13 September 2012

Ebionite & Gnostik : Bidat-Bidat Zaman Para Rasul

Pada zaman Gereja mula-mula yang masih 'bayi' itu, ketika para rasul masih hidup, Gereja sebenarnya sudah diuji dari dalam oleh paham-paham yang dibawa masuk oleh para petobat baik itu yang berasal dari bangsa Yahudi Israel atau pun dari bangsa-bangsa kafir:

  1. Gereja Kristen yang ajarannya berakar dari Yudaisme harus menghadapi petobat-petobat yang berasal dari kalangan Yahudi yang berusaha untuk melakukan 'Judaizing the Gospel'. Kelompok yang kemudian disebut sebagai Ebionite ini sangat menekankan ketaatan terhadap legalitas Taurat (dan bukan esensi Taurat). Penekanan terhadap legalitas Taurat itu sebenarnya tidak menjadi masalah asalkan tidak dipaksakan kepada orang-orang Kristen bukan Yahudi (karena pada dasarnya hukum Taurat ini hanya diberikan kepada bangsa Israel secara fisik saja dan bukan kepada bangsa non-Israel), dan yang lebih penting lagi, hukum-hukum lahiriah itu tidak menghalangi esensi yang telah digenapi dengan kedatangan Yesus Kristus, Sang Juru Selamat (Ibrani 10:1, Kolose 2:17, Kisah Para Rasul 15:18-19).
  2. Gereja Kristen juga harus menghadapi filsafat-filsafat dan ajaran pagan yang dibawa masuk oleh petobat-petobat yang dulunya berasal dari bangsa kafir. Dan karena filsafat yang berkembang di dunia saat itu adalah filsafat Yunani, maka ajaran monisme/pantheisme-lah yang kemudian menjadi ajaran yang dominan yang harus dilawan oleh Gereja. Kelompok ini menekankan bahwa kehidupan duniawi ini bersifat semu. Dalam bentuknya yang paling ekstrem, pandangan ini sampai menyangkal bahwa Yesus tidak benar-benar datang sebagai manusia. Ini karena mereka memiliki pandangan adanya dikotomi antara tubuh (yang bersifat jahat) dan roh (yang bersifat baik), dualisme Plato. Pandangan ini selanjutnya berkembang menjadi paham Gnostikisme yang ditentang habis-habisan oleh rasul Yohanes.

** Bidat Ebionite **

Bidat Ebionite adalah sempalan dari Gereja Yerusalem. Gereja Yerusalem adalah Gereja yang mula-mula berlatar belakang Yahudi, yang menurut catatan sejarah dipimpin oleh rasul Yakobus, saudara Yesus. Karena latar belakang mereka itu, maka mereka menjalankan semua syariat Taurat bagi mereka sendiri, dan tidak memaksakannya bagi saudara-saudara mereka yang berlatar belakang non-Yahudi (karena pada dasarnya hukum Taurat ini hanya diberikan kepada bangsa Israel secara fisik saja dan bukan kepada bangsa non-Israel). Menurut bapa Gereja Epifanius, Gereja Yerusalem ini di kemudian hari terpecah menjadi beberapa aliran, yang menonjol adalah kelompok Nazoraios/Nazarene dan kelompok Ebionite.

Dalam sikapnya terhadap syariat, kelompok Nazoraios mengakui bahwa:

Yesus sebagai Putra Allah, tetapi hidup dalam segala hal menurut syariat Taurat.
(J.B. Lihtfoot dan J.R. Harmer, 'The Apostolic Fathers', hal.161)

Beberapa waktu lamanya setelah anggota Gereja Yerusalem ini banyak yang hijrah ke Pella, di seberang Yordan, akibat penganiayaan imperium Romawi, maka sebagian dari kaum Nazoraios ini bersikap sangat ekstrem. Kelompok inilah yang dikenal dengan “kaum Ebionite”, yang menolak bahwa Yesus dilahirkan dari seorang perawan. Dan karena penekanannya yang sangat ekstrem terhadap syariat Taurat, mereka menolak kerasulan Paulus karena Paulus dianggap bersalah telah membebaskan kaum non-Yahudi dari kewajiban menjalankan hokum Taurat.
Sedangkan kaum Nazoraios/Nazarene tetap menerima kerasulan Paulus seperti yang disaksikan juga oleh bapa Gereja Hieronimus (juga dikenal sebagai Jerome)

Kaum Nazarene hidup menurut hukum Yahudi, tetapi mereka menerima Paulus sebagai rasul bagi bangsa-bangsa non-Yahudi. Mereka berbicara dalam bahasa Aramaic dan hidup menurut hukum Yahudi, tetapi mereka menerima kelahiran Yesus dari seorang perawan, dan menerima kerasulan Paulus.

(A.F.J. Klijn & G.J. Reinink, 'Patristic Evidence for Jewish-Christian Sects', hal. 50)

Jadi tidak semua kelompok Kristen-Yahudi (Judeo-Christian) bersikap ekstrem seperti kaum Ebionite.

Sebagai catatan, polemikus Islam biasanya mengatakan bahwa ajaran ortodhoksi Kristen yang sekarang adalah telah dirusakkan oleh Paulus dan kemudian menunjuk aliran Nazarene ini sebagai pengikut Yesus yang sejati. Mereka juga meletakkan embel-embel bahwa kaum Nazarene ini tidak menganggap Yesus sebagai Allah dan tetap fokus kepada penerapan Taurat bahkan bagi kalangan non-Yahudi juga. Tentu saja ini adalah tuduhan yang mudah sekali dipatahkan dengan mempelajari sejarah apa dan bagaimana ajaran kaum Nazarene yang sesungguhnya seperti yang sudah dituliskan di atas.

Bagi kaum Nazarene, memberikan toleransi kepada kaum non-Yahudi adalah konsekuensi logis dari misi keselamatan Yesus yang universal. Lagipula pada waktu itu, lebih luas Kekristenan telah menjangkau umat non-Yahudi seperti yang dipesankan Yesus sendiri: 'Jadikanlah semua bangsa murid-Ku' (Matius 28:19) dan 'Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk' (Markus 16:15).

** Sejak Kapan Kerasulan Paulus Mulai Dipermasalahkan...? **

Dari catatan para bapa Gereja paska Kerasulan di atas, jelaslah bahwa Paulus baru dipersoalkan pada abad kedua. Dan sekte Ebionite, sempalan Kristen Yahudi yang mulai mempersoalkannya.

Dalam Gereja mula-mula, memang telah terjadi pergumulan yang sangat hebat dengan 'reformasi Paulus'. Bahkan Yakobus, saudara Yesus, yang bertobat setelah kebangkitan Yesus itu, adalah salah satu tokoh yang mula-mula mempersoalkan terobosan Paulus terhadap kaum non-Yahudi yang dianggapnya terlalu berani.

Petrus pun juga mengalami pergumulan hebat mengenai bagaimana cara Injil harus diberitakan, sampai Tuhan menegurnya dalam sebuah visi ilahi di kota Jaffa (Kisah Rasul 10:9-43). Dengan diselenggarakannya Sidang Para Rasul di Yerusalem pada tahun 49, maka dikotomi 'Kristen Yahudi' yang berpusat di Yerusalem dengan 'Kristen non-Yahudi' yang berpusat di Antiokhia Syria ini telah diselesaikan (Kisah Rasul 15:22-33).

Harap ini sekali lagi dicatat, bahwa permasalahan mengenai Hukum Taurat dan termasuk juga segala perdebatan mengenai kerasulan Paulus telah selesai pada tahun 49.

Dan terbukti bahwa baik rasul Petrus, Yakobus, Paulus, Barnabas dan segenap Gereja waktu itu atas pimpinan Roh Kudus telah bersehati dan mengerti bahwa mereka tidak boleh 'mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid (yang berasal dari non-Israel) itu suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang (Yahudi Israel) kita maupun oleh kita sendiri' (Kisah Para Rasul 15:10), melainkan bahwa 'oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka (yang berasal dari non-Israel) juga' (Kisah Para Rasul 15:11)

Meski sudah diselesaikan pada Konsili Yerusalem yang diselenggarakan para rasul itu, tapi permasalahan tersebut masih menyisakan ketidakpuasan beberapa orang. Namun karena pada waktu itu para rasul masih hidup, mereka tidak bisa dan tidak berani berbuat banyak.

Ketidakpuasan beberapa orang ini mulai terangkat kembali ke permukaan ketika para Rasul meninggalkan mereka. Dan ketika kesempatan yang baik tiba, muncullah kelompok Ebionite yang:

  1. Menolak kerasulan Paulus
  2. Mempersoalkan kelahiran Yesus dari seorang perawan

Untuk itu, mari kita bahas ajaran kaum Ebionite di atas satu-per satu.

1. Permasalahan kerasulan Paulus

Penolakkan kaum Ebionite akan kerasulan Paulus ternyata diangkat kembali untuk pertama kali di dunia modern oleh tesis seorang Teolog Liberal yang bernama Ferdinan Baur pada tahun 1831. Baur tidak mempertentangkan Paulus dengan Yesus, tetapi antara 'Ppandangan Hellenis' Paulus dengan 'Pandangan Judais' Petrus dan Gereja mula-mula di Yerusalem. 'Pandangan Hellenis' yang dimaksud oleh Baur sebenarnya juga tidak berbeda secara teologis dengan 'Pandangan Judais', melainkan hanyalah dalam perbedaan kerangka berpikirnya saja. Sebab kelompok 'Yahudi Hellenis' menerima metodologi berpikir kritis Yunani, tetapi tetap berakar pada teologi dan mentalitas Yahudi. Jadi ketika Hasbullah Bakry (polemikus Islam Indonesia) menulis bahwa seolah-olah Paulus memindahkan konsep filsafat Hellenisme utuh-utuh ke dalam agama Kristen, kita hanya akan menanggapinya dengan senyum saja, karena setiap orang Yahudi terpelajar (yang tauhid-nya ketat) pada abad pertama pasti akrab dengan pemikiran Yunani tanpa tenggelam dalam pemikiran Yunani yang bercorak panteistik.

Kita perlebar sedikit.

Beberapa polemikus muslim (yang menjiplak teori yang baru muncul pada abad 19 ini) mengatakan bahwa Paulus bukanlah saksi mata, karena ia bukan murid Yesus langsung. Lalu data-data Perjanjian Baru mengenai perselisihan TEKNIS antara Paulus dan Petrus (Galatia 2:11-14) ditampilkan dan diperuncing seolah-olah Paulus adalah 'musuh abadi' Kristen Yahudi yang berpusat di Yerusalem dan kemudian mereka dengan sengaja menafikkan konsili Yerusalem.

Ulama-ulama Islam sepakat bahwa tokoh terpenting dalam agama Nasrani sejak semula perkembangannya yang ajarannya menyeleweng dari Nabi Isa adalah Paulus.

(Hasbullah Bakry, 'Nabi Isa dalam Al-Qur’an', hal.35-37)

Dan karena antara keduanya tidak pernah berjumpa secara fisik, maka keabsahan kesaksian Paulus ditolak oleh Hasbullah Bakry.

Sebenarnya, 'hubungan sejarah' antara kedua tokoh hanya dicari-cari. Sebenarnya, masalah utamanya terletak pada masalah teologis Islam sendiri, khususnya pandangan Islam mengenai pewahyuan kitab suci dan kerasulan yang memang sangat berbeda dengan pandangan Yahudi dan Kristen.

Para polemikus Muslim itu lupa bahwa kalau Paulus tidak bertemu dengan Yesus dijadikan alasan untuk meragu-ragukan kesaksian Paulus, maka mestinya persoalan klaim pewahyuan Muhammad juga menjadi masalah yang lebih serius. Sebab sekalipun Paulus tidak bertemu dengan Yesus, tetapi ia bergaul akrab dengan rasul-rasul Yesus di Yerusalem. Kesaksian Paulus diuji oleh 'saksi-saksi mata' peristiwa Yesus itu.

Lebih parah lagi, pertentangan TEKNIS antara Paulus dan Barnabas (Kisah Rasul 15:35-41) kemudian dihubung-hubungkan dengan dokumen palsu dari abad 16 yang berjudul 'Injil Barnabas'. Padahal dalam tradisi purba mengenai Barnabas, seperti yang tertulis dalam Epistle of Barnabas (ditulis tahun 95 M), sama sekali TIDAK MENDUKUNG teori bahwa Barnabas secara Teologis bertentangan dengan Paulus, bahkan dokumen itu justru menelanjangi pemikiran beberapa bidat Kristen yang mencoba mengembalikan kekristenan kepada pola hidup keyahudian, sampai harus menolak anugerah keselamatan yang sudah pasti dalam Yesus Kristus.

Saya berharap tidak ada kebingungan antara Injil Barnabas dengan Epistle of Barnabas (Surat Barnabas) dan Acts of Barnabas (Kisah Barnabas) yang keduanya sama sekali tidak mendukung klaim Injil palsu Barnabas yang baru muncul di abad pertengahan, perbandingan diantara keduanya Saya rangkum dengan singkat dibagian akhir tulisan ini.

Mengenai Paulus yang bukan murid Yesus secara historis, tidak seorang pun yang menyangkalnya, memang itulah kebenarannya. Tetapi hal ini berbeda jauh dengan Cerinthus, misalnya, yang terang-terangan berkonfrontasi dengan rasul-rasul Kristus. Saul (Paulus) dari Tarsus sekali pun ia secara fisik tidak bertemu dengan Yesus, tetapi Yesus sendiri menemuinya dalam 'Visi Damaskus', dan pengalaman rohaninya ini diterima dan di-approve oleh rasul-rasul Kristus di Yerusalem. Paulus juga selalu bersama-sama dengan rasul Yakobus (yang merupakan pemimpin Gereja Yerusalem) dan saksi-saksi mata di Yerusalem (Kisah Rasul 21:15-26). Dan bahkan Petrus pun kemudian menyebut Paulus rekan sekerjanya:

seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain. (2 Petrus 3:15-16)

Penulis-penulis Gereja mula-mula pun (yang merupakan murid-murid dari para rasul dan hidup bersama komunitas para rasul itu) seperti Papias, Polikarpus, dan Ignatius tidak pernah mencatat 'perselisihan Paulus versus rasul-rasul', seperti yang diteorikan oleh teolog-teolog Liberal, dan kemudian diadopsi para kritikus Kekristenan sekarang ini. Para bapa Gereja tersebut malahan menulis hal yang baik tentang relasi Paulus dengan guru-guru mereka (para rasul).

Klemens dari Roma dalam suratnya kepada jemaat Korintus:

Tetapi setelah contoh-contoh dari zaman kuno (Tokoh-Tokoh Perjanjian Lama), marilah kita lihat para pemimpin yang hidup dekat dengan masa kita… Dan setelah menyebut Petrus, Klemens menulis: "Paulus, oleh teladan yang ditunjukkannya dengan telah membayar harga bagi ketaatannya kepada Tuhan".

(J.B. Lihtfoot dan J.R. Harmer, "The Apostolic Fathers", hal.58-59)

Klemens adalah murid rasul Petrus dan kemudian dipilih oleh dia itu untuk menjadi salah satu pemimpin gereja Roma setelah Linus dan Anacletus.

Ignatius dari Antiokhia dalam Surat kepada Jemaat di Roma:

Aku tidak sebanding dengan apa yang telah diperbuat Petrus dan Paulus. Mereka adalah rasul-rasul, dan aku adalah hamba pelayanan. Sekarang akulah murid pertama mereka.
(J.B. Lihtfoot dan J.R. Harmer, "The Apostolic Fathers", hal.151)

Ignatius adalah murid rasul Yohanes dan Petrus yang diangkat menjadi pemimpin Gereja pertama di Antiokhia. Ignatius meninggalkan catatan sejarah yang sangat berharga, yaitu 7 (tujuh) surat kirimannya kepada Gereja di Smyrna, Efesus, Magnesia, Filadelpia, Tralia, Roma, dan kepada Polikarpus. Tidak ada secuil bukti bahwa Paulus dipersoalkan oleh para rasul dan murid-murid para rasul.

Polikarpus dari Smirna dalam suratnya kepada jemaat Filipi menyebut 'Paulus yang diberkati':

Namun demikian, belum pernah aku lihat dan aku dengar terjadi dari antara kalian, di mana Paulus yang terberkati itu, pernah melayani di tengah-tengahmu, seperti yang dinyatakannya dalam permulaan suratnya. Sebab Paulus membanggakan kalian di antara semua Gereja Tuhan, sebagai satu-satunya yang waktu itu mengenal Allah, ketika kami sendiri belum mengenal-Nya.

(J.B. Lihtfoot dan J.R. Harmer, "The Apostolic Fathers", hal.179-180)

Polikarpus adalah murid rasul Yohanes, dan sang rasul sendiri yang menahbiskannya menjadi pemimpin Gereja Kristus di Smirna.

Begitu juga data-data sejarah lain yang sezaman dan sesudah ketiga bapak Gereja kuno di atas, seperti Surat Barnabas, Gembala Hermas, Yustinus Martir, Surat Diognetus, dsb, tidak ada secuil bukti pun mengenai pertentangan Paulus dengan Gereja Yerusalem. Dengan demikian, teori modern yang mempertentangkan kekristenan 'versi Paulus' (Pauline Christianity) dengan kekristenan Yahudi (Judeo Christianity) hanyalah isapan jempol dan merupakan teori yang tidak terbukti.

Demikian juga, adanya teori bahwa sekte Ebionite yang disangka pengikut rasul Yakobus dan berlawanan dengan Paulus, sama sekali tidak dapat membuktikan 'mata rantai/sanad' ajaran-ajarannya dengan Yakobus dan rasul-rasul lainnya. Justru seperti yang telah dibuktikan, keberadaan kaum Ebionite adalah merupakan penyimpangan setelah zaman rasuli, yang serempak ditolak oleh murid-murid para rasul sendiri (A.F.J. Klinj & G.J. Reinink, 'Patristic Evidence for Jewish-Christian Sects', hal 25-34).

2. Penolakkan Ebionite atas kelahiran Yesus dari seorang perawan.

Dalam Church History Book III Chapter 27, Eusebius dari Kaisaria (sejarawan Gereja abad ke-4) menuliskan kalau bidat Ebionite percaya bahwa Yesus Kristus adalah buah dari hubungan seksual antara seorang pria dengan Maria.

Tentu saja ini adalah pemikiran mereka yang konyol dan dungu luar biasa, karena bidat Ebionite hanya mengakui Injil Matius (yang disebut juga Hebrew Gospel) dan menolak Injil yang lain sebagai dampak dan konsekuensi logis dari pemaksaan pe-Yahudi-an Kristen yang mereka lakukan. Namun Injil Matius sendiri dengan jelas mengatakan:

Ia (Yusuf) mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia (Maria) sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus.
(Matius 1:24-25)

Tentu saja ajaran Ebionite itu ditolak oleh Gereja berdasarkan data-data sejarah, Kitab Suci, dan wibawa serta suksesi rasuli yang ada pada Gereja.

Ignatius dari Antiokhia bahkan merasa perlu untuk menegaskan dalam 'Epistle to the Ephesians' bahwa:

Allah kita, Yesus Kristus, dikandung oleh Maria sesuai dengan rencana Allah: dari keturunan Daud, itu benar, tapi dari Roh Kudus.

(J.N.D. Kelly, 'Early Christian Doctrines', Harper & Row, hal 144)

Ajaran Ignatius ini hanya merupakan penegasan dari ajaran rasul Yohanes yang mengatakan dalam Kitab Suci bahwa 'Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah' (1 Yohanes 5:6) yang berarti bahwa Yesus datang ke dunia sebagai manusia sejati tapi bukan sebagai hasil hubungan seksual melainkan dikandung daripada Roh Kudus. Itulah mengapa kaum Ebionite adalah bidat, dan tentu saja, semua bidat akan ditolak oleh Orthodoksi Kristen.

3. Bidat Gnostik

Paham Gnostik yang merupakan penerus filsafat Hellenisme ini sudah muncul di Efesus ketika Rasul Yohanes melayani Gereja di sana. Rasul Yohanes sendiri telah menghantam paham ini dengan tulisan-tulisannya dalam surat 1 dan 2 Yohanes. Paham Gnostik yang dihajar oleh rasul Yohanes itu merupakan bentuk Gnostikisme yang paling kuno, yang mengajarkan bahwa tubuh itu jahat dan roh itu baik, dan keduanya saling bertentangan.

Bidat ini juga berpandangan bahwa Allah tidak dapat menyentuh benda, sehingga Ia tidak pernah menciptakan benda yang dianggap-Nya tdak berguna itu, akan tetapi Allah mengeluarkan serangkaian pancaran dari Dzat-Nya sendiri. Pancaran-pancaran itu semakin jauh dari Allah, sampai ada pancaran yang sedemikian jauh hingga bisa menyentuh benda-benda jasmani. Pancaran yang jauh inilah yang kemudian menciptakan dunia ini.

Ajaran yang demikian sesungguhnya adalah pengembangan dari Neo-Platonisme Yunani, sehingga A. Harnack dari Jerman dalam dogmatikanya sampai harus menyebut Gnostikisme ini sebagai: 'extreme Hellenization of Christianity' (Early Christian Doctrines page 22).
Neo-Platonisme sendiri mengajarkan bahwa terjadinya alam semesta ini adalah dari proses emanasi Ilahi. Hasil emanasi pertama dari Allah adalah demiurgos, dan kemudian demiurgos ini beremanasi lagi menghasilkan alam semesta.

Kata emanasi, berasal dari bahasa Inggris emanation yang berarti proses munculnya sesuatu dari pemancaran, bahwa yang dipancarkan, substansinya sama dengan yang memancarkan. Sedangkan dalam filsafat, emanasi adalah proses terjadinya ujud yang beraneka ragam, baik langsung atau tidak langsung, bersifat jiwa atau materi, berasal dari ujud yang menjadi sumber dari segala sesuatu yakni Tuhan, yang menjadi sebab dari segala yang ada karenanya setiap ujud ini merupakan bagian dari Tuhan. Emanasi juga berarti: realitas yang keluar dari sumber (Tuhan, seperti cahaya keluar dari matahari).

Ajaran ini persis sama dengan kedunguan doktrin saksi Yehuwa yang mengatakan bahwa Yehuwa menciptakan Yesus sebagai ciptaan pertama, dan Yesus adalah arsitek ahli dalam penciptaan alam semesta. Itulah sebabnya kalau saksi Yehuwa adalah tidak lain dan tidak bukan sebagai penjelmaan Neo-Platonisme abad modern.

Kembali ke Gnostikisme, Irenaeus (yang adalah murid dari Polikarpus dan Polikarpus adalah murid dari rasul Yohanes) mencatat bahwa pada zaman rasul Yohanes, pemimpin bidat ini adalah Cerinthus. Irenaeus menuliskan:

Cerinthus mengajarkan bahwa Allah bukan pencipta dunia, melainkan kekuatan yang memancar keluar dari-Nya (-lah yang menciptakan dunia), dan bahwa Kristus dilahirkan secara wajar dari hubungan Yusuf dan Maria, yang pada saat pembabtisan Kristus sejati turun kepada Yesus, dan meninggalkan Dia ketika penyaliban.

(Marqus Dawud, 'Tarikh al-Kanisah (Church History)', hal.109-110, atau bisa juga dilihat versi online-nya di: http://www.ccel.org/ccel/schaff/anf01.ix.ii.xxvii.html )

Munculnya ajaran-ajaran baru ini tentu saja cukup meresahkan Gereja Kristen, tetapi untunglah rasul-rasul masih hidup. Para murid Kristus itu meneruskan ajaran Sang Guru Agung mereka melalui semacam 'kelompok Pendalaman Alkitab', yaitu komunitas-komunitas iman di bawah bimbingan dan pengawasan rasul-rasul Kristus sendiri. Gambaran 'sistem pemuridan dan pengajaran rasuli ini sebenarnya meneruskan tradisi Yahudi, seperti yang disaksikan Irenaeus tentang gurunya, Polikarpus:

Masih kuingat dengan baik, bagaimana Polikarpus duduk mengajar. Ku ingat kotbah-kotbah yang disampaikannya kepada orang banyak, dan bagaimana dijelaskannya hubungannya dengan rasul Yohanes dan murid-murid Kristus yang lain, bagaimana dihafalkan olehnya sabda-sabda-Nya, dan bagaimana pula ia mendengarkan dari rasul-rasul itu mengenai Tuhan kita, mengenai mukjizat-mukjizat dan pengajaran-pengajaran-Nya yang telah diterima dari kesaksian dari saksi-saksi yang telah menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri mengenai Firman Allah yang hidup itu.

(Tarikh al-Kanisah (Church History), hal 232)

Meskipun demikian, pemimpin bidat Gnostik macam Cerinthus yang tidak tergabung dalam komunitas dan pengajaran rasuli itu berani terang-terangan mempropagandakan ajarannya di depan rasul Yohanes. Jemaat Kristen perdana pun jengkel. Atas dasar apa Cerinthus mengatasnamakan ajaran Kristus padahal ia tidak pernah bertemu dengan-Nya apalagi menjadi murid-Nya?

Sedangkan rasul Yohanes, guru dan panutan mereka, jelas-jelas rasul dan murid yang dikasihi Yesus, bahkan kepada rasul inilah Sang Juruselamat menitipkan Maria, ibu-Nya, ketika Ia menjalani penderitaan-Nya (Yohanes 19:25-27; 21:24).

Orang-orang Kristen di Efesus sangat jengkel dengan ulah para pengajar bidat itu, lebih-lebih rasul Yohanes. Itulah sebabnya ia sangat tegas terhadap kaum Gnostik, seperti yang ditulis dalam sejarah Gereja mula-mula, dan tercermin dalam surat-surat yang ditulisnya. Karena alasan yang sama tersebut, para uskup di Efesus kemudian mendorong rasul Yohanes untuk menuliskan Injil yang keempat. Patut dicatat, bahwa ketiga Injil sebelumnya (Matius, Markus, dan Lukas) sudah memuat fakta-fakta tentang kehidupan Yesus Kristus, tetapi rasul Yohanes menuliskan 'makna rohani atas fakta-fakta itu'.

Ketegasan sikap rasul Yohanes terhadap bidat Gnostik ini sempat dicatat oleh Irenaeus yang mendengarkan kisah dari gurunya, Polikarpus, murid rasul Yohanes sendiri:

Suatu hari di sebuah pemandian umum di kota Efesus, Yohanes melihat Cerinthus ada di dalamnya, sedangkan banyak orang Kristen berada satu atap dengan pemimpin bidat tersebut. "Anak-anakku'', seru rasul Yohanes, "Cepatlah keluar! Aku khawatir rumah ini akan roboh karena tidak bisa menahan kesesatan Cerinthus si musuh Kebenaran itu!"

(Alexander Roberts & James Donaldson, 'The Writings of the Fathers Downs' A.D. 325 Ante-Nicene Father. Vol. 1, page. 413 yang mengutip Against Heresies milik Irenaeus)

Kisah tersebut juga direkam kembali oleh Eusebius dari Kaisaria, yang merupakan sejarawan Gereja handal di abad ke-4 dalam bukunya Church History of Eusebius Book III Chapter XXVIII: Cerinthus the Heresiarch.

Maka selain menuliskan Injil keempat, rasul Yohanes juga menuliskan surat 1 dan 2 Yohanes untuk menghajar bidat Gnostik tersebut. Dan tentang ini, Adam Clarke dalam 'Preface to the First Epistle of John' menuliskan:

"... surat pertama Yohanes sebagai sebuah buku atau risalah, di mana sang Rasul mendeklarasikan kepada seluruh dunia penolakkannya kepada ajaran Cerinthus dan Gnostik. Bahwa desain dari surat ini adalah untuk memberantas doktrin yang diajarkan oleh guru-guru palsu tertentu, seperti yang bisa dilihat pada 1 Yohanes 2:18-26, 3:7, 4:1-3, dan mengenai ajaran palsu apa yang dimaksud bisa kita simpulkan dari ajaran Yohanes pada 1 Yohanes 5:1-6 yang meng-counter ajaran palsu tersebut.

Sang rasul menegaskan bahwa 'Yesus adalah Kristus', dan bahwa 'Ia adalah Kristus, tidak hanya oleh air, tetapi oleh air dan darah'. Kata-kata ini, menjadi sangat jelas bahwa sedang menyerang ajaran Cerinthus yang menyatakan bahwa Yesus dilahirkan secara normal (melalui hubungan seksual), tapi Sang Aeon, Kristus turun kepada-Nya pada saat pembaptisan-Nya, dan meninggalkan-Nya sebelum kematian-Nya. Namun perkataan Rasul Yohanes dalam 1 Yohanes 5:1-6 ini ditujukan untuk menyerang Cerinthus. Dan anti-Kristus yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus yang disebutnya dalam 1 Yohanes 2:22, sebagaimana nabi-nabi palsu yang juga disebutkannya dalam 1 Yohanes 4:1, 3 pasti adalah kaum Cerinthians, atau Gnostik."

Paham Gnostikisme ini masih dan akan terus berkembang menjadi bentuk-bentuk yang lebih rumit seperti Doketisme, atau yang sudah bercampur dengan legenda-legenda lokal macam bidat Manicheanisme, atau yang lain.

** Perbandingan Antara Surat Barnabas (Epistle of Barnabas) Dengan Injil Non-Kanonik Barnabas**

Berikut sekilas perbandingan antara Surat Barnabas (Epistle of Barnabas), Literatur Kristen yang bertanggal sekitar tahun 90-130 Masehi, dengan Injil palsu Barnabas, karangan polemis dari abad 16. Surat Barnabas ini menarik sebab menjadi bukti diluar Perjanjian Baru, yang membuktikan bahwa keyakinan Kristen terhadap Keilahian Yesus dan ajaran penebusan bukanlah doktrin yang berasal dari abad keempat setelah Kaisar Konstantin menjadi Kristen.

Faktanya, ada banyak tulisan bapa Gereja sebelum jaman Konstantin yang sudah menegaskan tentang keilahian Yesus. Bahwa Ia adalah Firman yang sehakikat-berdiam didalam Allah Bapa.

Jadi tidak benar fitnahan beberapa polemikus non-Kristen yang menyatakan 'pengangkatan' Yesus jadi Tuhan barulah pada abad keempat. Pernyataan bodoh sebab buta sejarah dan miskin literatur ini tidak perlu ditanggapi terlalu serius karena memang sama sekali tidak ilmiah.

Abuna Bishoy ‘Abd Al-Masih, seorang Abuna sekaligus teolog dari gereja Koptik yang menerjemahkan Surat Barnabas dalam bahasa Arab memberikan komentarnya sebagai berikut tentang literatur kuno ini:

المسيح في هذه الرسالة مولود من الاب قبل الدهور

Wa al-masih fi hadzihi ar risalat mauludun min al Ab qabla ad duhur.

Artinya: Kristus dalam surat ini dinyatakan sebagai yang dilahirkan dari Bapa sebelum segala sesuatu.

Ungkapan dilahirkan dari Bapa merupakan bahasa Teologis khas iman Kristiani yang sama sekali tidak bermakna biologis. Lagi pula dari pernyataan ini sudah jelas, mana ada seorang Bapa melahirkan? Kelahiran yang dimaksud bermakna rohani, yakni menunjuk keberadaan kekal-Nya sebelum terciptanya waktu.

Seperti yang kerap dinyatakan oleh para bapa Gereja bahwa Kristus memiliki dua, yakni Kelahiran pertama dari Allah Bapa menunjuk Hakekat dan Keberadaan-Nya sebagai Allah.

Eksistensi-Nya dalam Roh Allah jelas tidak berwujud fisik. Dan ini berbicara masa kekekalan, yakni sebelum adanya ruang dan waktu, Firman-Nya berdiam dalam Allah Bapa.

Jadi jangan dibayangkan wujud fisik Yesus berada dalam Allah Bapa. Wujud dari inkarnasi Firman itu baru ada setelah Roh Kudus menaungi Maria dan Firman berdiam dalam rahim Maria, ibu-Nya dengan cara yang ajaib.

Inilah yang kemudian disebut kelahiran yang kedua, yakni kelahiran-Nya dari Maria.

**) Surat Barnabas tentang inkarnasi dan karya penebusan:

إن السيد المسيح تحمل تسليم جسده الى الموت، وقصد بذلك أن يقدسنا بمغفرة خطايانا الذى تم بسكب دمه.

Inna as-Sayyid almasih tahammala taslima jasadihi ila al-maut, wa qoshoda bi dzalika an yuqaddisana bi maghfirati khotoyana alladzi tamma bi sakbi damihi.

Artinya:
Sesungguhnya Kristus, Tuhan kita, telah menanggung (penderitaan) berupa penyerahan tubuh jasmani-Nya kepada kematian (penyaliban), tujuannya agar melaluinya Ia menyucikan kita dengan pengampunan dosa melalui percikan darah-Nya.

(Surat Barnabas V.1)

**) Surat Barnabas tentang Anak Allah dan Inkarnasi-Nya

و إن كان ابن الله قد جاء بالجسد

Wa in kana Ibn Allah qad ja’a bi al-jasad

Artinya:
Dan jika Anak Allah telah datang dalam wujud manusia (en sarki). (Surat Barnabas V.11)

**) Surat Barnabas tentang Keilahian Yesus, peran-Nya sebagai Hakim akhir jaman dan tujuan kedatangan-Nya sebagai Juruselamat manusia:

لأن إبن الله هو الرب الإله و هو الذى سيدين الأحياء و الأموات و مع ذلك فقد تألم لأجلنا...

Lianna Ibn Allah huwa ar-Rabb al-Ilah wa Huwa alladzi sayadinu al-ahya'wa al-amwat wa ma'a dzalika faqod ta'allama li ajlina

Artinya:
Karena Anak Allah adalah Tuhan dan Allah dan Dialah yang akan menghakimi mereka yang hidup dan yang mati. Yang bersama dengan itu Dialah yang telah menderita demi kita (yang percaya).

(Surat Barnabas VII.2).

Itulah sebagian isi Surat Barnabas terkait pribadi Tuhan kita, Yesus Kristus dan tujuan kedatangan-Nya ke dalam dunia. Tentu sangat berbeda dengan literatur palsu yang menyebut dirinya sebagai 'Injil Barnabas', yang terbukti berasal dari abad ke 16.

Injil Barnabas tidak mengakui bahwa Yesus adalah Mesias (Lihat Injil Barnabas pasal 96: '… Demi Allah pada hadirat-Nya aku berdiri, aku bukanlah Mesias/Al-Masih itu)'. Ini jelas bertentangan dengan Qur’an sendiri yang mengakui bahwa Yesus adalah satu-satunya Al-Masih (Qs.3:45).

Dalam Injil Barnabas juga dinyatakan bahwa Yesus bukan Anak Allah (Injil Barnabas pasal 48: '… Dia bukan Allah, tidak pula Putera dari Allah, karena Allah tambahan pula tidak mempunyai jasad untuk melahirkan, hanya dia adalah seorang nabi besar utusan Allah').

Ternyata penyebab penolakan gelar Anak Allah bagi Yesus dalam Injil Barnabas disebabkan karena penulis injil palsu ini memahami istilah tersebut secara biologis. Padahal istilah tersebut tidak bermakna biologis.

Itulah sekilas perbedaan antara Surat Barnabas dan Injil Barnabas, Literatur pertama jelas menegaskan keberadaan ilahi Yesus sebagai Firman dan tujuan kedatangan-Nya untuk menjadi Juruselamat manusia. Sedangkan Injil Barnabas, menyangkal keilahian Yesus dan peran-Nya sebagai Mesias, Juruselamat dunia.

Jelas ini tidak sesuai dengan bangunan teologi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang selaras menyatakan tentang Hakikat Mesias yang Ilahi (Divine Messiah) dan tujuan kedatangan-Nya sebagai Juruselamat umat manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar