan Allah.

(T-3) KANONISASI ALKITAB.

Diluar 66 kitab, ada kitab-kitab lain yang tidak dimasukkan dalam kanonisasi. Bagaimana proses kanonisasi tersebut dilakukan? Apa standar yang digunakan, sehingga bisa memilah ini kitab yang benar, itu kitab yang salah? Apakah kanonisasi yang sekarang masih terbuka terhadap masuknya kitab yang baru? Misalnya nanti ada temuan Arkeologis salah satu kitab masa para rasul, lalu akhirnya kitab tersebut kita tambahkan pada kanon sekarang? Mengapa kita yang Protestan tidak mau menerima kitab-kitab yang termasuk dalam Deuterokanonika dalam alkitabnya teman-teman Katolik ?

KANON ALKITAB adalah hasil proses sejarah yang disahkan melalui konsensus para bapa gereja. Dalam hal Perjanjian Lama, para Imam Yahudi dan keluarga Masoretlah yang menyusun konsensus Kanon Ibrani di Jamnea (AC 90). Kanon Alkitab tidak dihasilkan oleh pertemuan pemimpin agama tetapi merupakan proses sejarah yang kelihatannya dipimpin Roh Kudus dan baru persidangan pemimpin agama mensahkannya. Demikian juga halnya dengan proses sejarah kanon Perjanjian Baru sampai disahkan dalam konsensus para bapa Gereja. Kanon sudah tertutup dan tidak perlu ditambah lagi, dan bukan kebetulan kalau ucapan rasul Yohanes pada Wayu 22:18-21 dijadikan ‘Penutup’ bukan saja kitab Wahyu tetapi seluruh Alkitab. Umat Kristen tidak menerima Deuteronomika Roma Katolik, karena kitab-kitab itu tidak diterima dalam kanon Yahudi dan Yesus juga tidak menggunakannya sekalipun Yesus menggunakan kitab Septuaginta (LXX) yang digunakan di Sinagoge dan oleh umat Kristen pada abad pertama.

(T-4) ALKITAB FIRMAN ALLAH.

Teman Islam bilang, kalau Alkitab dikatakan sebagai Firman Allah, seharusnya isinya adalah kebenaran dan tidak ada kesalahan di dalamnya, tapi kenyataannya walau bukan hal yang substantif, ternyata ada beberapa perbedaan data misal antara kitab Tawarikh dengan kitab Raja-raja mengenai jumlah, termasuk ternyata ada beberapa ayat yang ternyata pendapat pribadi Paulus dalam 1 Korintus. Dalam keadaan seperti ini apakah Alkitab masih layak dipercaya sebagai Firman Allah?

MENYEBUT Alkitab sebagai firman Allah tidak berarti kita mempercayai ilham mekanis seakan-akan Alkitab adalah firman Allah yang diturunkan atau didektekan dari Surga seperti dalam konsep Islam, di pihak lain kita juga tidak bisa menganggapnya hanya sebagai catatan agama para murid Tuhan saja. Kita menerima Alkitab sebagai tulisan yang diilhamkan Allah yang memberi hikmat kepada umat percaya dan menuntun kita kepada Kristus Yesus (2 Timotius 3:15-17). Adanya perbedaan-perbedaan bisa saja terjadi karena Alkitab memiliki keterbatasan dalam hal bahasa dan jumlah halaman dikarenakan penulisnya juga memiliki keterbatasan pengetahuan, hikmat maupun kemampuan berbahasa dan menuliskan gagasan mereka. Justru di sinilah studi Alkitab (Kritik Teks) diperlukan agar kita dapat menghayati kebenaran Allah di balik keterbatasan manusia yang menuliskan ilham itu dalam Alkitab. Memang Alkitab mengandung kata-kata Paulus juga kata-kata Iblis (Kejadian 3 dan Matius 4:1-11), tetapi semuanya menjadi satu kesatuan yang mengungkapkan sejarah kehidupan manusia dan keselamatan yang dikerjakan Allah. Alkitab bertahan mengarungi puluhan abad dan beberapa milenium, dan dipelihara oleh Roh Kudus yang mengilhamkannya, karena itu tetap layak dipercayai sebagai Firman Allah.

(T-5) INERRANCY.

Ada beberapa pendapat yang dijadikan doktrin, yang menyatakan Alkitab tidak bisa salah termasuk dalam setiap katanya. Bagaimana menyikapinya ?

MEMANG dalam sejarah Gereja ada pandangan yang disebut sebagai Inerrancy (ketidak bersalahan) Alkitab, ada yang mengatakan tidak bersalah dalam semua hal baik hal iman maupun pengetahuan, ada yang mengatakan tidak bersalah dalam hal-hal iman sekalipun bisa bersalah dalam hal-hal non-iman, bahkan ada yang mengatakan ketidak bersalahan itu pada setiap kata-katanya, dan ada yang menambahkan setidak-tidaknya dalam bahasa aslinya. Bila kita menghayati hakekat Alkitab sebagai firman Allah (yang tidak terbatas) yang diilhamkan kepada manusia (yang terbatas), maka kita tidak perlu mengikat firman Allah yang kekal dengan Alkitab yang terbatas, namun kita juga jangan lari kepada ekstrim lain seakan-akan firman Allah bisa juga dijumpai di luar Alkitab. Alkitab sudah cukup namun harus disadari keterbatasannya sebagai karya sastra manusiawi yang ingin mengungkapkan kebenaran Allah yang tidak terbatas itu, itulah sebabnya kita perlu mempejari teologi agar makin mengerti akan kebenaran Allah yang tidak terbatas dibalik keterbatasan manusia itu. Membatasi firman Allah sebagai ‘tidak bersalah setiap kata-katanya baik dalam hal iman maupun pengetahuan’ merupakan tindakan gegabah karena kekurang pengertian akan hakekat ilham ilahi. Demikian juga doktrin yang menyebutkan seakan-akan ‘Alkitab benar setiap kata-katanya dalam bahasa aslinya’ itu sama halnya dengan mengakui bahwa terjemahan itu ada salahnya, padahal selama ini Gereja dan umat Kristen bertumbuh diatas dasar Alkitab terjemahan.

(T-6) DEMITOLOGI ALKITAB.

Ada pendeta yang menyatakan bahwa tidak semua kejadian yang ditulis dalam Alkitab adalah kejadian yang sesungguhnya (real facts) tapi banyak juga yang kisah fiksi bahkan legenda kuno Yahudi, misal cerita tentang Nuh atau Ayub, tapi karena ada pesan-pesan mulia yang terkandung didalamnya maka dimasukkan dalam kanon Alkitab. Benarkah demikian?

DALAM sejarah teologia kita mengenal Kritik Historis yang antara lain menghasilkan kesimpulan bahwa dalam penulisan Alkitab ditemukan banyak mitologi dan tugas manusia adalah mendemitologisasikannya sehingga dapat dilihat kebenaran asalinya. Mungkin saja ada mitologi yang masuk ke dalam penulisan Alkitab, karena berita Alkitab memang mengandung ungkapan alegoris, perumpamaan, maupun cerita yang benar. Adalah tugas Teologia untuk tidak berhenti pada kesimpulan yang mandeg seperti kebenaran demitologi atau kebenaran inerrancy, sekali waktu yang semula disebut mitos ternyata realita. Misalnya konsep orang modern menganggap bahwa tidak mungkin kelahiran diluar rahim yang masih perawan (kasus kelahiran Yesus). Masa kini kita melihat bahwa melalui inseminasi buatan, bayi tabung, bahkan kloning terjadi kehamilan diluar persetubuhan yang wajar. Teologi harus terus menerus dikritik agar mencapai kedewasaannya. Mengerti Alkitab tidak bisa dibatasi sekedar dengan iman atau dengan ilmu tetapi harus didekati dengan iman dan ilmu karena keduanya dikaruniakan oleh Tuhan kepada kita (2 Petrus 3:14-16).

(T-7) ALKITAB SATU-SATUNYA FIRMAN ALLAH.

Karena Alkitab sebagai Firman Allah, kita memandangnya secara substantif (sehingga kita bisa menerapkannya sesuai dengan budaya kita asal substansinya sama) ataukah kita harus menurutinya sampai ke penerapan sesuai dengan kebudayaan waktu Alkitab itu ditulis? Dalam memandang Alkitab sebagai Firman Allah, Alkitab adalah satu-satunya Firman Allah ataukah Allah bisa berbicara juga dalam bentuk lain selain Alkitab?

KITA harus memandang Alkitab sebagai kesatuan firman Allah yang ditulis dalam konteks waktu dimana dan saat ditulis, adalah tugas kita untuk menjembataninya sehingga firman Allah yang terbungkus situasi dan kondisi zamannya dapat dimengerti dalam konteks kondisi zaman kini. Ini tidak berarti kita hanya menerima substansinya saja tetapi kita harus menerima substansi dalam konteks historisitasnya. Alkitab harus dipercayai sebagai satu-satunya firman Allah, sebab Alkitab sudah cukup berbicara mengenai segala hal yang kita perlukan untuk mendengar hakekat ke’Tuhan’an Yesus dan kehendak-Nya. Sudah terbukti dalam sejarah bahwa kalau kita membuka diri terhadap wahyu-wahyu di luar Alkitab kita mudah terperosok dalam berbagai kesesatan. Aliran bidaah cenderung menambah otoritas Alkitab dengan otoritas lainnya (nubuatan, wahyu, kitab lain, akal manusia, atau lainnya).

Sumber:

  1. "Stories of the Book of Books", Grace W. McGavran
  2. Studycycle.com
  3. Yabina.org 
  4. http://www.sabda.org/sejarah/sejarah/ver_leydekker.htm 
  5. https://id.wikipedia.org/wiki/Melchior_Leijdecker

Tidak ada komentar:

Posting Komentar