26 Mei 2011

Tinjauan Kritis Atas Kebangkitan Kristus -- Rangkuman Tulisan Para Teolog Kristen --

Kita semua pasti terkejut ketika seseorang yang terkenal tiba-tiba meninggal. Kematian sering disebut-sebut sebagai “sang pemerata.” Ribuan pilar baru yang bertanda dan dikelilingi oleh rerumputan hijau meneceritakan segalanya. Pemenang hadiah Nobel, ratu kecantikan, billioner, presiden, semuanya mati. Suatu hari nanti, kita akan memperoleh giliran kita juga.

Pertanyaan yang kita semua hadapi adalah, “sesudah itu lalu apa?”

Sebagian orang seperti Bertrand Russell yang ateis percaya bahwa kematian adalah akhir dari semua kesadaran. Russell menulis, “Saya percaya bahwa ketika saya mati, saya akan membusuk, dan tidak ada satupun dari keakuan saya yang akan tetap.”1

Tetapi, Yesus Kristus mengatakan bahwa mereka yang percaya kepada-Nya akan memperoleh hidup yang kekal. Melalui pernyataan radikal kepada para murid-Nya, Yesus mengatakan, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.” (Yoh 11:25) Selanjutnya, Yesus juga katakan kepada para murid-Nya bahwa Ia akan membuktikan kebenaran ucapan-Nya melalui kematian dan kebangkitan-Nya tiga hari kemudian.

Jika itu benar bahwa Yesus bangkit dari kematian setelah tiga hari di dalam kubur, seperti yang diklaim Perjanjian Baru, maka janji-Nya tentang hidup yang kekal setelah kematian dapat dipercaya. Tetapi jika Yesus tidak bangkit, maka semua yang Ia katakan memang perlu dipertanyakan.

R.C. Sproul, sorang pakar teologia menyatakan, “Pernyataan kebangkitan Yesus sangat vital bagi kekristenan. Jika Kristus dibangkitkan oleh Allah dari kematian, maka Dia memiliki jaminan yang dapat dipercaya, yang tidak dimiliki oleh para pemimpin agama lain. Budha sudah mati. Muhammad sudah mati. Musa sudah mati. Konghucu juga sudah mati. Tetapi, menurut iman Kristen, Kristus tetap hidup.”2

Kisah-kisah mistik menggambarkan bahwa para allah sepert Osiris, Isis, dan Tammuz, mati dan bangkit kembali. Tetapi tidak ada seorangpun yang sungguh percaya bahwa mitos seperti itu benar, karena tidak bukti secuil pun yang mengatakan bahwa para allah ini memang benar ada, apalagi sampai bangkit dari kematian. Tetapi tentang Yesus Kristus, bukti-bukti meyakinkan kita bahwa sekitar 2000 tahun lalu, Yesus memang benar hidup dan sangat mempengaruhi sejarah.

Tetapi, apakah kebangkitan Yesus hanya merupakan cerita karangan jemaat mula-mula atau adakah bukti untuk itu...?

Sebagian orang mengatakan bahwa masalah ini adalah masalah yang sudah mati dan tidak dapat dibuka kembali. Sebagian lain yang menyelidiki bukti-bukti tentang kasus ini untuk diri mereka sendiri, menceritakan sesuatu yang lain. Lalu, yang mana yang harus kita percayai...?

Lagipula, kebangkitan Yesus bisa merupakan suatu kemenangan besar atau suatu penipuan besar di dalam sejarah manusia.

Peneliti Josh McDowel berkata, “Setelah melalui lebih dari 700 jam di dalam mempelajari masalah ini dan dengan sungguh menyelidiki dasar pijaknya, saya sampai pada kesimpulan bahwa kebangkitan Yesus adalah salah satu dari kejahatan, kekejian dan kebohongan yang tidak berperasaan yang terbesar, yang pernah menyelinap ke dalam pikiran manusia, ATAU kebangkitan Yesus adalah fakta sejarah yang paling luar biasa.”3 Jadi, yang mana?

** Yang Sinis dan Yang Skeptis **

Begitupun, tidak semua orang rela dan mau besikap adil untuk menguji bukti-bukti yang ada. Bertrand Russell mengkui bahwa pendapatnya tentang Yesus ia kemukakan dengan “tidak mempedulikan” bukti-bukti sejarah.4 Sejarawan Josep Campbell, dengan tidak mengajukan bukti apapun, mengatakan kepada para pemirsa televise PBS bahwa kebangkitan Yesus bukanlah peristiwa yang nyata.5 Para cendekiawan lain seperti Dominic Crossan dari Jesus Seminar, setuju dengan Campbell.6 Tetapi, tidak seorangpun dari para cendekiawan skeptis ini yang mengajukan bukti-bukti untuk mendasari pernyataan mereka.

Para skeptik tulen berlawanan dengan yang sinis, bahwa mereka tertarik dengan bukti. Di dalam salah satu editorial majalah sekeptik yang berjudul “Apa itu seorang skeptik?” (“What Is a Skeptic?”), mereka memberikan defenisi seperti berikut: “Skeptisme adalah penerapan alasan terhadap ide apapun dan manapun – tidak ada yang boleh lolos. Dengan kata lain, skeptik tidak akan melakukan penyelidikan yang mendekati kemungkinan bahwa suatu fenomena itu nyata atau suatu pernyataan ternyata benar.”

Jika kita katakan bahwa kita ini ‘skeptik’, yang kita maksudkan adalah bahwa kita harus melihat bukti yang meyakinkan barulah kita percaya.7

Berbeda dari Russell dan Crossan, banyak skeptik tulen telah menyelidiki bukti-bukti tentang kebangkitan Yesus. Di dalam tulisan ini, kita akan dengar beberapa orang di antara mereka dan kita akan lihat bagaimana mereka menganalisis bukti-bukti untuk pertanyaan yang mungkin teramat penting di dalam sejarah umat manusia: ‘Apakah Yesus bangkit dari kematian?’

** Nubuatan Pribadi **

Sebelum kematian-Nya, Yesus katakan kepada para murid-Nya bahwa Ia akan dihianati, ditangkap, disalibkan dan Dia akan hidup kembali setelah tiga hari. Suatu rencana yang aneh! Apa yang ada di baliknya? Yesus bukanlah seorang penghibur (entertainer) yang melakukan pertunjukan demi memenuhi kebutuhan penonton, tetapi sebaliknya, Ia berjanji bahwa kematian dan kebangkitan-Nya akan membuktikan kepada orang banyak (jika pikiran dan hati mereka terbuka) bahwa Dia benar-benar adalah Mesias.

Seorang pakar Alkitab, Wilbur Smith, membuat pernyatan tentang Yesus:

“Ketika ia berkata bahwa Dia sendiri akan bangkit dari kematian, tiga hari setelah Ia disalibkan, Ia sedang mengatakan sesuatu yang hanya akan dikatakan oleh orang dungu, jika ia memang menginginkan kesetiaan yang lama dari para murid-Nya – kecuali jika Ia memang benar-benar yakin bahwa Ia akan bangkit. Tidak ada satu pun pendiri agama di dunia ini pernah berani mengatakan sesuatu seperti ini.”8

Dengan kata lain, karena Yesus sudah mengatakan dengan begitu jelas kepada murid-murid-Nya bahwa ia akan bangkit dari kematian-Nya, maka kegagalan untuk memenuhi janji-Nya akan mengungkapkan Diri-Nya sebagai penipu. Tetapi kita agak terlalu cepat. Bagaimanakah Yesus mati sebelum Ia bangkit lagi (jika memang benar Ia bangkit)?

** Kematian yang Mengenaskan, Lalu….? **

Anda pasti tahu bagaimana saat-saat terakhir kehidupan Yesus di dunia jika anda menonton film ‘Warrior/Brave Heart’ – Mel Gibson. Jika anda kehilangan beberapa bagian dari film ‘The Passion of the Christ’ karena anda menutup wajah anda (akan lebih mudah jika mengambil adegan film itu dengan menggunakan filter merah), anda bisa membuka halaman-halaman terakhir dari salah satu Injil di dalam Perjanjian Baru dan anda akan dapatkan adegan yang anda lewati tadi.

Seperti yang diprediksi Yesus, Ia dihianati oleh salah satu murid-Nya, Yudas Iskariot, dan ditangkap. Di dalam pengadilan yang menghina dari gubernur Romawi, Pontius Pilatus, Dia dituduh sebagai penghianat dan divonis mati pada salib kayu. Sebelum dipaku di salib, Yesus disiksa secara brutal dengan menggunakan cambuk Romawi ‘cat-o-nine-tails’, semacam cambuk dengan potongan tulang dan logam di ujungnya, yang dapat mencabik-cabik daging. Ia ditinju berulang-ulang, ditendang dan diludahi.

Lalu dengan palu godam, para eksekutor Romawi menumbuk paku besi tempa kasar dan berat ke pergelangan tangan dan kaki Yesus. Pada akhirnya, mereka memasukkan salib itu ke dalam sebuah lobang di tanah, di antara dua salib lain yang menahan tubuh dua orang pencuri terhukum.

Yesus tergantung di salib selama kira-kira enam jam. Pada jam 3.00 di sore hari – tepat pada waktunya anak domba Paskah dikorbankan sebagai penebus dosa (anda pikir ini sekedar semacam simbol?) – Jesus beseru dengan suara nyaring, “Sudah selesai” (dalam bahasa Aramaik), dan Ia mati. Tiba-tiba langit menjadi gelap dan gempa mengguncang daerah itu.9

Pilatus menghendaki pembuktian bahwa Yesus sudah mati sebelum ia mengizinkan mayat-Nya dikuburkan. Untuk itu, sorang tentara Romawi menusuk lambung Yesus dengan tombak. Keluarnya campuran darah dan air dari tubuh Yesus adalah tanda yang jelas bahwa Ia sudah mati. Tubuh Yesus kemudian diturunkan dari salib dan dikuburkan di dalam kuburan Yusuf Arimatea. Kubur itu lalu dimeteraikan dan dijaga 24 jam penuh oleh tentara Romawi.

Sementara itu, murid-murid Yesus sangat terpukul. Dr. J.P. Moreland menjelaskan bagaimana mereka hancur dan kebingungan setelah kematian Yesus di salib. “Mereka tidak lagi memiliki keyakinan bahwa Yesus datang dari Allah. Mereka juga sudah diajarkan bahwa Allah tidak akan membiarkan Mesias-Nya menderita dan mati. Karena itu, mereka tercerai-berai. Segala gerakan tentang Yesus berhenti total.”10

Semua harapan dipatahkan. Pihak Romawi dan pemimpin Yahudi menang mutlak – atau seperti yang terlihat saat itu.

** Sesuatu Terjadi **

Tetapi, ternyata itu bukan akhirnya. Gerakan tentang Yesus jelas tidak menghilang, dan pada kenyataannya Kekristenan tetap hidup hingga hari ini sebagai agama terbesar di dunia. Oleh sebab itu, kita harus tahu apa yang terjadi setelah tubuh Yesus diturunkan dari salib dan dibaringkan di dalam kubur.

Di dalam sebuah artikel New York Times, Peter Steinfels mengomentari bahwa peristiwa luar biasa yang terjadi tiga hari setelah kematian Yesus dengan kalimat: “Tak lama setelah Yesus dieksekusi, para pengikutnya serta-merta berubah dari kelompok yang kebingungan dan ketakutan menjadi orang-orang dengan berita tentang Yesus yang hidup dan kedatangan kerajaan-Nya, yang dikhotbahkan dengan mempertaruhkan nyawa mereka, yang pada kenyataannya mengubah sebuah kerajaan. Sesuatu telah terjadi…. Tetapi apa sebenarnya yang terjadi?”11

Inilah pertanyan yang harus kita jawab dengan menyelidiki fakta-fakta yang ada.

Hanya ada lima penjelasan yang masuk akal untuk dugaan kebangkitan Yesus, seperti yang diceritakan di dalam Perjanjian Baru:

  1. Yesus tidak benar-benar mati di kayu salib.
  2. Kebangkitan itu hanyalah rekayasa.
  3. Murid-murid menghayal.
  4. Ceritanya merupakan sebuah legenda
  5. Hal itu benar-benar terjadi.

Mari kita telusuri kelima pilihan ini untuk melihat, pilihan manakah yang paling sesuai dengan fakta-fakta yang ada. ‘Apakah Yesus Benar-Benar Mati?’

‘Marley lebih mati daripada paku penghias pintu dan hal ini tidak diragukan lagi’. Demikian kata pembukaan dari A Cristmas Carol-nya Charles Dickens, bahwa penulisnya tidak ingin seorang pun keliru dengan peristiwa supernatural yang segera akan terjadi. Dengan cara yang sama, sebelum kita menjalankan perannya di CSI dan menyatukan kepingan-kepingan bukti dari kebangkitan, kita harus menetapkan lebih dahulu bahwa di sana memang ada mayat. Sebab kadang-kadang surat-kabar memberitakan bahwa ada “mayat” di kamar mayat yang tiba-tiba bergerak dan hidup.

Mungkinkah peristiwa seperti ini yang terjadi dengan Yesus...?

Sebagian orang berpendapat bahwa Yesus bertahan hidup melewati penyaliban dan kemudian disegarkan oleh udara dingin dan basah di dalam kubur – ‘Wow, berapa lama saya tidak sadar?’

Tetapi teori ini sepertinya tidak cocok dengan bukti-bukti medis.

Sebuah artikel di dalam jurnal American Medical Association menjelaskan mengapa apa yang disebut sebagai ‘teori pingsan’ ini tidak dapat dipertahankan: ‘Jelas, penekanan sejarah dan bukti-bukti medis menunjukkan bahwa Yesus telah mati. … Tombak yang ditusukkan di antara rusuk-rusuk kanan-Nya, mungkin tidak hanya menembus paru-paru kanan-Nya tetapi juga menembusi selaput jantung (pericardium) dan jantung, dan dengan cara demikian memastikan kematian-Nya.’12

Tetapi orang-orang yang skeptik terhadap kesimpulan ini pasti bersusun, sebab kasus ini sudah mendingin selama 2000 tahun. Di ujungnya, kita perlu pendapat yang lain.

Salah satu sumber untuk mendapatkan pendapat lain ini adalah dari catatan-catatan sejarawan non-Kristen dari masa ketika Yesus hidup. Tiga dari para sejarawan ini menyinggung kematian Yesus.

  • Lucian (c. 120 – setelah 180 AD.) menyebut Yesus sebagai orang sesat yang disalibkan (filsuf)13
  • Josephus (c. 37 – c. 100 AD.) menulis: Saat ini muncul Yesus, seorang bijak, karena ia melakukan banyak perbuatan baik. Ketika Pilatus menghukum-Nya dengan hukuman salib, para pemuka di antara kita yang menuduh-Nya, dan mereka yang mengasihi-Nya tidak berhenti melakukannya.”14
  • Tacitus (c.56-c.120 AD.) menulis, “Christus, asal dari nama itu, menderita hukuman yang hebat di tangan gubernur kami, Pontius Pilatus.”15

Ini agak mirip menelusuri arsip-arsip lama dan menemukan bahwa pada satu hari musim semi di abad pertama, The Jerusalem Post mencetak halaman depan dengan cerita bahwa Yesus disalibkan dan mati. Ini bukan pekerjaan detektif yang buruk, tetapi cukup meyakinkan.

Kenyataannya, tidak ada cerita bernuansa sejarah dari orang-orang Kristen, Romawi atau orang-orang Yahudi yang menolak kematian Yesus atau penguburan-Nya. Malah Crossan, yang skeptis tentang kebangkitan, setuju bahwa Yesus memang pernah hidup dan mati. ‘Bahwa Dia disalibkan adalah hal yang sama meyakinkan dengan yang pernah terjadi pada suatu peristiwa sejarah.’ 16 Diterangi oleh bukti seperti itu, kita seperti memiliki pijakan yang kuat menghapus kemungkinan pertama dari pilihan kita di atas. Jelas, Yesus memang sudah mati, ‘dan ini tidak diragukan lagi.’

** Masalah Kubur Yang Kosong **

Tidak ada sejarawan yang kritis, yang meragukan bahwa Yesus telah mati ketika diturunkan dari salib. Namun, banyak yang mempertanyakan bagaimana tubuh Yesus bisa hilang dari dalam kubur. Pada mulanya, seorang jurnalis Inggris, Dr. Frank Morison menganggap bahwa peristiwa kebangkitan hanyalah semacam mitos atau kebohongan, dan ia mulai melakukan riset untuk menulis sebuah buku yang menyangkali kebangkitan Yesus.17

Morison mulai dengan mencoba untuk menyelesaikan masalah kubur yang kosong. Kubur itu kepunyaan seorang anggota Dewan Sanhedrin, Yusuf dari Arimathea. Di Israel pada waktu itu, menjadi anggota Dewan seperti menjadi seorang bintang rock. Semua orang tahu siapa-siapa yang menjadi anggota Dewan. Yusuf pastilah seorang yang benar-benar pernah ada. Jika tidak, tentu para pemimpin Yahudi akan mengemukakan cerita kubur yang kosong ini sebagai sesuatu penipuan di dalam usaha mereka untuk nenolak kebangkitan Yesus. Selain itu, kubur Yusuf ini juga pasti berada pada lokasi yang diketahui benar dan yang mudah bisa dikenali, sehingga memikiran tentang kemungkinan “Yesus hilang di daerah pekuburan” perlu dihapus.

Morison bingung mengapa musuh-musuh Yesus mau membiarkan “mitos kubur yang kosong” tetap ada jika hal itu tidak benar. Penemuan tubuh atau jazad Yesus akan segara mematikan keseluruhan cerita.

Apa yang juga diketahui tentang sejarah musuh-musuh Yesus, bahwa mereka menuduh para murid Yesus telah mencuri jazad Yesus, adalah sebuah tuduhan yang didasarkan pada kepercayaan bersama bahwa kubur itu kosong.

Dr. Paul L. Maier, seorang professor sejarah kuno pada Western Michigan University, juga mengatakan yang sama, “Jika semua bukti dipertimbangkan secara hati-hati dan jujur, tentulah harus dibenarkan…untuk menyimpulkan bahwa kubur di mana Yesus diletakkan/dibaringkan, ternyata telah kosong pada pagi hari Paskah pertama. Dan tidak ada secuil bukti pun yang sudah diungkapkan…yang dapat menolak pernyataan ini.”18

Para pemimpin Yahudi terpaku, dan lalu menuduh murid-murid telah mencuri jazad Yesus. Tetapi Romawi telah menugaskan penjagaan 24 jam di kubur, dengan satu satuan penjaga yang terlatih (dari 4 sampai 12 prajurit). Bagaimana mungkin orang-orang professional seperti ini bisa membiarkan jazad Yesus dicuri...?

Adalah tidak mungkin bagi seseorang untuk menyelinap melewati prajurit-prajurit Romawi dan lalu menggulingkan batu seberat dua ton.

** Tetapi, batu sudah dipindahkan dan jazad Yesus hilang **

Jika jazad Yesus memang ada disesuatu tempat yang bisa ditemukan, musuh-musuh-Nya pasti akan segera mengungkapkan bahwa kebangkitan itu hanyalah sebuah penipuan. Tom Anderson, mantan presiden dari California Trial Lawyers Association (Asosiasi Pengacara Pengadilan California), menunjukkan kuatnya penjelasan tentang kebangkitan tersebut:

"Melalui sebuah peristiwa yang demikian baiknya dipublikasikan, tidakkah anda berpikir bahwa sangatlah masuk akal seorang sejarawan, seorang saksi mata, seorang lawan tangguh mungkin akan mengaku untuk selamanya bahwa ia telah melihat jazad Kristus? Kesunyian sejarah akan dapat memekakkan telinga jika itu menyangkut kesaksian yang menentang kebangkitan.”19

Jadi, dengan ketiadaan bukti jazad Yesus, dan dengan kubur yang diketahi benar telah kosong, Morison menerimanya sebagai bukti yang kuat bahwa entah bagaimana caranya, jazad Yesus telah lenyap dari kubur.

** Perampokan Kubur? **

Sementara Morison melanjutkan penyelidikannya, ia mulai mempelajari motivasi dari para pengikut Yesus. Mungkin apa yang diakui sebagai kebangkitan, ternyata hanyalah jazad yang dicuri. Tetapi jika memang mayatnya dicuri, lalu bagaimana seseorang bisa menjelaskan penampakan-penampakan Yesus yang dilaporkan?

Sejarawan Paul Johnson, di dalam History of the Jews (Sejarah Orang Yahudi), menulis, “Masalahnya tidak terletak pada situasi di seputar kematian-Nya tetapi pada kenyataan bahwa Ia (Yesus) sangat dipercaya dan diyakini oleh lingkaran kelompok orang-orang yang terus berkembang menjadi lebih luas, sebagai Yesus yang bangkit.”20

** Kubur Memang Telah Kosong **

Tetapi bukan ketiadaan jazad Yesus di dalam kubur yang menggairahkan para pengikut Yesus (terutama jika mereka adalah orang-orang yang mencuri jazad-Nya). Sesuatu yang luar biasa pasti telah terjadi, sehingga para pengikut Yesus berhenti meratap, dan dengan tidak takut bersaksi bahwa mereka telah melihat Yesus yang hidup.

Setiap cerita dari saksi mata mengatakan bahwa Yesus tiba-tiba memperlihatkan diri secara fisik kepada para pengikutnya, dan pertama kepada para wanita. Morison mempertanyakan mengapa kelompok persekongkolan itu mau menjadikan wanita sebagai pusat dari karangan mereka. Pada abad pertaman, wanita seperti tidak punya hak, tidak punya identitas pribadi, atau kedudukan. Jika rancangan mereka harus berhasil, maka para pesekongkol itu harus menampilkan laki-laki sebagai yang pertama melihat Yesus yang hidup dan bukan wanita. Ini malah kita dengar bahwa wanitalah yang menyentuh-Nya, bercakap-cakap dengan-Nya dan yang pertama menemukan kubur yang kosong.

Selanjutnya, menurut cerita para saksi mata, semua murid-murid melihat Yesus di dalam lebih dari sepuluh kesempatan. Mereka menulis bahwa Ia memperlihatkan tangan dan kaki-Nya dan menyuruh mereka untuk menyentuh-Nya. Ia juga makan bersama-sama mereka dan pada satu kesempatan, menampakkan diri kepada 500 orang pengikut-Nya.

Seorang pakar legalitas, John Warwick Montgomery menyatakan, “Pada tahun 56 AD, Rasul Paulus menulis bahwa 500 orang telah melihat Yesus yang bangkit dan sebagian besar dari mereka masih hidup (1 Korintus 15:6). Hal ini sudah melewati batas-batas kredibilitas yang harus dipenuhi, bahwa jemat mula-mula mungkin mengarang dongeng seperti itu dan mengkhotbahkannya pada mereka yang dengan sangat mudah menolaknya, hanya dengan memperlihatkan jazad Kristus.” 21

Pakar Alkitab, Geisler dan Turek setuju. “Jika kebangkitan memang tidak terjadi, mengapa rasul Paulus memberikan daftar dari para saksi mata? Ia akan segera kehilangan kepercayaan dari jemaat Korintus dengan berdusta segamblang itu.”22

Petrus mengatakan kepada sekelompok orang di Kaesarea, mengapa ia dan para murid lain begitu yakin bahwa Yesus hidup.

Kami para rasul adalah saksi-saksi mata dari semua yang dilakukan-Nya di seluruh Israel dan di Yerusalem. Mereka kemudian membunuh-Nya dengan cara menyalibkan-Nya, tetapi Allah menghidupkan Dia lagi, tiga hari kemudian. Kami adalah orang-orang yang makan dan minum dengan-Nya, setelah Ia bangkit dari kematian. (Kisah Para Rasul 10:39-41)

Seorang pakar Alkitab berkebangsaan Inggris, Michael Green mengatakan, “Penampakan-penampakan Yesus menyatakan keabsahan yang sama dengan apapun juga yang menyangkut sejarah kuno.”23

** Konsisten Sampai Akhir **

Seakan-akan pengakuan para saksi mata belum cukup untuk menantang sikap skeptis Morison, ia mulai mempermasalahkan kebiasaan para murid Yesus. Satu fakta sejarah yang membungkam para sejarawan, para ahli psikologi dan para skeptis adalah bahwa 11 orang yang sebelumnya adalah para pengecut, tiba-tiba rela menerima penghinaan, siksaan, dan kematian. Kecuali satu, semua murid-murid Yesus akhirnya dibunuh sebagai martir.

Apakah mereka akan melakukan semua itu hanya untuk satu kebohongan, dengan sadar bahwa mereka yang mengambil jazad Yesus...?

Para martir Islam pada tanggal 11 September membuktikan bahwa sebagian orang akan rela mati untuk hal-hal yang tidak benar, yang mereka percayai. Oleh sebab itu, menjadi martir untuk kebohongan yang diketahui adalah samacam gangguan jiwa. Contohnya adalah seperti yang ditulis Paul Little, Manusia rela mati untuk apa yang mereka percayai sebagai kebenaran, walaupun hal itu ternyata adalah sebuah kekeliruan. Bagaimanapun, mereka tidak akan mau mati untuk sesuatu yang mereka ketahui sebagai kebohongan.” 24 Para murid Yesus mengambil sikap yang konsisten dengan kepercayaan mereka bahwa Pemimpin mereka hidup.

Tidak ada seorangpun yang dapat memberikan penjelasan yang memadai, mengapa para murid Yesus rela mati untuk sebuah kebohongan yang mereka ketahui. Dan, walaupun mereka semua berkomplot untuk menipu tentang kebangkitan Yesus, bagaimana mereka mampu menjaga persekongkolan itu tetap utuh selam puluhan tahun, tanpa paling tidak salah satu di antara mereka lebih tertarik untuk menjual rahasia tersebut demi uang atau kedudukan? Moreland menulis, “Mereka yang berbohong demi kepentingan pribadi tidak akan tetap bersatu dalam waktu yang panjang, terutama ketika pederitaan menggerogoti keuntungan-keuntungan yang diperoleh.”25

Bekas kaki-tangan pada masa Kepresidenan Nixon, Chuck Colson, yang terlibat di dalam skandal Watergate adalah contoh dari betapa sulitnya beberapa orang menyimpan suatu kebohongan untuk janga waktu yang lama.

“Saya tahu bahwa kebangkitan Yesus adalah fakta, dan Watergate membuktikannya bagiku. Bagaimana? Karena 12 oang laki-laki bersaksi telah melihat Yesus yang bangkit dari kematian, dan mereka memproklamasikannya selama 40 tahun, tanpa satu kalipun menyangkalinya. Setiap mereka dipukul, disiksa, dilempari dengan batu dan dipenjarakan. Mereka tidak akan dapat menanggung semua kesengsaraan itu jika kebangkitan Yesus itu tidak benar. Watergate melibatkan 12 orang dari orang-orang yang paling berkuasa di dunia – dan mereka tidak sanggup menyimpan kebohongan hanya untuk tiga minggu. Sekarang anda mau mengatakan kepada saya bahwa 12 orang rasul sanggup menyimpan kebohongan selama 40 tahun? Sepenuhnya tidak mungkin” 26

Sesuatu telah terjadi sehingga mengubah segalanya bagi beberapa laki-laki dan perempuan ini. Morison mengakui, “Siapapun yang sampai kepada masalah ini, lambat atau cepat akan harus berhadapan dengan satu kenyataan yang tidak bisa diabaikan. Kenyataan itu adalah bahwa suatu keyakinan yang begitu kuat telah timbul di dalam satu kelompok kecil – suatu perubahan yang membuktikan kebenaran bahwa Yesus telah bangkit dari kubur.”27

** Apakah Para Murid Berhalusinasi? **

Orang masih berpikir bahwa mereka melihat Elvis yang gemuk dan berambut putih menyelinap masuk ke Dunkin Donuts. Dan ada juga sebagian orang yang percaya bahwa malam lalu, mereka bersama dengan para makhluk angkasa luar, berada di dalam sebuah kapal induk dan sedang mengalami pengujian yang tak terjelaskan. Itulah sebabnya, ada sebagian orang yang mengklaim bahwa emosi para murid begitu tertekan oleh peristiwa penyaliban, dan keinginan mereka yang sangat untuk melihat Yesus yang hidup, telah menimbulkan semacam halusinasi masal.

Apakah ini masuk akal...?

Seorang psikolog, Gary Collins, mantan presiden dari Persatuan Pembina Kristen Amerika (American Association of Christian Counselors), ditanya tentang kemungkinan adanya halusinasi atau penghayalan di balik perubahan rdaikal dari para murid Yesus. Coillin berkata, “Halusinasi adalah peristiwa-peristiwa individual. Pada dasarnya, hanya satu orang yang dapat berhalusinasi pada suatu saat. Halusinasi bukanlah kejadian yang dapat berlaku atas sekelompok orang.”28

Halusinasi malah bukan suatu kemungkinan yang terkecil sekalipun, menurut seorang psikolog, Thomas J. Thorburn. “Sama sekali tidak mungkin bahwa lima ratus pribadi dengan kekuatan pikran rata-rata dapat mengalami segala macam rangsangan sensual-penglihatan, pendengaran, sentuhan-dan bahwa semua ini pengalaman-pengalaman yang bergantung hanya pada halusinasi.”29

Selanjutnya, menurut psokologi halusinasi, orang yang berhalusinasi akan perlu berada di dalam kerangka pikiran di mana mereka sangat berharap dapat melihat orang yang dibentuk oleh pikirannya. Dua orang pemimpin utama jemaat mula-mula, Yakobus dan Paulus, sama bertemu dangan Yesus yang bangkit, tanpa disangka atau berharap untuk kesenangan. Malahan, Rasul Pauluslah yang memimpin penganiayaan mula-mula terhadap jemaat Kristen, dan pertobatannya tetap merupakan hal yang tidak bisa dijelaskan, kecuali kesaksiannya bahwa Yesus yang bangkit itulah yang menampakkan diri-Nya kepadanya.

** Dari Dusta Menjadi Legenda **

Beberapa orang skeptis yang tidak terlalu meyakinkan menggolongkan cerita tentang kebangkitan Yesus sebagai legenda yang dimulai dengan seorang atau beberapa orang yang berdusta atau yang berpikir bahwa mereka telah melihat Yesus yang bangkit. Dengan berjalannya waktu, legenda tersebut pasti akan berkembang dan dibumbui ketika disebarkan. Menurut teori ini, kebangkitan Yesus sejenis dengan legenda Meja Bundar-nya King Arthur, George Washington kecil yang tidak bisa berbohong, dan janji bahwa jaminan sosial akan mencukupi ketika dibutuhkan.

Tetapi, teori ini memiliki tiga masalah besar.

  1. Sangat jarang terjadi bahwa sebuah legenda akan berkembang ketika ada banyak saksi mata yang masih hidup dan siap untuk membantahnya. Seorang sejarawan tentang Roma dan Yunnani kuno, A. N. Sherwin-White, menentang hal ini, bahwa berita tentang kebangkitan itu menyebar terlalu awal dan terlalu cepat untuk bisa berkembang menjadi legenda.30
  2. Legenda berkembang melalaui tradisi dari mulut ke mulut, dan bukan dari catatan sejarah kontemporer yang dapat diuji. Sementara Alkitab ditulis dalam waktu tiga dekade setelah kebangkitan.31
  3. Teori legenda tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai, baik menyangkut kenyataan tentang kubur yang kosong, maupun tentang keyakinan para rasul yang telah teruji, bahwa Yesus hidup.32

** Mengapa Kekristenan Menang? **

Morison sangat tercengang oleh kenyataan bahwa “suatu gerakan kecil yang tidak berarti dapat bertahan terhadap cengkeraman kecerdikan penguasa Yahudi, dan juga terhadap kebesaran Romawi.” Mengapa gerakan kecil ini menang terhadap semua, tantangan yang menderanya?

Ia menulis, “Dalam dua puluh tahun, klaim dari para petani, nelayan dan orang kebanyakan dari Galilea ini telah mengganggu Jemaat Yahudi. Dalam waktu kurang dari lima puluh tahun, kelompok ini mulai mengancam kedamaian Kerajaan Romawi. Ketika kita telah mengatakan semua yang bisa kita katakana, kita berdiri berhadapan dengan misteri terbesar dari segalanya. Mengapa kelompok kecil ini menang?”33

Seharusnya, Kekristenan sudah mati di salib, ketika para murid berlarian menyelamatkan nyawa mereka. Tetapi, para rasul ini malah bergerak terus dan membentuk gerakan Kekristenan yang terus berkembang.

JND Anderson menulis, “Pikirkan tentang kemustahilan psikologi dari sekelompok kecil pengecut yang sudah dikalahkan yang pada suatu hari mengurung diri ketakutan di sebuah ruang atas tetapi beberapa hari kemudian berubah menjadi kelompok yang tidak bisa dibungkam oleh penganiayaan – dan lalu ada usaha untuk menghubungkan perubahan dramatis ini kepada sesuatu hal yang tidak lebih dari semacam cerita karangan yang buruk. Hal ini sungguh tidak masuk akal.”34

Banyak cendekiawan yang percaya (dalam ungkapan komentator sejarah kuno) bahwa “darah para martir adalah benih-nya gereja.” Sejarawan Will Durant mengatakan, “Caesar dan Kristus telah bertemu di arena dan Kristus menang.”35

** Konklusi Yang Mengejutkan **

Dengan tersingkirnya mitos, halusinasi dan kekeliruan autopsy, dengan bukti yang tidak terbantah tentang sebuah kubur yang kosong, dengan kesaksian yang kokoh tentang penampakan-Nya kembali, dan dengan perubahan yang tidak terjelaskan dan pengaruhnya pada dunia mereka yang mengklaim telah melihat-Nya, Morison diyakinkan bahwa prasangka yang tidak adil terhadap kabangkitan Yesus Kristus adalah suatu kesalahan. Ia mulai menulis buku yang berbeda – berjudul Who Moved the Stone? (Siapa Yang Menggulingkan Batu?) – untuk merinci kesimpulannya yang baru. Morison hanya mengikuti alur bukti, petunjuk demi petunjuk, hingga kebenaran dari hal ini menjadi nyata baginya. Kejutannya adalah bahwa bukti mengarahkan kepada sebuah kepercayaan tentang kebangkitan.

Dalam bab pertama, “The Book That Refused to Be Written” (Buku Yang Menolak Untuk Ditulis), orang yang dulunya skeptis ini menjelaskan bagaimana bukti-bukti meyakinkannya bahwa kebangkitan Yesus adalah peristiwa sejarah yang nyata. “Ini seperti seseorang yang pergi untuk menyeberangi hutan pada jalan yang sangat dikenal, ada bekas-bekas jejak yang masih dalam, lalu keluar di tempat yang tidak diharapakannya.”36

Mosrison tidak sendiri. Tidak terhitung banyaknya orang-orang skeptis lain yang juga telah mempelajari bukti tentang kebangkitan Yesus, lalu menerimanya sebagai fakta atau kenyataan yang paling mengejutkan di sepanjang sejarah manusia. Tetapi kebangkitan Yesus Kristus menimbulkan pertanyaan: “Apa hubungan antara kenyataan bahwa Yesus mengalahkan maut dengan hidup saya?” Jawaban bagi pertanyaan tersebut adalah semuanya tentang Perjanjian Baru di dalam Kekristenan.

“suatu gerakan kecil yang tidak berarti dapat bertahan terhadap cengkeraman kecerdikan penguasa Yahudi, dan juga terhadap kebesaran Romawi.”  kita berdiri berhadapan dengan misteri terbesar dari segala misteri. Mengapa kelompok kecil ini menang?”  Frank Morison, journalis Inggris.

** Seorang Professor Yang Ternganga **

Seorang yang skeptis terhadap kebangkitan, Simon Greenleaf (1783–1853) adalah orang yang membuat Fakulas Hukum Harvard menjadi terkenal. Ia menulis ’Risalah Tentang Aturan Pembuktian’ (A Treatise on the Law of Evidence) yang masih tetap dianggap sebagai salah satu karya luar biasa di dalam menetapkan bukti-bukti. Profesor Greenleaf telah menyatakan kepada para mahasiwa hukum di kelasnya bahwa kebangkitan Yesus Kristus adalah sebuah legenda. Sebagai bantahan, tiga orang mahasiwanya menantangnya untuk mengunakan aturan pembuktian karangannya terhadap cerita kebangkitan. Profesor Greenleaf menereima tantangan mahasiwanya tersebut. Tetapi, ahli uji bukti ini tidak berhasil menjelaskan perubahan sikap yang dramatis dari para murid Yesus, tanpa berasumsi tentang kebenaran kebangkitan. Profesor Greenleaf beralasan bahwa tidak ada kelompok orang yang dapat mempertahankan cerita mereka melalui penganiayaan semacam itu, kecuali mereka tahu bahwa hal itu benar.39

Setelah melalui pengujian yang sistematis terhadap buktinya, guru besar Harvard ini membalikkan prasangkanya tentang kebangkitan dengan menyimpulkan, “Ada lebih banyak bukti bagi kenyataan sejarah tentang kebangkitan Yesus Kristus, dari pada bukti untuk peristiwa lain di dalam sejarah.”40



Translated from Larry Chapman, Rick James, Eric Stanford

Foot note

  1. Paul Edwards, “Great Minds: Bertrand Russell,” Free Inquiry, December 2004/January 2005, 46.
  2. R. C. Sproul, Reason to Believe (Grand Rapids, MI: Lamplighter, 1982), 44.
  3. 3 Josh McDowell, The New Evidence That Demands a Verdict (San Bernardino, CA: Here’s Life, 1999), 203.
  4. Bertrand Russell, Why I Am Not a Christian (New York: Simon & Schuster, 1957), 16.
  5. Joseph Campbell, an interview with Bill Moyers, Joseph Campbell and the Power of Myth, PBS TV special, 1988.
  6. Michael J. Wilkins and J. P. Moreland, eds, Jesus Under Fire (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1995), 2.
  7. “What Is a Skeptic?” editorial in Skeptic, vol 11, no. 2), 5.
  8. McDowell, New Evidence, 209.
  9. Historian Will Durant reported, “About the middle of this first century a pagan named Thallus … argued that the abnormal darkness alleged to have accompanied the death of Christ was a purely natural phenomenon and coincidence; the argument took the existence of Christ for granted. The denial of that existence never seems to have occurred even to the bitterest gentile or Jewish opponents of nascent Christianity.” Will Durant, Caesar and Christ, vol. 3 of The Story of Civilization (New York: Simon & Schuster, 1972), 555.
  10. Quoted in Lee Strobel, The Case for Christ (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1998), 246.
  11. Peter Steinfels, “Jesus Died—And Then What Happened?” New York Times, April 3, 1988, E9.
  12. Quoted in McDowell, New Evidence, 224.
  13. Quoted in McDowell, Evidence, 82.
  14. McDowell, 82.
  15. McDowell, 81, 82.
  16. Gary R. Habermas and Michael R. Licona, The Case for the Resurrection of Jesus (Grand Rapids, MI: Kregel, 2004), 49.
  17. Frank Morison, Who Moved the Stone? (Grand Rapids, MI: Lamplighter, 1958), back cover.
  18. Morison, preface, 8.
  19. Morison, 9.
  20. Quoted in Josh McDowell, The Resurrection Factor (San Bernardino, CA: Here’s Life, 1981), 10.
  21. Quoted in McDowell, The Resurrection Factor, 66.
  22. Paul Johnson, A History of the Jews (New York: Harper & Row, 1988), 130.
  23. Quoted in McDowell, New Evidence, 249.
  24. Norman L. Geisler and Frank Turek, I Don’t Have Enough Faith to Be an Atheist (Wheaton, IL: Crossway, 2004), 243.
  25. Michael Green, The Empty Cross of Jesus (Downers Grove, IL: InterVarsity, 1984), 97, quoted in John Ankerberg and John Weldon, Knowing the Truth about the Resurrection (Eugene, OR: Harvest House), 22.
  26. Paul Little, Know Why You Believe (Wheaton, IL: Victor, 1967), 44.
  27. J. P. Moreland, Scaling the Secular City, (Grand Rapids, MI: Baker Book House, 2000), 172.
  28. Charles Colson, “The Paradox of Power,” Power to Change, www.powertochange.ie/changed/index_Leaders.
  29. Morison, 104.
  30. Quoted in Strobel, 238.
  31. Quoted in McDowell, New Evidence, 274.
  32. Quoted in Jesus Under Fire, 154.
  33. Habermas, 85.
  34. Habermas, 87.
  35. Morison, 115.
  36. Quoted in McDowell, 249.
  37. Durant, 652.
  38. McDowell, Resurrection Factor, 111.
  39. Quoted in McDowell, 11.
  40. Quoted in McDowell 9.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar