10 September 2012

Menemukan Banyak Kesalahan Grammatikal di Al-quran

Kisahku Mempelajari Quran dan Akhirnya Tinggalkan Islam

Oleh: Mumin Salih (8 Sep, 2008)

Tanpa perasaan kaget sama sekali, aku membaca bagaimana Muhammad pembantai suku Yahudi Bani Qurayza. Aku sudah mengembangkan konsep pemikiran bahwa pembantaian Islamiah terhadap kaum Yahudi tidak lebih daripada orang Arab menggorok sapi.

**Awal Mula **

Awalnya, aku ragu menulis kisah murtadku, karena kisahku ini tidak punya unsur moral apapun seperti yang banyak ditulis para murtadin lainnya di Internet. Aku tidak bisa mengaku bahwa aku tidak tahu segala pembantaian yang dilakukan Muhammad, karena aku memang tahu akan hal itu dan menerimanya sebagai hukuman bagi musuh Allah SWT. Aku pun tidak bisa menyangkal Muhammad melakukan perkawinan pedofili dengan Aisyah karena aku jelas tahu akan hal itu dan menerimanya sebagai kelakuan normal di jaman Muhammad. Tanpa perasaan kaget sama sekali, aku membaca bagaimana Muhammad membantai suku Yahudi Bani Qurayza. Aku sudah mengembangkan konsep pemikiran bahwa pembantaian Islamiah terhadap kaum Yahudi tidak lebih daripada orang Arab menggorok sapi.

Masalahku dengan Islam hanya terletak pada Qur’an. Bagiku, untuk mengerti Qur’an dibutuhkan usaha keras tak kunjung habis dalam menafsirkan, menafsir ulang, dan pembenaran terus-menerus akan hal-hal tak masuk akal dalam Qur’an. Orang yang tak percaya Tuhan dan mampu berbahasa Arab dengan baik, akan merasa sukar untuk menerima kebenaran Qur’an, baik dari segi dan gaya bahasa, maupun isinya. Qur’an itu hanya tampak meyakinkan bagi orang-orang yang tak mengerti bahasa Arab, dan inilah sebenarnya yang dialami oleh sebagian besar umat Islam non-Arab di seluruh dunia. Hal ini benar-benar terjadi pada Muslim yang tak mengerti bahasa Arab tapi membaca Qur’an bertahun-tahun hanya untuk satu tujuan: masuk surga dan menghindari neraka. Selama puluhan tahun, aku termasuk dalam kelompok terakhir ini. Meskipun awalnya aku sangat amat yakin Qur’an itu 100% benar, sama seperti yang diyakini Muslim pada umumnya, aku semakin lama semakin merasa sukar menerima segala hal tak masuk akal karena, selama tahun-tahun berselang, bahasa Arabku pun semakin lama semakin baik.

Dalam kasusku, gaya bahasa dan logika jungkir balik dalam Qur’an-lah yang membuatku meninggalkan Islam, dan bukan karena kekejaman Muhammad. Aku menolak Qur’an karena aku mengharapkan Allah SWT memberikan buku yang jauh lebih bermutu daripada Qur’an.

** Sewaktu Masih Kanak-Kanak Muslim **

Aku dibesarkan di sebuah kampung kecil di sebelah selatan Syria di awal tahun 1950-an. Orangtuaku adalah petani sederhana yang berpendidikan rendah. Sama seperti penduduk kampung sekitarnya, orangtuaku pun melakukan sholat dan puasa Ramadhan, yang sudah merupakan kewajiban sosial dan budaya. Seperti anak-anak kampung lainnya, aku pun diajari untuk melafalkan ayat-ayat Qur’an di luar kepala bahkan sebelum mulai masuk sekolah. Sampai sekarang pun para orangtua Arab tetap mengajarkan anak-anak mereka melafalkan sura pertama Qur’an yang dikenal sebagai al-Fatiha. Bahkan sebagian orangtua Muslim mengajarkan ini pada anak-anak sewaktu mereka mulai mampu bicara.

Begitulah awalnya aku mengenal Qur’an. Tapi setelah itu pun Qur’an selalu saja berada di sekitarku, apapun yang kulakukan, kemanapun aku pergi. Aku selalu saja mendengar suara Quari yang membaca Qur’an dengan gaya tajwid yang menimbulkan suasana takut. Pelafalan Qur’an berlangsung tanpa henti dari pengeras suara di mesjid-mesjid, radio, dan segala macam teknologi pengeras suara. Tiada upacara atau pertemuan yang bisa berlangsung atau berhenti tanpa pelafalan ayat-ayat Qur’an. Memang aku tidak mendengar Qur’an sepanjang waktu, tapi aku bisa merasakannya di mana-mana. Kemanapun aku melayangkan pandangan, aku selalu bisa menemukan ayat-ayat Qur’an yang ditulis dengan kaligrafi spesial, dibingkai, dan digantungkan di tembok-tembok setiap rumah, setiap toko, bahkan setiap kendaraan pun dihiasi oleh ayat-ayat Qur’an.

Aku masuk satu-satunya sekolah di kampungku, yang merupakan sekolah negeri yang tidak menekankan secara khusus pendidikan agama. Di awal tahun pertama, anak-anak diberi buku-buku pelajaran khusus untuk tahun itu. Di tahun berikutnya, buku-buku pun diganti untuk tahun yang baru, tapi satu buku tidak pernah berubah, yakni Qur’an, yang kami sebut sebagai mushaf. 

Al-Qur’an benar-benar buku yang menakutkan untuk anak kecil; aku begitu takut akan Qur’an sehingga sukar bagiku untuk menerangkan perasaanku. Anak-anak tidak berani mengatakan hal apapun yang negatif tentang Qur’an. 

Aku tidak pernah berani berpikir negatif tentang Qur’an karena sangat takut akan hukuman sadis Allah SWT. Aku diajari untuk menghormati buku itu dan melakukan wudhu (membersihkan diri) sebelum menyentuhnya, dan tidak pernah menyentuhnya dengan tangan kiri. Aku diajari untuk menyentuhkan jidatku pada Qur’an, seketika setelah aku menyentuhnya, untuk menunjukkan sikap hormat. Aku pun diajari untuk melakukan upacara spesial tatkala selesai membaca Qur’an. Aku tidak boleh berhenti membaca sebelum menyelesaikan ayat itu; tidak peduli seberapa panjang ayat tersebut. Setelah selesai melafalkan, aku harus mengatakan dalam bahasa Arab ‘sadka allahu alazeem’ yang ‘berarti Allah SWT mengatakan yang sebenarnya’. Lalu setelah itu barulah aku boleh menutup Qur’an dengan sikap khitmad dan meletakannya di atas tumpukan buku-buku yang lain. Tidak boleh meletakkan Qur’an di bawah buku apapun.

** Quran Merupakan Buku Yang Sukar Dibaca **

Aku menyadari bahwa Qur’an bukanlah buku yang gampang dibaca, apalagi untuk anak-anak. Tapi aku dulu yakin justru itulah kehebatan Qur’an! Buku itu tidak bergambar, tidak berjudul, tanpa paragraf, dan bahkan tanpa jeda antara satu ayat dengan ayat yang lain; pokoknya semua tulisannya menyambung dari ayat pertama sampai akhir. Ayat-ayatnya pun tidak bisa dianggap sebagai satu kalimat atau paragraf utuh; ayat-ayat itu adalah kumpulan kata-kata belaka. Sebuah kalimat bisa dimulai dari satu ayat dan selesai di ayat yang lain! Jika kau hilangkan nomer ayat-ayatnya, maka Qur’an akan tampak seperti satu paragraf yang sangat amat panjang!

Setelah semakin lama belajar di sekolah, aku pun semakin mahir membaca dalam bahasa Arab, tapi aku tetap saja sukar mengerti Qur’an. Untungnya, aku tidak sendirian; anak-anak lain pun juga menghadapi kesukaran yang sama. Sura-sura termudah yang dapat kubaca adalah sura-sura yang telah aku hafal di dalam hati. Membaca Sura baru selalu sukar, tapi aku tidak pernah mengerti apa sebabnya.

Sampai saat ini pun aku masih merasa Qur’an bukanlah buku yang mudah dibaca bagi orang-orang yang baru mempelajarinya. Aku yakin orang-orang yang baru melafalkan Qur’an untuk pertamakalinya akan sukar melakukannya tanpa melakukan banyak kesalahan. Untuk dapat membacanya dengan benar, orang harus berlatih berkali-kali terlebih dahulu. Begitu sudah hafal Sura tersebut, maka membaca bagaikan mengingatkan lagi apa yang telah kau ketahui dalam hati.

Para ahli Islam pun ternyata malah sengaja membuat Qur’an menjadi buku yang sangat sulit dibaca. Qur’an sengaja ditulis dengan tatacara yang melanggar penulisan bahasa Arab. Para ahli Islam ini senang melakukan hal ini agar Qur’an semakin tampak misterius tertutupi kabut kebingungan, dan ini merupakan senjata pertahanan diri Qur’an yang terampuh.

Bagaimana orang bisa membaca sebuah buku yang tidak mengandung tanda-tanda baca umum sama sekali…?

Untuk lebih membingungkan pembaca, Qur’an mengandung kesalahan tata bahasa di setiap ayatnya. Kesalahan yang melanggar tatacara penulisan bahasa Arab ini sangat sarat terdapat dalam Qur’an. Contohnya adalah kata 'sholat' yang ditulis seperti 'salowa' dan kata 'zakat' yang ditulis seperti 'zakowat'. Lalu setiap huruf disetiap kata dikelilingi oleh kode-kode pengucapan khusus bagi Qur’an, untuk menjabarkan bagaimana suatu huruf, diposisi tertentu, harus diucapkan. Untuk menambah lagi kebingungan, tanda-tanda pengucapan ini tampak seperti huruf-huruf Arab normal dalam ukuran yang lebih kecil. Jika hal ini belum cukup membingungkan pembaca, mereka pun menambahkan tanda-tanda tajwid (nada bunyi pelafalan) dalam setiap kata karena setiap huruf di Qur’an harus diucapkan dengan cara tersendiri, tergantung posisinya dalam kata dan kalimat, untuk menghasilkan bunyi nada khusus bagi pelafalan Qur’an.

** Qur'an Sukar Didengar dan Dimengerti **

Mendengar dan mengerti Qur’an merupakan siksaan Islamiah lain dalam benakku. Aku bisa mendengar radio selama 10 menit dan yang dilakukan Quari (pelafal Qur’an) hanyalah membaca beberapa ayat berulang-kali dengan jeda di mana-mana, yang hanya mengacaukan pengertian sang pendengar. Membaca buku-buku tafsir Qur’an merupakan siksaan berat pula. Beberapa buku tafsir, terutama yang modern, terdiri dari banyak jilid dan penafsir setiap kata bisa memakan banyak halaman.

Karena penulisan Qur’an yang begitu pelik, maka kebanyakan Muslim enggan untuk mempelajari Qur’an, dan hal ini pun mengakibatkan salah anggapan tentang kemampuan intelektual dalam masyarakat Arab. Orang-orang Arab beranggapan bahwa orang pintar tentunya menghasilkan tulisan yang sukar dimengerti pula. Mereka beranggapan sudah sewajarnya orang-orang biasa tidak mengerti Qur’an yang rumit dan panjang itu karena penulisnya adalah Tuhan yang sangat pintar. Orang-orang Arab sangat mudah terpesona akan ahli Qur’an yang menulis banyak halaman, bicara berjam-jam dalam menerangkan satu huruf saja dalam Qur’an, meskipun mereka pun tidak mengerti arti huruf tersebut! Bagi orang Arab, orang sederhana ya hanya mengerti hal yang sederhana pula.

Al Mutanabbi (915-965), salah seorang penyair Arab yang paling hebat, mengungkapkan salah kaprah pemikiran masyarakat Arab ini dalam salah satu syairnya. Dia menjelaskan kecerdasannya dengan cara berkata apa yang ia ingin katakan lalu tidur dengan nyenyak, tapi seluruh dunia menghabiskan waktu sepanjang malam untuk memahami arti kata-katanya! Almutanabbi mengatakan hal yang ingin didengar masyarakat Arab, sambil mencerminkan salah kaprah pemikiran mereka. Agar adil, kujelaskan bahwa syair-syairnya sangat jelas dan bermakna dalam, tapi dia mengingatkan kita akan pengarang buku lain yang merasa bangga karena hanya dialah yang mengerti apa yang ditulisnya.

 ''… tapi tiada yang tahu artinya selain Allâh." (QS 3:7)

** Qur'an dan Ilmu Sihir **

Proses cuci otak terus-menerus yang intensif dari sejak awal bayi lahir di keluarga Muslim, akhirnya membuat Muslim tersebut tidak mampu menilai Qur’an secara obyektif. Pikiran Muslim tidak pernah bisa jernih jika harus menilai Qur’an. Pada kenyataannya, bagi Muslim, Qur’an tidak pernah tampak sebagai buku yang normal, pelafalannya tidak terdengar sebagai suara yang normal, dan tidak bisa dimengerti secara normal.

Muslim sudah terkondisi untuk memandang Qur’an dalam keadaan mistis, yang mengingatkanku bagaimana tukang sulap mengkondisikan keadaan panggung untuk menampilkan muslihatnya. Pesulap ini pakai baju hitam, dengan latar belakang warna hitam; mereka mengalihkan perhatian penonton dengan menggunakan sound effect dan mengatakan hal-hal yang tak relevan atau melakukan gerak-gerik tipuan ilusi.

Di jaman sekarang, ilmu sihir masih merupakan bisnis laris-manis di Timur Tengah, dan memang sejak dulu pun sudah begitu sebenarnya. Para dukun melakukan tipuan mereka dengan jampi-jampi yang tidak dimengerti siapapun bahkan oleh si dukun itu sendiri. Memang semua ini sengaja dilakukannya agar pembeli jasa benar-benar buta dan terpesona. Muhammad juga menggunakan banyak kata-kata sejenis 'abrakadabra' dalam Qur’an dan tampaknya tipuan ini berhasil mengelabui Muslim!

Banyak Sura dalam Qur’an yang dimulai dengan huruf-huruf atau kata yang tak ada maknanya.

Bahkan beberapa ayat terdiri dari beberapa kata yang campur aduk!

Jika orang waras membaca pesan yang terbaca 'H.M.' maka dia akan serta-merta menolaknya. Tapi, anehnya, Muslim menerima hal ini sebagai pesan muzizat! Kedua huruf inilah yang merupakan ayat pertama dari beberapa Sura di Qur’an, misalnya Sura 44. Buku tafsir Qur’an menjelaskan ayat ini sebagai muzizat/keajaiban Allah SWT! Para ilmuwan muslim mengatakan tiada satu pun yang mengerti arti ayat ini selain Allah SWT. Dengan begitu, maka timbul pertanyaan: 'Mengapa Allah SWT mengirim pesan yang tidak dimengerti siapapun kecuali Dia sendiri…?'

Yang lebih ironis lagi, Sura berikutnya, yakni Sura 44 (tepatnya QS 44:2) menyatakan bahwa Qur’an adalah buku yang jelas, mudah dimengerti! Para Muslim telah membaca ayat-ayat seperti ini selama berabad-abad tanpa menggunakan nalar mereka. Reaksi mereka hanya satu: 'subhanallah!'

Penggunaan kata-kata aneh tidak hanya terjadi karena huruf-huruf digabungkan tanpa aturan saja; Qur’an sendiri ternyata memasukkan kata-kata asing tanpa aturan pula sebagai bentuk praktek sihir. Jika kita lihat buku-buku tafsir Qur’an tentang kata-kata 'ababil' (Q 105:3), 'sijjil' (105:4), 'gheslin' (69:36) dan lusinan kata-kata lainnya, maka kita temukan bahwa kata-kata itu tidak berarti jelas apapun, dan ini merupakan tanda bahwa kata-kata itu pun dulu tidak jelas artinya bagi orang-orang Arab jaman dulu (abad ke-7 M). Muhammad mungkin menggunakan kata-kata itu agar orang terpesona. Para penyihir Arab memang sering menggunakan kata-kata asing atau huruf-huruf yang didistorsi atau bahkan menciptakan huruf baru yang tiada artinya sama sekali untuk mempesona penonton yang bodoh dan mudah tertipu.

** Pelajaran Sewaktu di SMA **

Aku masih ingat sekali kejadian di kelasku waktu SMA. Saat itu guruku telah panjang lebar menjelaskan betapa indahnya Qur’an. Salah seorang murid di kelas bertanya tentang ayat yang dibicarakan hari itu, yakni QS 49:9.

وإنْ طائفتان من المؤمنين اقتتلوا

QS 49:9

And if two parties or groups among the believers fall to fighting, then...

Terjemahan:

Dan jika kedua kelompok mukmin jadi berperang, maka…

Dalam ayat di atas, Qur’an menggunakan kata iktatalu (jadi berperang) di tempat yang seharusnya adalah kata iktatala. Pertanyaannya adalah: 'Mengapa kok begitu…?'

Aku yakin teman sekelasku itu tidak bermaksud menghina Qur’an, tapi hanya mempertanyakan kesalahan tata bahasa dalam Qur’an. Pertanyaannya mengejutkanku, terlebih-lebih lagi guruku. Guru itu lalu menegur sang murid dan mengingatkannya agar bersikap hati-hati dan hormat jika membicarakan Qur’an. Sudah jelas bahwa guruku juga mengetahui kesalahan tata bahasa di QS 49:9 untuk pertama kalinya; dia berjuang keras untuk mencari jawaban dan terus berusaha menunjukkan dengan sia-sia betapa indahnya alunan ayat tersebut. Dia akhirnya menyimpulkan bahwa orang-orang jaman Nabi saja terpesona akan ayat tersebut, tapi tidak ada penjelasan mengapa demikian selain penekanan terima saja dan beriman saja.

QS 49:9 jelas menunjukkan kesalahan tata bahasa yang tak dapat disangkal atau dijelaskan. Para ahli Islam menjelaskan berputar-putar, jungkir balik memelintir aturan Islam dan mengubah arti kata untuk memaksa Muslim percaya bahwa kesalahan itu bukanlah kesalahan, melainkan muzizat! Kesalahan yang serupa juga terdapat di QS 22:19.

 هذان خصمان اختصموا

QS 22:19

These two opponents dispute with each other...

Terjemahan:

Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang saling bertengkar,

Dalam ayat tersebut, Qur’an secara salah menggunakan kata ikhtasamu (saling bertengkar) di tempat yang seharusnya terdapat kata ikhtasama.

Dulu, aku tidak peduli apapun penjelasan guruku, sebab bagiku yang penting ada jawaban. Aku dulu sudah cukup puas dengan jawaban Islamiah yang memang diciptakan untuk menghalangi Muslim berpikir lebih jauh mempertanyakan Qur’an. Kau tentu telah sering dengar jawaban khas imam Muslim, ''Kau pikir semua ilmuwan besar Arab di jaman dulu tidak tahu akan hal ini…? Kau pikir kau ini jenius ya…? Emangnya kau benar-benar mengerti akan ayat ini…?'' jadi lagi-lagi yg keluar adalah penekanan terima saja dan beriman saja.

** Muslim Liberal **

Sewaktu jadi mahasiswa di universitas, aku adalah Muslim yang liberal, setidaknya begitulah aku ingin menunjukkan diriku. Aku hanya melakukan sholat Juma’at saja, dan hal ini biasa dilakukan teman-teman kampus saat itu. Sewaktu mulai kuliah, aku telah menemukan banyak hal dalam Islam yang membuatku merasa tak nyaman. Karena itulah aku menolak hadist dan hanya percaya Qur’an saja. Aku anggap diriku sebagai Muslim yang bernalar yang benar-benar beriman pada Islam dan bukan hanya mewarisinya dari orangtua. Hal ini pun sering dinyatakan Muslim saat ini.

Dalam hatiku yang terdalam, aku sadar bahwa isi Sirah Muhammad (kisah hidup Muhammad) dan hadist terlalu memalukan untuk dapat kuterima dan kubenarkan. Karenanya, agar tetap bisa memeluk Islam dengan nyaman, aku harus menolak sebagian besar Sirah dan hadist dan mengarang sendiri penafsiranku tentang Qur’an. Hal ini tentunya aneh sekali, sebab Qur’an pun sama jeleknya dengan hadist. Alasan melakukan hal ini adalah karena Qur’an itu buku yang mudah dimanfaatkan bagi orang yang mahir berbahasa Arab. Qur’an penuh kerancuan dan kontradiksi dalam segala hal, sehingga kau bisa mencomot segala hal yang kau perlukan dan menggunakannya untuk membenarkan dirimu. Aku mengambil saja bagian Qur’an yang kuperlukan dan menjelaskannya sesuka aku sambil menutup mata pada bagian lain yang tidak sesuai dengan penjelasanku. Begitulah yang kulakukan agar aku mampu tetap beriman meskipun banyak hal dalam Islam yang tidak mampu kuterima.

Aku melakukan ibadah Islam dengan cara yang sangat liberal, tidak melakukan banyak kewajiban Islam, kadang melakukan dosa tapi cepat-cepat membenarkan diriku dengan mencomot ayat-ayat tertentu dalam Qur’an. Aku hiasi kamarku dengan poster kaligrafi ayat Qur’an yang kupilih dengan cermat dan kusimpan selama bertahun-tahun. Ayat ini adalah QS 39:53, yang merupakan ayat favoritku karena ayat ini merupakan satu dari sedikit ayat yang menyatakan Allah SWT sebagai Tuhan yang baik hati dan pemaaf.

QS 39:53

O my slaves who have transgressed against themselves despair not of the Mercy of Allâh…'

Terjemahan:

Wahai budak-budakku, yang melampaui batas terhadap diri mereka, janganlah kau berputus asa dalam rahmat Allâh…

Kawan-kawanku mengenalku sebagai orang yang gemar membaca buku-buku Arab klasik dan bersikap sensitif pada kesalahan tata bahasa dalam tulisan atau bacaan formal. Aku telah membaca ayat QS 39:53 ribuan kali tanpa menyadari kesalahan tata bahasanya yang begitu jelas! QS 39:53 mengandung kesalahan bahasa dan logika.

Di ayat ini, Allah SWT bicara pada Muhammad dan memintanya untuk memberitahu Muslim (budak-budak Allah) agar tidak berputus-asa, tapi kata-kata dalam ayat ternyata menunjukkan bahwa Muslim itu adalah budak-budak Muhammad! Ayat itu seharusnya dimulai dengan kata:

Katakan: Wahai budak-budak Allâh…

Sukar bagiku untuk menerangkan bagaimana aku membaca ayat tersebut siang malam selama bertahun-tahun tanpa menyadari kesalahannya yang begitu jelas. Aku hanya bisa menemukan kesalahan tersebut setelah membaca Qur’an dengan pemikiran yang kritis saja beberapa tahun kemudian. Tapi ternyata aku tidak sendirian dalam membutakan mata, aku tidak pernah menemukan orang Arab Muslim manapun yang sadar akan kesalahan itu. Tapi andaikata pun mereka lalu menyadarinya, mereka dengan cepat akan berusaha keras membenarkan kesalahan tersebut. Menyedihkan. Jika sudah harus menelaah Qur’an, Muslim tidak mampu lagi bernalar logis. Muslim sudah sedemikian hebatnya dicuci-otak secara Islam sehingga indra mereka lumpuh dan pikiran mereka diselaputi kabut. Di bawah pengaruh Islam, Mulsim tidak mampu lagi menilai Qur’an secara obyektif.

Begitu aku mampu membaca Qur’an secara obyektif, aku lalu terkejut melihat begitu banyaknya kesalahan tata bahasa dalam berbagai jenis dalam Qur’an. Begitu Muslim mampu menyingkirkan anggapan bahwa Qur’an itu suci, maka Qur’an akan tampak sebagai buku yang sangat berbeda, yang tidak memerlukan begitu banyak penafsiran untuk bisa dimengerti, karena semua misteri Qur’an bisa dipecahkan oleh satu kata saja; sampah…!!!

Contoh kesalahan tata bahasa dalam Qur’an juga bisa dilihat di QS 6:99. Adalah hal yang umum dalam Qur’an bahwa Allah tiba-tiba saja memindahkan orang ketiga menjadi orang pertama atau sebaliknya, tanpa alasan apapun. Di QS 6:99, tata bahasa yang kacau menunjukkan bahwa Allah SWT sebenarnya mengatakan tentang tuhan lain yang mengirim hujan dari langit sedangkan Dialah yang bertanggung jawab atas tumbuh-tumbuhan.

QS 6:99

It is HE who sends down water from the sky, and with it WE bring forth vegetation of all kinds…

Terjemahan:

Adalah DIA yang mengirim air dari langit, dan dengannya KITA menumbuhkan segala jenis tanam-tanaman…

Contoh kesalahan Qur’an favoritku adalah dalam QS 6:151, yang berisi tentang daftar hal-hal haram yang harus dihindari Muslim. Secara teori, ayat ini seharusnya adalah salah satu ayat termudah disusun; yang diperlukan hanyalah penyebutan hal satu persatu, tapi ini pun ternyata gagal dilakukan dengan benar dalam Qur’an:

QS 6:151

"Come, I will recite what your Lord has prohibited you from: Join not anything in worship with Him; be good and dutiful to your parents; kill not your children because of poverty - We provide sustenance for you and for them; come not near to Al-Fawâhish whether committed openly or secretly, and kill not anyone whom Allâh has forbidden, except for a just cause...”

Terjemahan:

Mari, aku akan melafalkan bahwa Tuhanmu telah melarangmu dari: jangan mempersekutukan apapun dalam menyembah Dia; bersikap baik dan berbaktilah pada orangtuamu; jangan bunuh anak-anakmu karena miskin – Kami menyediakan makanan bagimu dan bagi mereka; jangan melakukan Al-Fawâhish secara terang-terangan atau rahasia, dan jangan bunuh siapapun yang dilarang Allâh, kecuali untuk alasan yang benar…

Ayat di atas menyebutkan hal-hal yang diharamkan bagi semua Muslim. Ayat ini menyebut ‘bersikap baik dan berbakti pada orangtua’ sebagai satu dari hal-hal haram. Para ahli Islam mengatakan bahwa ‘bersikap baik dan berbakti pada orangtua’ tidak termasuk dalam daftar hal yang haram dan kita semua tentunya berharap demikian.

Tapi mengapa lalu Allah memasukkan hal itu ke dalam daftar haram dan bergantung pada pengertian logis manusia untuk menyadari bahwa hal itu tidak termasuk dalam daftar haram…?

Apakah ayat tersebut ditulis dalam tata bahasa yang benar…?

Apakah tulisan seperti ini bisa diterima di jaman dulu atau sekarang…?

Sumber:
Kesaksian Mualaf Tentang Qur'an

5 komentar:

  1. saya rasa yang menulis artikel di atas yang tidak paham bahasa arab dan gaya bahasa komunikasi yang umum. ayat-ayat di atas jelas sekali menunjukkan sang pembicara memerintahkan kepada yang diajak berbicara (muhammad) untuk menyampaikan serangkaian kutipan kalimat kepada orang lain sehingga subjek kalimat dalam kutipan itu bisa saja berubah-ubah. Adapun kata Kami/kita bisa berarti Saya (hormat) seperti banyak di pakai dalam bahasa indonesia di kawasan timur indonesia juga bisa berarti adanya keterlibatan makhluk di dalam konteks yang dibicarakan seperti contoh di atas tentang pertumbuhan tanaman yang melibatkan proses yang komplek berdasarkan hukum alam / sunnatullah menurut istilah orang islam.

    BalasHapus
  2. untuk QS 6:151 dalam kontek tata tulis modern gaya ini sudah lazim, yaitu memasukkan kalimat/gagasan tertentu yang terpisah dari kalimat/gagasan utama tetapi masih mempunyai korelasi dengannya (saya tidak tahu istilahnya) biasanya didahului dengan simbol garis hubung panjang ditutup dengan garis hubung pendek jadi jika ditulis dalam tata tulis modern seperti ini:
    "Katakanlah: 'Marilah kubacakan, apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabb-mu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia --berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak-, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan; Kami akan memberi rejeki kepadamu dan kepada mereka. dan janganlah ... Demikian itu yang diperintahkan oleh Rabb-mu kepadamu, supaya kamu memahami(nya)."

    BalasHapus
  3. tentang artikel itu; tsakilatka ummuk ..

    BalasHapus
  4. Allah SWT berfirman:

    هٰذَا بَيَانٌ لِّلنَّاسِ وَهُدًى وَّمَوْعِظَةٌ لِّلْمُتَّقِيْنَ
    "Inilah (Al-Qur'an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa."
    (QS. Ali 'Imran: Ayat 138)

    BalasHapus
  5. Allah SWT berfirman:

    هٰذَا بَيَانٌ لِّلنَّاسِ وَهُدًى وَّمَوْعِظَةٌ لِّلْمُتَّقِيْنَ
    "Inilah (Al-Qur'an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa."
    (QS. Ali 'Imran: Ayat 138)

    BalasHapus